Bidan Adalah Pengabdian-Kepedulian

Minggu, 09 Agustus 2015 - 10:46 WIB
Bidan Adalah Pengabdian-Kepedulian
Bidan Adalah Pengabdian-Kepedulian
A A A
BERKAT dedikasi yang tinggi akan profesi dan kepedulian terhadap masyarakat Desa Limau, Sembawa, Banyuasin, Siti Musyarofah meraih penghargaan dari presiden sebagai juara pertama lomba Bidan Praktek Mandiri (BPM) tingkat nasional.

Buah dari dedikasi tersebut diterimah pada peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XII, di Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (1/8) lalu.

Tidak hanya itu, pemilik dan pengelola Klinik BPM Dua Putri ini mendapatkan undangan resmi dari Presiden Jokowi untuk menghadiri peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-70 di Instana Negara. Mau tahu bagaimana keseharian bidan satu ini, dan apa saja yang telah dilakukannya hingga mendapatkan penghargaan tingkat nasional? Baru – baru ini, reporter KORAN SINDO PALEMBANG, Yopie Cipta Raharja berkunjung dan berkesempatan wawancara Siti Musyarofah, di Sembawa, Banyuasin.

Bisa diceritakan, bagaimana perjalanan karir sebagai seorang bidan, sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka klinik BPM Dua Putri?

Pada tahun 1990, saya mulai bekerja di RS RK Charitas Palembang dan mengabdi selama 16 tahun. Seiring berjalannya waktu, saya mulai melihat dan memperhatikan perkembangan masyarakat di Desa Limau, Kecamatan Sembawa, Banyuasin. Ternyata di sana masih banyak warga yang mengalami kesulitan dari segi ekonomi, akibat pertumbuhan keluarga mereka yang tidak terencana dengan baik.

Melihat kondisi itu, hati saya tergerak untuk membantu masyarakat menciptakan keluarga yang berkualitas, melalui program keluarga berencana (KB). Akhirnya pada tahun 2008, saya memutuskan untuk keluar dari RS RK Charitas, agar bisa mengabdikan diri di desa sendiri dengan membuka klinik BPM. Agar masyarakat mau datang dan mengikuti pelayanan KB, saya terus berusaha menciptakan suasana senyaman mungkin, serta mengadakan program KB massal pada tanggal 10 setiap bulannya.

Setelah program KB yang dicanangkan mulai berjalan dan diterima warga, bagaimana hasilnya?

Ya, tanpa disangka-sangka kemajuannya sangat pesat dan mulai memperlihatkan dampak positif pada masyarakat. Kalau sebelumnya hampir setiap minggu ada saja ibu yang melahirkan, sekarang jumlahnya sudah terus berkurang. Dengan hasil ini saya merasa bangga dan senang. Bagi saya, menjadi seorang bidan tidak hanya untuk mengejar materi semata. Tetapi kita juga harus ikut bertanggung jawab memajukan bangsa dan daerah, dengan menciptakan keluarga yang berkualitas.

Untuk membuka klinik BPM Dua Putri, tentunya membutuhkan modal yang tidak sedikit. Apa yang ibu lakukan untuk mengatasi kebutuhan dan keperluan klinik?

Sebelum memutuskan untuk membuka praktek sendiri, saya terlebih dahulu berkonsultasi dengan suami. Alhamdulillah, ternyata suami dan keluarga memberikan dukungan penuh kepada saya. Awalnya, saya memanfaatkan garasi mobil sebagai tempat praktek. Kemudian secara perlahan saya mulai mengumpulkan modal untuk mengembangkan tempat praktek, hingga akhirnya bisa seperti sekarang. Semua keberhasilan ini tidak terlepas dari kepercayaan masyarakat terhadap saya, sehingga mereka bersedia melakukan pelayanan KB di klinik saya.

Apakah ibu mendapatkan bantuan dari pemerintah, ketika mengawali praktek sebagai bidan mandiri?

Sejak awal mendirikan praktek mandiri, saya tidak mendapatkan bantuan dari manapun. Semuanya berasal dari modal pribadi dan dorongan motivasi serta tekad yang kuat dari dalam diri sendiri. Setelah berjalan beberapa lama, tempat praktek saya mendapatkan kunjungan dari Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) BKKBN Kabupaten Banyuasin. Mereka datang untuk melakukan survey, karena mendengar di sini banyak pasien yang melakukan pelayanan KB. Saya diberikan bantuan berupa KB Implan, spiral, kondom dan suntikan.

Bantuan yang diberikan itu sangat membantu saya, dalam meringankan beban masyarakat. Terutama yang ingin mendapatkan pelayanan KB. Dengan bantuan itu, saya akhirnya bisa memberikan pelayanan KB massal yang dilakukan tanggal 10 setiap bulan, secara gratis kepada pasien.

