Proyek Fisik Bakal Terburu-buru
A
A
A
MEDAN - Minimnya serapan anggaran pada masing-masing satuan perangkat kerja daerah (SKPD) di Kota Medan diprediksi berdampak buruk terhadap pembangunan fisik.
Mulai dari gedung sekolah, jalan, jembatan, drainase, dan penerangan jalan di Kota Medan diprediksi bakal dikerjakan asal jadi. Pasalnya, proses tender yang dilakukan menjelang akhir tahun membuat pekerjaan proyek yang dilakukan pihak ketiga akhirnya terburu-buru mengejar deadline waktu anggaran di akhir tahun.
“Serapan anggaran yang minim saat ini sudah menjadi kebiasaan berulang-ulang setiap SKPD. Bukan menjadi pelajaran tetapi menjadi alasan pembenar sehingga proyek sering dikebut seperti kilat, sehingga asal jadi dan kejar tayang,” ujar Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut, Rurita Ningrum, Rabu (19/8). Rurita menjelaskan, waktu tender yang sangat pendek mengakibatkan proyek pembangunan dilakukan asal jadi.
Ditambah lagi saat ini, banyak pejabat yang takut menjadi pimpinan proyek karena tekanan berbagai pihak yang menginginkan mencari keuntungan karena tender yang tidak fair. “Semua hal itu menjadi alasan pembenaran bahwa serapan anggaran masih sangat minim pada awal semester II ini,” kata Rurita. Kata Rurita, seharusnya pimpinan SKPD menjalankan tupoksi masing-masing dan jangan bermain mata atau bermain-main dengan uang rakyat.
“Pimpinan SKPD harus tertib administrasi dan akuntabel agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan secara normal dan lancar,” kata Rurita. Di sisi lain, Rurita menyoroti lambannya serapan pendapatan asli daerah (PAD) masuk kas daerah. Sehingga kreativitas Dinas Pendapatan Daerah dalam menyosialisasikan kesadaran untuk membayar pajak. Menertibkan retribusi parkir dan reklame, serta pajak hiburan, restoran, dan hotel secara transparan juga akuntabel sangat berpengaruh kepada besaran PAD.
“Agar SKPD dapat menjalankan programnya dan mampu menyerap anggaran secara maksimal maka kreativitas Dispenda juga harus dilakukan,” kata Rurita. Hal senada disampaikan Pengamat Perkotaan di Medan Bhakti Alamsyah. Dia menilai, pengerjaan proyek fisik di Kota Medanselamainimemangkerap dikebut karena faktor perencanaannya yang terlambat. Di mana pelaksanaan lelang dan penentuan pemenang tender, selalu di akhir tahun anggaran.
Faktor lain, adanya proses yang harus dilalui secara objektif. Karena dalam menentukan kontraktor yang sesuai klasifikasi tidak mudah jika dilakukan dengan terburu-buru. “Sesuai dengan ilmunya, jika waktunya sempit maka yang bisa dilakukan adalah untuk melakukan penambahan tenaga kerja. Atau dengan cara lain adalah menambah waktu kerja. Namun itu tidak bisa dilakukan karena melanggar aturan,” ujarnya.
Sehingga, pengerjaan di lapangan kerap mengabaikan kenyamanan dan standar pekerjaan yang lebih baik. Hanya untuk mengejar deadline pengerjaan, sehingga sanitasi lokasi bekerja diabaikan yang mengakibatkan arus lalu lintas atau aktivitas warga terganggu. Tentu, akan berpengaruh kepada kualitas hidup warga Kota Medan ke depan.
Kemudian, pekerjaan fisik di Kota Medan yang bersumber dari APBD selalu lebih besar untuk ongkos pengerjaan dibanding biaya bahan. Hal ini, menjadikan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai dengan bestek. Karena itu, kata Bhakti, tugas pengawasan yang dilakukan perusahaan lain terhadap pekerjaan yang seharusnya independen juga kerap tidak berjalan dengan baik.
Di tempat terpisah, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Medan Irwan Ritonga mengakui serapan anggaran menjelang akhir semester pertama masih sangat minim. Untuk program pekerjaan fisik memang masih dalam tahap proses tender.
“Serapan anggaran kita memang masih minim, masih pada penyelenggaraan kegiatan rutin. Kalau pembangunan fisik masih proses tender. Sementara ini, kami juga sudah mau mengusulkan PAPBD, artinya memang di semester kedua ini pekerjaan masing-masing SKPD cukup berat,” kata Irwan.
