Sebelum Pesawat Jatuh, Yunita Bermimpi Ayahnya Sakit Parah
A
A
A
MANADO - Kabut duka menyelimuti kediaman keluarga Mangonto-Simanjuntak di Perum Griya Paniki Indah (GPI) Jalan Boulevard Nomor 26, Manado.
Sang kepala keluarga sekaligus panutan dalam keluarga ini, Oscar Mangonto (50) tercatat masuk dalam daftar penumpang dari Pesawat Trigana Air yang jatuh di Pegunungan Bintan, distrik Okbape, Papua.
Satu per satu kerabat dari keluarga pun mulai berdatangan ke rumah duka untuk memberi penguatan terhadap anak-anak korban yang menempati rumah tersebut.
Yunita Mangonto salah satu puteri kedua korban mengatakan, dua pekan sebelum musibah terjadi seakan mendapat firasat melalui sebuah mimpi.
Di mana dalam mimpi itu, dirinya melihat ayahnya dalam kondisi sakit parah dan seluruh keluarga serta kerabat datang untuk melihat kondisi ayahnya.
"Sekarang terjadi, seluruh keluarga dan kerabat berkumpul, tapi bukan menjenguk papa yang sakit," ucapnya, Selasa (18/8/2015).
Meski terpukul dengan kejadian tersebut, namun kondisi emosi Yunita masih cukup stabil untuk berbagi cerita.
Matanya sembab, jelas terlihat dari raut mukanya penuh kepedihan mendalam akibat kabar duka yang diterimanya.
Yunita mengaku dirinya mengetahui kabar dari ibunya, sang ayah menjadi salah satu korban dalam tragedi jatuhnya Pesawat Trigana Air, Minggu 16 Agustus.
"Kita terima kabar duka dari mama, setelah itu kita terus mencari tahu perkembangan melalui berita di televisi. Dan tadi siang dapat informasi tak ada korban yang selamat," tuturnya sambil memegang erat handphone yang ada di tangannya.
Beberapa hari terakhir, handphone memang tak bisa lepas dari genggamannya. Karena melalui gadget ini, pihak keluarga di Manado mendapat informasi terbaru apapun terkait dari evakuasi yang tengah dilakukan.
"Torang (kita) di sini cuma dapat informasi dari mama. Karena mama yang ada di sana (Oksibil) dan pihak maskapai hanya memberitahukan informasi ke mama," katanya.
Lain halnya dengan anak sulung korban, Vina Mangonto. Kondisi fisiknya seakan tak berdaya, energinya seakan habis karena dalam dua hari terakhir terus menangis.
Vina, sesekali meletakan kepalanya disandaran kursi, karena seakan tak memiliki kekuatan untuk coba bertahan.
Ketegarannya terus terkikis, sebagai sulung dari tiga bersaudara, dirinya benar-benar larut dalam duka dan terpukul dengan apa yang menimpa ayahnya.
"Torang di sini cuma berharap jenasah papa bisa segera dipulangkan. Papa akan dimakamkan di tanah kelahirannya," timpalnya.
Kesedihan yang dialami keluarganya ini, kata dia, karena banyak kenangan indah yang telah dilalui bersama ayahnya tersebut.
"Kenangan sewaktu bersama papa yang tidak bisa kita lupakan. Torang semua di sini sayang dan sangat menghormati papa," ungkapnya.
Almarhum sendiri merupakan salah satu putra Sulut yang merantau dan berhasil. Lebih dari 30 tahun, dirinya melayani sebagai abdi negara di Papua.
Berbagai jabatan strategis pun pernah dipercayakannya, seperti di instansi Bappeda dan terakhir dipercayakan sebagai Kepala Inspektorat di Bawasda Kabupaten Oksibil, salah satu daerah pemekaran di tanah Papua.
Oscar menjadi satu di antara 53 penumpang lainnya yang tewas dalam tragedi ini. Karena Kementerian Perhubungan memastikan, tak ada satupun penumpang di pesawat jenis ATR 42 dengan nomor register PK-YRN tersebut yang selamat.
Sejumlah kerabat mengungkapkan, almarhum semasa hidup adalah orang yang sangat peduli dan suka membantu.
Meski lama diperantauan, namun almarhum selalu ingat kampung halamannya, bahkan termasuk golongan yang selalu membantu kesejahteraan masyarakat di Kampung Balirangin, Kepulauan Siau.
