Kemarau Panjang, Petani Kulon Progo Jual Tanah
A
A
A
KULON PROGO - Kemarau panjang mengakibatkan lahan pertanian di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengering. Banyak lahan persawahan yang terbengkalai karena tidak adanya pasokan air. Para petani pun beramai-ramai menjual tanahnya.
Salah seorang petani, Sukarman, mengatakan setiap musim kemarau lahan persawahan banyak yang kering. Banyak petani mencoba mengembangkan tanaman palawija atau tanaman musiman lainnya, namun terkadang hasilnya tidak memuaskan karena kekurangan air.
"Kemarin sempat saya tanami kedelai, tetapi hasilnya tidak bagus," jelas Sukarman, petani di Nomporejo, Galur, Kamis (6/8/2015).
Selama masa kemarau ini, para petani banyak yang menjual tanah dalam bentuk bongkahan. Penjualan bongkahan tanah biasanya dilakukan petani untuk areal persawahan yang kondisinya lebih tinggi dibanding sekitarnya.
Selain mendapatkan uang penjualan, petani juga akan mudah mendapatkan aliran air saat masa. Dalam kurun waktu tertentu lapisan tanah bagian atas yang dijual itu pun akan kembali tertutup tanah.
"Setiap tahun banyak yang ngepras tanahnya untuk dijual," ujarnya.
Salah seorang pembeli, Saryanto mengatakan saat musim kemarau seperti ini banyak pesanan dari masyarakat untuk membeli bongkahan tanah. Satu bak pikap, biasnaya dijual di kisaran Rp75 ribu hingga Rp100 ribu, tergantung jarak tempuh.
"Kebanyakan memang untuk gerabah dan batu bata."
PILIHAN:
Warga Bone Gunakan Air Irigasi untuk Memasak
Kekeringan, Warga Sragen Doa Bersama Minta Hujan
Salah seorang petani, Sukarman, mengatakan setiap musim kemarau lahan persawahan banyak yang kering. Banyak petani mencoba mengembangkan tanaman palawija atau tanaman musiman lainnya, namun terkadang hasilnya tidak memuaskan karena kekurangan air.
"Kemarin sempat saya tanami kedelai, tetapi hasilnya tidak bagus," jelas Sukarman, petani di Nomporejo, Galur, Kamis (6/8/2015).
Selama masa kemarau ini, para petani banyak yang menjual tanah dalam bentuk bongkahan. Penjualan bongkahan tanah biasanya dilakukan petani untuk areal persawahan yang kondisinya lebih tinggi dibanding sekitarnya.
Selain mendapatkan uang penjualan, petani juga akan mudah mendapatkan aliran air saat masa. Dalam kurun waktu tertentu lapisan tanah bagian atas yang dijual itu pun akan kembali tertutup tanah.
"Setiap tahun banyak yang ngepras tanahnya untuk dijual," ujarnya.
Salah seorang pembeli, Saryanto mengatakan saat musim kemarau seperti ini banyak pesanan dari masyarakat untuk membeli bongkahan tanah. Satu bak pikap, biasnaya dijual di kisaran Rp75 ribu hingga Rp100 ribu, tergantung jarak tempuh.
"Kebanyakan memang untuk gerabah dan batu bata."
PILIHAN:
Warga Bone Gunakan Air Irigasi untuk Memasak
Kekeringan, Warga Sragen Doa Bersama Minta Hujan
(zik)