Lia anggia nasution
Mulai dari gedung sekolah, jalan, jembatan, drainase, dan penerangan jalan di Kota Medan diprediksi bakal dikerjakan asal jadi. Pasalnya, proses tender yang dilakukan menjelang akhir tahun membuat pekerjaan proyek yang dilakukan pihak ketiga akhirnya terburu-buru mengejar deadline waktu anggaran di akhir tahun.
“Serapan anggaran yang minim saat ini sudah menjadi kebiasaan berulang-ulang setiap SKPD. Bukan menjadi pelajaran tetapi menjadi alasan pembenar sehingga proyek sering dikebut seperti kilat, sehingga asal jadi dan kejar tayang,” ujar Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut, Rurita Ningrum, Rabu (19/8). Rurita menjelaskan, waktu tender yang sangat pendek mengakibatkan proyek pembangunan dilakukan asal jadi.
Ditambah lagi saat ini, banyak pejabat yang takut menjadi pimpinan proyek karena tekanan berbagai pihak yang menginginkan mencari keuntungan karena tender yang tidak fair. “Semua hal itu menjadi alasan pembenaran bahwa serapan anggaran masih sangat minim pada awal semester II ini,” kata Rurita. Kata Rurita, seharusnya pimpinan SKPD menjalankan tupoksi masing-masing dan jangan bermain mata atau bermain-main dengan uang rakyat.
“Pimpinan SKPD harus tertib administrasi dan akuntabel agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan secara normal dan lancar,” kata Rurita. Di sisi lain, Rurita menyoroti lambannya serapan pendapatan asli daerah (PAD) masuk kas daerah. Sehingga kreativitas Dinas Pendapatan Daerah dalam menyosialisasikan kesadaran untuk membayar pajak. Menertibkan retribusi parkir dan reklame, serta pajak hiburan, restoran, dan hotel secara transparan juga akuntabel sangat berpengaruh kepada besaran PAD.
“Agar SKPD dapat menjalankan programnya dan mampu menyerap anggaran secara maksimal maka kreativitas Dispenda juga harus dilakukan,” kata Rurita. Hal senada disampaikan Pengamat Perkotaan di Medan Bhakti Alamsyah. Dia menilai, pengerjaan proyek fisik di Kota Medanselamainimemangkerap dikebut karena faktor perencanaannya yang terlambat. Di mana pelaksanaan lelang dan penentuan pemenang tender, selalu di akhir tahun anggaran.
Faktor lain, adanya proses yang harus dilalui secara objektif. Karena dalam menentukan kontraktor yang sesuai klasifikasi tidak mudah jika dilakukan dengan terburu-buru. “Sesuai dengan ilmunya, jika waktunya sempit maka yang bisa dilakukan adalah untuk melakukan penambahan tenaga kerja. Atau dengan cara lain adalah menambah waktu kerja. Namun itu tidak bisa dilakukan karena melanggar aturan,” ujarnya.
Sehingga, pengerjaan di lapangan kerap mengabaikan kenyamanan dan standar pekerjaan yang lebih baik. Hanya untuk mengejar deadline pengerjaan, sehingga sanitasi lokasi bekerja diabaikan yang mengakibatkan arus lalu lintas atau aktivitas warga terganggu. Tentu, akan berpengaruh kepada kualitas hidup warga Kota Medan ke depan.
Kemudian, pekerjaan fisik di Kota Medan yang bersumber dari APBD selalu lebih besar untuk ongkos pengerjaan dibanding biaya bahan. Hal ini, menjadikan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai dengan bestek. Karena itu, kata Bhakti, tugas pengawasan yang dilakukan perusahaan lain terhadap pekerjaan yang seharusnya independen juga kerap tidak berjalan dengan baik.
Di tempat terpisah, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Medan Irwan Ritonga mengakui serapan anggaran menjelang akhir semester pertama masih sangat minim. Untuk program pekerjaan fisik memang masih dalam tahap proses tender.
“Serapan anggaran kita memang masih minim, masih pada penyelenggaraan kegiatan rutin. Kalau pembangunan fisik masih proses tender. Sementara ini, kami juga sudah mau mengusulkan PAPBD, artinya memang di semester kedua ini pekerjaan masing-masing SKPD cukup berat,” kata Irwan.
Lia anggia nasution
(ars)