Ramah Lingkungan, Mesin Tidak Bising
A
A
A
SEMARANG - Matahari baru sepenggalah saat rombongan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo naik perahu nelayan dari perairan sekitar Pelabuhan Tanjung Emas Semarang kemarin.
Perlahan, perahu di bawah 10 gross ton itu berjalan ke tengah tanpa terdengar deru mesin. Hanya kecipak air dari baling perahu itu yang terdengar. Setelah berputar-putar setengah jam, perahu itu kembali ke dermaga, masih tanpa deru mesin. Begitulah perahu nelayan milik warga itu dimodifikasi menggunakan mesin bertenaga surya.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melakukan uji coba perahu nelayan itu untuk menguji kecanggihan dan kesederhanaannya. Harapannya, perahu jenis itu bisa direplikasi oleh para nelayan di Jateng di tengah bahan bakar minyak (BBM) yang harganya terus mengalami kenaikan.
Atap perahu terlihat tertutup dengan panel surya. Kabel-kabel antiair terpasang rapi menyambung ke dua mesin yang berada di bagian belakang. Mesin tersebut bisa menghasilkan kecepatan maksimal 13 km/jam dengan sistem navigasi yang dilengkapi GPS, sehingga nelayan bisa langsung menuju lokasi yang dihuni banyak ikan.
Pelaksana dan konsultan pembuatan perahu bertenaga surya dari perusahaan Torqeedo Jerman, Franklin Tambunan menjelaskan, sistem kerja dari alat bertenaga surya itu cukup sederhana. Panel surya yang dipasang di atas perahu nelayan berfungsi menyerap sinar matahari kemudian disimpan ke baterai melalui charger agar bisa menggerakkan mesin. ”Energi yang tersimpan dalam baterai itu mampu bertahan satu hari,” ujarnya.
Konsep pembuatan mesin itu memang untuk operasional satu hari. Walaupun setiap ada matahari, baterai akan melakukan pengisian secara otomatis. Bahkan, panel surya bisa mengisi baterai mesti kondisi cahaya matahari tidak terlalu terang, contohnya pada senja hari. ”Kapasitas baterai juga mencukupi untukone day fishing,” ujar Franklin.
Perahu itu juga sudah diuji coba perjalanan dari Moro Demak ke Semarang dengan kecepatan 8 km/jam hanya dengan baterai 40%. ”Dalam waktu tertentu memang tidak menggunakan baterai karena matahari menggerakkan mesin," papar Franklin. Mesin itu mampu bertahan hingga 25 tahun.
Selain itu, relatif tanpa perawatan karena berbahan aluminium yang tahan korosi. Investasi pembuatan mesin itu membutuhkan sekitar Rp250 juta. Salah seorang nelayan yang perahunya dipasangi alat tersebut, Mansyur, mengaku tidak kesulitan mengoperasikan perahunya untuk mencari ikan. "Suaranya tidak bising dan pemakaiannya mudah serta lebih hemat, berbeda dengan saat menggunakan mesin tempel yang berbahan bakar solar," ungkapnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, diperlukan bantuan dari perbankan jika para nelayan di Jateng mau beralih menggunakan perahu nelayan bertenaga surya sebagai investasi jangka panjang. "Saya berharap harganya bisa lebih terjangkau oleh para nelayan. Jika bisa diproduksi di dalam negeri maka akan lebih bagus," ungkapnya.
AMIN FAUZI
Perlahan, perahu di bawah 10 gross ton itu berjalan ke tengah tanpa terdengar deru mesin. Hanya kecipak air dari baling perahu itu yang terdengar. Setelah berputar-putar setengah jam, perahu itu kembali ke dermaga, masih tanpa deru mesin. Begitulah perahu nelayan milik warga itu dimodifikasi menggunakan mesin bertenaga surya.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melakukan uji coba perahu nelayan itu untuk menguji kecanggihan dan kesederhanaannya. Harapannya, perahu jenis itu bisa direplikasi oleh para nelayan di Jateng di tengah bahan bakar minyak (BBM) yang harganya terus mengalami kenaikan.
Atap perahu terlihat tertutup dengan panel surya. Kabel-kabel antiair terpasang rapi menyambung ke dua mesin yang berada di bagian belakang. Mesin tersebut bisa menghasilkan kecepatan maksimal 13 km/jam dengan sistem navigasi yang dilengkapi GPS, sehingga nelayan bisa langsung menuju lokasi yang dihuni banyak ikan.
Pelaksana dan konsultan pembuatan perahu bertenaga surya dari perusahaan Torqeedo Jerman, Franklin Tambunan menjelaskan, sistem kerja dari alat bertenaga surya itu cukup sederhana. Panel surya yang dipasang di atas perahu nelayan berfungsi menyerap sinar matahari kemudian disimpan ke baterai melalui charger agar bisa menggerakkan mesin. ”Energi yang tersimpan dalam baterai itu mampu bertahan satu hari,” ujarnya.
Konsep pembuatan mesin itu memang untuk operasional satu hari. Walaupun setiap ada matahari, baterai akan melakukan pengisian secara otomatis. Bahkan, panel surya bisa mengisi baterai mesti kondisi cahaya matahari tidak terlalu terang, contohnya pada senja hari. ”Kapasitas baterai juga mencukupi untukone day fishing,” ujar Franklin.
Perahu itu juga sudah diuji coba perjalanan dari Moro Demak ke Semarang dengan kecepatan 8 km/jam hanya dengan baterai 40%. ”Dalam waktu tertentu memang tidak menggunakan baterai karena matahari menggerakkan mesin," papar Franklin. Mesin itu mampu bertahan hingga 25 tahun.
Selain itu, relatif tanpa perawatan karena berbahan aluminium yang tahan korosi. Investasi pembuatan mesin itu membutuhkan sekitar Rp250 juta. Salah seorang nelayan yang perahunya dipasangi alat tersebut, Mansyur, mengaku tidak kesulitan mengoperasikan perahunya untuk mencari ikan. "Suaranya tidak bising dan pemakaiannya mudah serta lebih hemat, berbeda dengan saat menggunakan mesin tempel yang berbahan bakar solar," ungkapnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, diperlukan bantuan dari perbankan jika para nelayan di Jateng mau beralih menggunakan perahu nelayan bertenaga surya sebagai investasi jangka panjang. "Saya berharap harganya bisa lebih terjangkau oleh para nelayan. Jika bisa diproduksi di dalam negeri maka akan lebih bagus," ungkapnya.
AMIN FAUZI
(ftr)