Berkat dedikasi tinggi yang ibu berikan dalam melayani pasien, akhirnya berhasil mengantarkan ibu menjadi BPM terbaik di tingkat kabupaten, provinsi dan bahkan nasional. Apakah ibu memiliki standar sendiri dalam memberikan pelayanan kepada pasien?

Dalam menjalankan praktek sebagai BPM, saya memang memiliki standar kerja dalam melayani pasien. Itu saya lakukan, agar semua warga yang datang mendapatkan pelayanan terbaik. Tapi saya sama sekali tidak menyangka dan sangat terkejut, saat diberitahu PLKB yang datang ke klinik untuk melakukan survey, bahwa saya akan diikutsertakan dalam lomba BPM tingkat Kabupaten Banyuasin.

Saat itu saya sempat bertanya, itu lomba apa dan bagaimana saya bisa diikutkan dalam lomba itu. Mereka menerangkan, lomba itu diikuti bidan praktek mandiri dan klinik swasta. Saya dinyatakan layak mengikuti lomba, karena dinilai memiliki dan memenuhi standarisasi. Waktu itu saya hanya bisa bilang Insya Allah.

Setelah itu, saya tetap menjalankan aktivitas seperti biasa dan beberapa kali melakukan berbagai kegiatan di klinik. Tanpa disangka-sangka, berdasarkan hasil survey dan penilaian. Saya terpilih sebagai yang terbaik dan ditunjuk untuk mewakili Banyuasin, di ajang BPM tingkat Provinsi Sumsel.

Saat diberitahu mengetahui hal itu, bagaimana perasaan ibu?

Terus terang, saya sama sekali tidak menyangka bisa menjadi perwakilan dari Banyuasin, untuk melaju ke tingkat Provinsi Sumsel. Karena menurut saya, apa yang dilakukan di klinik ini biasa-biasa saja dan tidak ada kelebihan apa-apa.

Setelah itu, klinik saya kembali didatangi tim dari Provinsi Sumsel untuk melakukan survey dan penilaian bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan bidan delima. Beberapa lama setelah setelah proses penilaian dilakukan, saya kembali terkejut saat mereka mengatakan, bahwa klinik saya menjadi juara I di tingkat Provinsi Sumsel dan dinyatakan layak untuk mengikuti ajang BPM tingkat nasional.

Ketika sudah diputuskan tim dari Provinsi Sumsel, bahwa ibu akan menuju tingkat nasional. Apakah ibu diminta untuk melakukan pembenahan di klinik, agar nantinya bisa mendapatkan hasil yang maksimal?

Tidak ada. Saya tidak diminta melakukan pembenahan apapun di klinik ini dan hanya diminta melengkapi persyaratan administrasi. Namun saya menyadari, mengikuti lomba tingkat nasional bukanlah hal yang mudah, perlu perjuangan dan kerja keras. Karena itulah, saya tidak menargetkan apapun dan menyerahkan sepenuhnya pada tim penilai.

Alhamdulillah, di tingkat nasional, saya kembali terpilih sebagai BPM terbaik. Semua keberhasilan yang saya raih ini, tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama dari seluruh masyarakat Desa Limau, PLKB, Badan PPPA dan KB Banyuasin, BKKBN serta pihak maupun instansi terkait lainnya.

Setelah mendapatkan juara I BPM tingkat nasional, adakah filosofi yang muncul dari diri ibu. Seperti pemikiran maupun terobosan baru melayani masyarakat?

Bagi saya ini merupakan suatu anugerah. Karena itu saya lalu berfikir, setelah mendapatkan penghargaan ini saya harus lebih bijak dalam menjalankan tugas dan termotivasi untuk memberikan pelayanan terbaik pada pasien di klinik.

Selain sibuk di klinik BPM Dua Putri, apa saja kegiatan ibu lainnya?

Kebetulan saya juga Ketua Koperasi Perempuan Melati Indah Desa Limau. Lalu ada pula PAUD, PKB dan Posyandu. Kita di sini juga rutin mengadakan yasinan, rebana, UPPKS, pembuatan berbagai keterampilan dan kerajinan serta kelompok kerja untuk membuat kebun tanaman obat keluarga (TOGA).

Di klinik BPM Dua Putri ini, ada berapa tenaga bidan dan perawat yang dipekerjakan untuk membantu ibu dalam melayani masyarakat?

Kita memiliki 5 orang bidan dan 1 orang perawat. Saya sangat bersyukur karena mereka mau bekerja di sini membantu saya.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6519 seconds (0.1#10.140)