Tertib Berlalu Lintas sejak Kecil
A
A
A
PENGETAHUAN tentang tertib berlalu lintas perlu diberikan sejak usia dini agar terbawa hingga dewasa. Begitu kata Bripda Naila Sofa Wardaningrum.
Nila, sapaan akrab Bripda Naila Sofa Wardaningrum (19), bertugas di Pendidikan Masyarakat (Dikmas) Unit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa) Satuan Lalu Lintas (Sat Lantas) Polrestabes Semarang.
"Dulu, sampai kelas 2 SMA saya masih naik sepeda. Tidak boleh orangtua bawa sepeda motor sendiri ke sekolah. Waktu kelas 3 baru boleh (sudah punya SIM)," ungkap Naila kepada KORAN SINDO di Markas Sat Lantas Polrestabes Semarang, Selasa (4/8/2015).
Naila adalah lulusan SMAN 1 Purbalingga. Gadis manis ini asli Kelurahan Kalikabong, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga. Orangtuanya, terutama sang ayah yang juga anggota polisi, selalu memberikan nasihat pentingnya tertib berlalu lintas. Kebiasaan inilah yang terus diingatnya sampai sekarang.
"Sekarang, di Dikyasa sering kegiatan PSA (Polisi Sahabat Anak). Di situ, diberikan aneka sosialisasi, termasuk pengetahuan tentang lalu lintas," lanjut Naila.
Untuk mendekati anak-anak terutama yang masih TK, kata dia, diperlukan cara khusus. Sebisa mungkin membuat sang anak nyaman, tidak takut dengan polisi. Setelah itu barulah diberikan pengetahuan tertib berlalu lintas. Untuk lebih menarik, biasanya dibantu dengan berbagai alat peraga.
Sosialisasi juga dilakukan kepada anak usia SD, SMP, hingga SMA. Untuk usia SD hingga SMA awal, tak banyak berbeda. Lebih banyak diberikan pemahaman tentang tertib berlalu lintas. Untuk yang sudah kelas 3 SMA atau pemegang SIM, materi sosialisasi lebih banyak seputar safety riding.
Berdasar pengalamannya, kata Naila, perilaku pelanggar lalu lintas dari anak remaja (kalangan pelajar) bisa disebabkan dua faktor utama.
Pertama, faktor internal. Ini menyangkut keluarga atau orangtuanya. Jika orangtua mengetahui anaknya belum cukup umur alias belum memegang SIM namun tetap dibolehkan memakai kendaraan sendiri, bisa menjadi salah satu pemicu pelanggaran.
Kedua, faktor eksternal termasuk pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh pelajar tentang lalu lintas itu di luar lingkungan keluarga. Pengetahuan bisa diberikan di sekolah maupun sosialisasi dari luar. Jika kurang sosialisasi, pengetahuan tertib lalu lintas juga akan minim.
"Tertib lalu lintas dengan faktor pendidikan juga berpengaruh," tutup gadis yang akan berulang tahun 13 Agustus ini.
PILIHAN:
Pemuda Ini Keliling Indonesia dengan Vespa Bekas
Nila, sapaan akrab Bripda Naila Sofa Wardaningrum (19), bertugas di Pendidikan Masyarakat (Dikmas) Unit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa) Satuan Lalu Lintas (Sat Lantas) Polrestabes Semarang.
"Dulu, sampai kelas 2 SMA saya masih naik sepeda. Tidak boleh orangtua bawa sepeda motor sendiri ke sekolah. Waktu kelas 3 baru boleh (sudah punya SIM)," ungkap Naila kepada KORAN SINDO di Markas Sat Lantas Polrestabes Semarang, Selasa (4/8/2015).
Naila adalah lulusan SMAN 1 Purbalingga. Gadis manis ini asli Kelurahan Kalikabong, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga. Orangtuanya, terutama sang ayah yang juga anggota polisi, selalu memberikan nasihat pentingnya tertib berlalu lintas. Kebiasaan inilah yang terus diingatnya sampai sekarang.
"Sekarang, di Dikyasa sering kegiatan PSA (Polisi Sahabat Anak). Di situ, diberikan aneka sosialisasi, termasuk pengetahuan tentang lalu lintas," lanjut Naila.
Untuk mendekati anak-anak terutama yang masih TK, kata dia, diperlukan cara khusus. Sebisa mungkin membuat sang anak nyaman, tidak takut dengan polisi. Setelah itu barulah diberikan pengetahuan tertib berlalu lintas. Untuk lebih menarik, biasanya dibantu dengan berbagai alat peraga.
Sosialisasi juga dilakukan kepada anak usia SD, SMP, hingga SMA. Untuk usia SD hingga SMA awal, tak banyak berbeda. Lebih banyak diberikan pemahaman tentang tertib berlalu lintas. Untuk yang sudah kelas 3 SMA atau pemegang SIM, materi sosialisasi lebih banyak seputar safety riding.
Berdasar pengalamannya, kata Naila, perilaku pelanggar lalu lintas dari anak remaja (kalangan pelajar) bisa disebabkan dua faktor utama.
Pertama, faktor internal. Ini menyangkut keluarga atau orangtuanya. Jika orangtua mengetahui anaknya belum cukup umur alias belum memegang SIM namun tetap dibolehkan memakai kendaraan sendiri, bisa menjadi salah satu pemicu pelanggaran.
Kedua, faktor eksternal termasuk pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh pelajar tentang lalu lintas itu di luar lingkungan keluarga. Pengetahuan bisa diberikan di sekolah maupun sosialisasi dari luar. Jika kurang sosialisasi, pengetahuan tertib lalu lintas juga akan minim.
"Tertib lalu lintas dengan faktor pendidikan juga berpengaruh," tutup gadis yang akan berulang tahun 13 Agustus ini.
PILIHAN:
Pemuda Ini Keliling Indonesia dengan Vespa Bekas
(zik)