Ribuan Penambang Pasir Geruduk Kantor Gubernur DIY
A
A
A
BANTUL - Ribuan penambang pasir menggunakan ratusan truk menggeruduk Kantor Gubernur DIY di kompleks Kepatihan Yogyakarta.
Mereka berencana akan menemui Gubernur DIY Sri Sultan HB X dan meminta orang nomor satu di DIY ini memberi kebijakan khusus terhadap para penambang pasir terutama di sepanjang Sungai Progo.
Ketua Kelompok Penambang Progo Gandung mengungkapkan, penambang pasir menyesalkan aksi masif penertiban yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Karena sebenarnya, penambang pasir bersedia mengurus izin yang disyaratkan. Hanya saja, instansi pemerintah belum mampu memberikan layanan maksimal terkait dengan perizininan ini.
"Penambang pasir sebenarnya menyambut baik berlakunya Undang-Undang Mineral dan Bangunan nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) 10 tahun 2010. Hanya saja, aplikasinya pemerintah belum siap melayani izin tersebut. Kami sering dipingpong," tutur Gandung, Kamis (13/8/2014).
Selama ini para penambang sepanjang sungai Progo terbentur sulitnya regulasi untuk mendapatkan izin tambang karena aparat birokrasi yang seharusnya melayani regulasi perizinan terrkesan belum bisa.
Setiap lembaga atau instansi yang mereka datangi seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan juga Dinas Sumber Daya Air, semuanya angkat tangan perihal perizinan tersebut.
Untuk itu, para penambang meminta aparat penagak hukum menghentikan operasi atau razia penyitaan mesin sedot milik rakyat.
Selain itu, pihak penambang juga meminta regulasi tata cara pengajuan perizinan usaha tambang di Sungai Progo dipermudah.
Hal ini demi kelangsungan hajat hidup ribuan penambang pasir di sepanjang sungai terbesar di DIY ini. "Kami berharap gubernur untuk memberi kemudahan," tandasnya.
Sekretaris Kelompok Penambang Pasir Sungai Progo, Yunianto mengungkapkan, para penambang pasir yang menggunakan mesin penyedot saat ini memilih menghentikan aktivitasnya karena khawatir alat mereka akan disita oleh aparat kepolisian.
Meski sebagian dari mereka ada yang sudah mengajukan izin namun tetap saja ditindak, dan alat mereka disita.
"Ini ada teman dari Kulon Progo yang sudah dua bulan ini mengajukan izin ke Kabupaten dan sudah membayar pajak setiap bulannya, tetapi alatnya tetap disita," paparnya.
Sebenarnya, lanjut Yunianto, para penambang pasir tidak mempermasalahkan perihal perizinan tersebut. Karena hampir seluruh penambang pasir berusaha mengajukan izin galian C kepada pemerintah setempat dan balai besar sungai.
Hanya saja, ternyata belum ada sinkronisasi kebijakan antara satu instansi dengan instansi lain.
Yunianto mencontohkan, balai besar sungai mensyaratkan ada rekomendasi dari pemerintah setempat dan blangko pengajuan tersebut juga berada di daerah.
Di Bantul misalnya, ternyata satu instansi dengan instansi lain masih saling lempar. Penambang pasir mencoba mengurus izin di Dinas Sumber Daya Air (SDA), ternyata direkomendasikan ke Badan Lingkungan Hidup (BLH).
Mereka berencana akan menemui Gubernur DIY Sri Sultan HB X dan meminta orang nomor satu di DIY ini memberi kebijakan khusus terhadap para penambang pasir terutama di sepanjang Sungai Progo.
Ketua Kelompok Penambang Progo Gandung mengungkapkan, penambang pasir menyesalkan aksi masif penertiban yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Karena sebenarnya, penambang pasir bersedia mengurus izin yang disyaratkan. Hanya saja, instansi pemerintah belum mampu memberikan layanan maksimal terkait dengan perizininan ini.
"Penambang pasir sebenarnya menyambut baik berlakunya Undang-Undang Mineral dan Bangunan nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) 10 tahun 2010. Hanya saja, aplikasinya pemerintah belum siap melayani izin tersebut. Kami sering dipingpong," tutur Gandung, Kamis (13/8/2014).
Selama ini para penambang sepanjang sungai Progo terbentur sulitnya regulasi untuk mendapatkan izin tambang karena aparat birokrasi yang seharusnya melayani regulasi perizinan terrkesan belum bisa.
Setiap lembaga atau instansi yang mereka datangi seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan juga Dinas Sumber Daya Air, semuanya angkat tangan perihal perizinan tersebut.
Untuk itu, para penambang meminta aparat penagak hukum menghentikan operasi atau razia penyitaan mesin sedot milik rakyat.
Selain itu, pihak penambang juga meminta regulasi tata cara pengajuan perizinan usaha tambang di Sungai Progo dipermudah.
Hal ini demi kelangsungan hajat hidup ribuan penambang pasir di sepanjang sungai terbesar di DIY ini. "Kami berharap gubernur untuk memberi kemudahan," tandasnya.
Sekretaris Kelompok Penambang Pasir Sungai Progo, Yunianto mengungkapkan, para penambang pasir yang menggunakan mesin penyedot saat ini memilih menghentikan aktivitasnya karena khawatir alat mereka akan disita oleh aparat kepolisian.
Meski sebagian dari mereka ada yang sudah mengajukan izin namun tetap saja ditindak, dan alat mereka disita.
"Ini ada teman dari Kulon Progo yang sudah dua bulan ini mengajukan izin ke Kabupaten dan sudah membayar pajak setiap bulannya, tetapi alatnya tetap disita," paparnya.
Sebenarnya, lanjut Yunianto, para penambang pasir tidak mempermasalahkan perihal perizinan tersebut. Karena hampir seluruh penambang pasir berusaha mengajukan izin galian C kepada pemerintah setempat dan balai besar sungai.
Hanya saja, ternyata belum ada sinkronisasi kebijakan antara satu instansi dengan instansi lain.
Yunianto mencontohkan, balai besar sungai mensyaratkan ada rekomendasi dari pemerintah setempat dan blangko pengajuan tersebut juga berada di daerah.
Di Bantul misalnya, ternyata satu instansi dengan instansi lain masih saling lempar. Penambang pasir mencoba mengurus izin di Dinas Sumber Daya Air (SDA), ternyata direkomendasikan ke Badan Lingkungan Hidup (BLH).
(nag)