"Dia (Almarhum) termasuk orang yang paling disegani karena kebaikan dan kepeduliannya. Dia juga selalu memantau perkembangan dan kemajuan tanah kelahirannya. Kita semua disini merasa sangat kehilangan," ungkap Wistor Mangonto kerabat korban.
Sang kepala keluarga sekaligus panutan dalam keluarga ini, Oscar Mangonto (50) tercatat masuk dalam daftar penumpang dari Pesawat Trigana Air yang jatuh di Pegunungan Bintan, distrik Okbape, Papua.
Satu per satu kerabat dari keluarga pun mulai berdatangan ke rumah duka untuk memberi penguatan terhadap anak-anak korban yang menempati rumah tersebut.
Yunita Mangonto salah satu puteri kedua korban mengatakan, dua pekan sebelum musibah terjadi seakan mendapat firasat melalui sebuah mimpi.
Di mana dalam mimpi itu, dirinya melihat ayahnya dalam kondisi sakit parah dan seluruh keluarga serta kerabat datang untuk melihat kondisi ayahnya.
"Sekarang terjadi, seluruh keluarga dan kerabat berkumpul, tapi bukan menjenguk papa yang sakit," ucapnya, Selasa (18/8/2015).
Meski terpukul dengan kejadian tersebut, namun kondisi emosi Yunita masih cukup stabil untuk berbagi cerita.
Matanya sembab, jelas terlihat dari raut mukanya penuh kepedihan mendalam akibat kabar duka yang diterimanya.
Yunita mengaku dirinya mengetahui kabar dari ibunya, sang ayah menjadi salah satu korban dalam tragedi jatuhnya Pesawat Trigana Air, Minggu 16 Agustus.
"Kita terima kabar duka dari mama, setelah itu kita terus mencari tahu perkembangan melalui berita di televisi. Dan tadi siang dapat informasi tak ada korban yang selamat," tuturnya sambil memegang erat handphone yang ada di tangannya.
Beberapa hari terakhir, handphone memang tak bisa lepas dari genggamannya. Karena melalui gadget ini, pihak keluarga di Manado mendapat informasi terbaru apapun terkait dari evakuasi yang tengah dilakukan.
"Torang (kita) di sini cuma dapat informasi dari mama. Karena mama yang ada di sana (Oksibil) dan pihak maskapai hanya memberitahukan informasi ke mama," katanya.
Lain halnya dengan anak sulung korban, Vina Mangonto. Kondisi fisiknya seakan tak berdaya, energinya seakan habis karena dalam dua hari terakhir terus menangis.
Vina, sesekali meletakan kepalanya disandaran kursi, karena seakan tak memiliki kekuatan untuk coba bertahan.
Ketegarannya terus terkikis, sebagai sulung dari tiga bersaudara, dirinya benar-benar larut dalam duka dan terpukul dengan apa yang menimpa ayahnya.
"Torang di sini cuma berharap jenasah papa bisa segera dipulangkan. Papa akan dimakamkan di tanah kelahirannya," timpalnya.
Kesedihan yang dialami keluarganya ini, kata dia, karena banyak kenangan indah yang telah dilalui bersama ayahnya tersebut.
"Kenangan sewaktu bersama papa yang tidak bisa kita lupakan. Torang semua di sini sayang dan sangat menghormati papa," ungkapnya.
Almarhum sendiri merupakan salah satu putra Sulut yang merantau dan berhasil. Lebih dari 30 tahun, dirinya melayani sebagai abdi negara di Papua.
Berbagai jabatan strategis pun pernah dipercayakannya, seperti di instansi Bappeda dan terakhir dipercayakan sebagai Kepala Inspektorat di Bawasda Kabupaten Oksibil, salah satu daerah pemekaran di tanah Papua.
Oscar menjadi satu di antara 53 penumpang lainnya yang tewas dalam tragedi ini. Karena Kementerian Perhubungan memastikan, tak ada satupun penumpang di pesawat jenis ATR 42 dengan nomor register PK-YRN tersebut yang selamat.
Sejumlah kerabat mengungkapkan, almarhum semasa hidup adalah orang yang sangat peduli dan suka membantu.
Meski lama diperantauan, namun almarhum selalu ingat kampung halamannya, bahkan termasuk golongan yang selalu membantu kesejahteraan masyarakat di Kampung Balirangin, Kepulauan Siau.
"Dia (Almarhum) termasuk orang yang paling disegani karena kebaikan dan kepeduliannya. Dia juga selalu memantau perkembangan dan kemajuan tanah kelahirannya. Kita semua disini merasa sangat kehilangan," ungkap Wistor Mangonto kerabat korban.
(sms)