Legalisasi Tambang Mesin Picu Konflik

Sabtu, 15 Agustus 2015 - 10:52 WIB
Legalisasi Tambang Mesin Picu Konflik
Legalisasi Tambang Mesin Picu Konflik
A A A
BANTUL - Para penambang pasir tradisional di sepanjang Sungai Progo tetap menentang kegiatan penambangan menggunakan mesin penyedot. Alasannya, kegiatan itu dapat merusak lingkungan sekitarnya.

Para penambang pasir dengan mesin penyedot sebelumnya mendatangi Kantor Gubernur DIY karena sering ditertibkan. Hasilnya, merekadiberitoleransi selama 40 hari dengan catatan selama masa kelonggaran itu harus mengurus perizinannya.

Sayadi, salah seorang penambang pasir tradisional di Dusun Klurahan, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Bantul mengungkapkan, dampak penambangan pasir dengan mesin penyedot sangat besar terhadap lingkungan sekitar. Kubangan-kubangan besar yang mengakibatkan longsor dan kerusakan bangunan berpotensi terjadi. “Karena itu di Dusun Klurahan menolak penambangan menggunakan mesin,” katanya, kemarin.

Dengan diberikannya lampu hijau bagi penambang pasir bermesin penyedot, lanjut dia, para penambangan dengan cara manual resah. Lantaran penambangan pasir menggunakan mesin kini marak beroperasi. “Kerusakan lingkungan akan semakin masifterjadi,” ucapnya.

Sayadi heran dengan langkah Pemda DIY yang memperbolehkan penambangan menggunakan mesin penyedot tersebut. Sebab di wilayah lain, seperti di Sungai Brantas aktivitas penambangan pasir menggunakan mesin penyedot sudah dilarang dan kini sudah tidak ada lagi.

Demikian juga di Sungai Bengawan Solo juga sudah tidak ada. “Akan tetapi mengapa di DIY justru diperbolehkan dan akan dilegalkan,” kata Sayadi. Karena terbukti merusak, kata dia, seharusnya pemerintah tidak asal atau sembarangan mengeluarkan izin penambangan pasir.

Pemerintah juga dituntut mendapat rekomendasi dari masyarakat sekitar lokasi penambangan pasir yang menggunakan mesin penyedot. “Masyarakat sepertidiDusun Klurahan jelas-jelas tidak akan memberi rekomendasi. Bahkan mereka siap untuk dihadapkan secara horizontal dengan penambang pasir menggunakan mesin penyedot tersebut,” katanya kesal.

Wakidi, penambang pasir manual lainnya juga resah dengan legalitas dari Pemda DIY. Apalagi para penambang manual mengalami kesulitan mengurus perizinan. Mengingat ada ketentuan pemilik izin tambang harus berbadan hukum. “Mana mungkin kami mengurus badan hukum. Untuk makansaja sulit,” katanya.

Karena tidak mampu mengantongi izin, pihak penambang pasir manual juga khawatir mereka akan menjadi bulanbulanan aparat kepolisian. Mereka akan terus menjadi sasaran razia karena tidak mampu mendapatkan izin. “Kami berharap adanya dispensasi terhadap penambang pasir manual,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Bantul Wildan Nafis menandaskan, pemerintah harus memikirkan kelangsungan hidup para penambang pasir manual jika ketentuan badan hukum diberlakukan.

Dengan aturan kelompok berbadan hukum saja yang boleh mengajukan izin, tentu itu akan mengancam keberadaan penambang pasir manual ini. “Sebab para penambang pasir manual ini tidak mungkin mampu mengajukan badan hukum. Ini yang harus dipikirkan oleh pemerintah,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Penambang Progo (KPP) Gandung mengatakan, penolakan dari para penambang tradisional hanya karena cara kerja mereka yang kurang siap.

“Penambang rakyat hanya mengambil pasir di tepi-tepi saja dan justru yang mengancam adalah penambang manual karena mengambil di tepi-tepi dan rawan tergerus. Karena kalau ada air otomatis tergerus dan rawan ambrol. Kalau kami (menggunakan penyedot) tanah-tanah pasir terbawa ke tengah masuk lagi sehingga normalisasi terjadi,” tandasnya.

Erfanto linangkung
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7252 seconds (0.1#10.140)