Pedagang Kembali ke Bangunan Utama
A
A
A
SEMARANG - Pedagang Pasar Peterongan nekat kembali menempati bangunan utama pasar yang sebelumnya sudah dikosongkan. Ini dilakukan karena mereka mengaku rugi berjualan di tempat relokasi, kondisinya tidak layak ditempati dan sangat sepi pembeli.
Ada sedikitnya 14 pedagang yang kembali berjualan di bangunan utama pasar. Mereka menggelar dagangan dengan tempat seadanya. Bercampur puing-puing sisa pembongkaran bangunan pasar yang berserakan. Meski kondisinya memprihatinkan tapi mereka mengaku mendapat untung, lebih banyak pembeli yang datang daripada di tempat penampungan sementara di belakang pasar.
Pedagang juga merasa sudah tidak sabar, dengan ketidak jelasan kelanjutan renovasi bangunan utama pasar. Setelah sempat dilakukan kegiatan pembangunan kemudian sampai saat ini pekerjaan masih mandek. Sri Utami, salah seorang pedagang mengatakan, dia terpaksa kembali berjualan di bangunan utama karena tempat penampungan sementara kondisinya tidak layak.
Selain ukuran lapaknya terlalu sempit, juga di tempat penampungan sangat jarang didatangi pembeli. ‘Sangat sumpek, untuk selonjor kaki saja tidak bisa, harus berdiri. Pembelinya juga sangat sepi, karena itu lebih baik jualan lagi di sini (bangunan utama),” terangnya, kemarin. Menurutnya, para pedagang meragukan niat Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang untuk menyelesaikan pembangunan Pasar Peterongan tepat waktu.
Jika nanti benar-benar tidak selesai tepat waktu, pedagang juga berencana tetap menempatinya meskipun belum selesai 100%. “Saya kira tidak akan selesai tepat waktu pada Desember 2015 nanti. Pembongkaran saja belum selesai, apalagi pembangunannya, padahal waktunya mepet,” tegasnya.
Pedagang lainnya, Wiji Muharni mengatakan, pemerintah harus segera meneruskan pembangunan Pasar Peterongan. Pedagang sudah tidak tahan berjualan di tempat penampungan, lantaran dagangan tidak ada yang laku. “Kami tak ingin ikut-ikutan soal keberadaan benda cagar budaya (yang diduga penyebab penghentian pembangunan).
Intinya pedagang hanya ingin bangunan yang sudah dibongkar segera dibangun kembali, dan bisa ditempati berjualan lagi,” katanya. Menurutnya, pendapatan sejak pembongkaran dan pindah ke tempat relokasi menurun drastis. Dikhawatirkan jikapembangunan tak segera dilanjutkan dan dipaksa berjualan di tempat penampungan, maka para pedagang akan gulung tikar.
“Kami juga mengkhawatirkan sisa bangunan yang belum dibongkar akan roboh, terlebih jika ada hujan, sehingga akan membahayakan pedagang,” tegasnya. Ketua Komunitas Pecinta Cagar Budaya Kota Semarang, Roni Maryanto, mengaku akan segera melakukan negosiasi kembali dengan pemkot terkait rencana pembangunan Pasar Peterongan tersebut.
Pasar tersebut sudah masuk dalam bangunan cagar budaya. “Kami akan lakukan pertemuan dengan Pj (Penjabat) Wali Kota Semarang hari Senin (24/- 8) nanti. Awalnya kami memang ingin bangunan cagar budaya ini tidak boleh dibongkar. Tapi nanti kami akan minta jangan dibongkar semua, tapi harus ada satu bangunan cagar budaya yang menjadi tetenger,” jelasnya. Sementara Kepala Dinas Pasar Kota Semarang, Trijoto Sardjoko tidak mau memberikan komentarnya saat diminta memberikan tanggapan persoalan di atas.
M abduh
Ada sedikitnya 14 pedagang yang kembali berjualan di bangunan utama pasar. Mereka menggelar dagangan dengan tempat seadanya. Bercampur puing-puing sisa pembongkaran bangunan pasar yang berserakan. Meski kondisinya memprihatinkan tapi mereka mengaku mendapat untung, lebih banyak pembeli yang datang daripada di tempat penampungan sementara di belakang pasar.
Pedagang juga merasa sudah tidak sabar, dengan ketidak jelasan kelanjutan renovasi bangunan utama pasar. Setelah sempat dilakukan kegiatan pembangunan kemudian sampai saat ini pekerjaan masih mandek. Sri Utami, salah seorang pedagang mengatakan, dia terpaksa kembali berjualan di bangunan utama karena tempat penampungan sementara kondisinya tidak layak.
Selain ukuran lapaknya terlalu sempit, juga di tempat penampungan sangat jarang didatangi pembeli. ‘Sangat sumpek, untuk selonjor kaki saja tidak bisa, harus berdiri. Pembelinya juga sangat sepi, karena itu lebih baik jualan lagi di sini (bangunan utama),” terangnya, kemarin. Menurutnya, para pedagang meragukan niat Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang untuk menyelesaikan pembangunan Pasar Peterongan tepat waktu.
Jika nanti benar-benar tidak selesai tepat waktu, pedagang juga berencana tetap menempatinya meskipun belum selesai 100%. “Saya kira tidak akan selesai tepat waktu pada Desember 2015 nanti. Pembongkaran saja belum selesai, apalagi pembangunannya, padahal waktunya mepet,” tegasnya.
Pedagang lainnya, Wiji Muharni mengatakan, pemerintah harus segera meneruskan pembangunan Pasar Peterongan. Pedagang sudah tidak tahan berjualan di tempat penampungan, lantaran dagangan tidak ada yang laku. “Kami tak ingin ikut-ikutan soal keberadaan benda cagar budaya (yang diduga penyebab penghentian pembangunan).
Intinya pedagang hanya ingin bangunan yang sudah dibongkar segera dibangun kembali, dan bisa ditempati berjualan lagi,” katanya. Menurutnya, pendapatan sejak pembongkaran dan pindah ke tempat relokasi menurun drastis. Dikhawatirkan jikapembangunan tak segera dilanjutkan dan dipaksa berjualan di tempat penampungan, maka para pedagang akan gulung tikar.
“Kami juga mengkhawatirkan sisa bangunan yang belum dibongkar akan roboh, terlebih jika ada hujan, sehingga akan membahayakan pedagang,” tegasnya. Ketua Komunitas Pecinta Cagar Budaya Kota Semarang, Roni Maryanto, mengaku akan segera melakukan negosiasi kembali dengan pemkot terkait rencana pembangunan Pasar Peterongan tersebut.
Pasar tersebut sudah masuk dalam bangunan cagar budaya. “Kami akan lakukan pertemuan dengan Pj (Penjabat) Wali Kota Semarang hari Senin (24/- 8) nanti. Awalnya kami memang ingin bangunan cagar budaya ini tidak boleh dibongkar. Tapi nanti kami akan minta jangan dibongkar semua, tapi harus ada satu bangunan cagar budaya yang menjadi tetenger,” jelasnya. Sementara Kepala Dinas Pasar Kota Semarang, Trijoto Sardjoko tidak mau memberikan komentarnya saat diminta memberikan tanggapan persoalan di atas.
M abduh
(bbg)