Imigrasi Batam Kesulitan Menginterogasi 12 WNA yang Ditangkap
Jum'at, 31 Juli 2015 - 21:00 WIB

Imigrasi Batam Kesulitan Menginterogasi 12 WNA yang Ditangkap
A
A
A
BATAM - Pascamengamankan 12 warga negara asing (WNA) asal RRC dan Taiwan pada Rabu 29 Juli 2015, pihak imigrasi Batam mengalami kesulitan menginterogasinya. Pasalnya, para WNA tersebut tidak bisa berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
"Kita masih kesulitan memeriksa para pelaku, hingga saat ini kita berkoordinasi dengan pusat untuk meminta penerjemah bahasa (translator)," kata Kepala Kantor Imigrasi, Bambang Satrio, saat menggelar ekspos di lantai dua Kantor Imigrasi, Jumat (31/7/2015) siang.
Penangkapan para pelaku, kata Bambang, berdasarkan adanya laporan warga kepada Imigrasi.
Menanggapi laporan itu, jajarannya melakukan pengembangan, penyelidikan dan pemantauan di rumah yang dikontrak pelaku di Perumahan Dutamas Blok A 24 No 6 Batamkota.
"Setelah kita pantau beberapa hari, diduga para pelaku merupakan penipu dengan modus online. Setelah terbukti, barulah kita grebek dan menangkap semua pelaku," ujarnya.
Setelah dilakukan penggerebekan, sambungnya, 12 pelaku beerhasil diamankan empat diantaranya adalah wanita.
Dari semua pelaku, ada sebagian warga RRC dan warga Taiwan. "Selain para pelaku, kita juga mengamankan peralatan komputer yang diduga milik pelaku untuk melakukan penipuan," sebutnya.
Selain pelaku dan juga peralatan komunikasi yang diamankan dari tangan pelaku, kata Bambang, ternyata tidak semua pelaku memegang paspor dan hanya dua orang pelaku saja yang memiliki paspor dan visa.
"Dimana keberadaan paspor pelaku lainnya masih kita kembangkan, apakah dipegang oleh majikannya, dibuang oleh pelaku atau digadaikan masih kita diselidiki," terangnya.
Dari data dua pelaku yang memiliki paspor dan visa, sambung Bambang, yaitu Fu Lixiang (47) asal RRC dengan nomor paspor G58191014 dan Chen Huang (46) asal Taiwan dengan nomor paspor 305143554.
Kedua pelaku yang memiliki dokumen, masuk dengan jalur berbeda. Satu pelaku masuk melalui Jakarta dan satu pelaku lainnya masuk melalui Pelabuhan Internasional Batamcenter.
"Saat tiba di Indonesia saat pemeriksaan masuk, apakah bekerja atau lainnya kita masih dalami," ujarnya.
Dikatakan, berdasarkan keterangan para pelaku, semuanya tinggal di Batam sekitar sebulan lalu. Apakah dalam melakukan aksinya, para pelaku melibatkan orang Indonesia atau money laundry masih dalam pengembangan.
"Saat diamankan kita tidak ada mengamankan uang dari pelaku, dalam kasus ini tidak ada melibatkan orang Indonesia," jelasnya.
Untuk mengantisipasi adanya pelanggaran warga asing di Batam, ia menambahkan, setiap tiga hari sekali ia telah menyuruh tim Imigrasi untuk mencari para WNA yang melanggar peraturan keimigrasian di Batam. "Penangkapan ini juga hasil kerja tim," ujarnya.
Saat ditanyai apa modus kawanan pelaku ini, Bambang mengaku belum mengetahui jelas, apakah menjual produk atau penipuan dengan cara on line masih dikembangkan. Untuk pengembangan lebih lanjut, pihaknya akan bekerjasama dengan Interpol.
"Para tersangka telah melanggar UU No 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dan akan dideportasi," ujarnya.
Apakah akan permanen para pelaku dideportasi, Bambang menambahkan, tergantung dari kesalahannya.
Untuk hukuman deportasi, minimal enam bulan dan maksimal dua tahun lamanya. "Jika pelaku berat pelanggarannya, maka pendeportasiannya bisa ditambah hingga seumur hidup," katanya.
"Kita masih kesulitan memeriksa para pelaku, hingga saat ini kita berkoordinasi dengan pusat untuk meminta penerjemah bahasa (translator)," kata Kepala Kantor Imigrasi, Bambang Satrio, saat menggelar ekspos di lantai dua Kantor Imigrasi, Jumat (31/7/2015) siang.
Penangkapan para pelaku, kata Bambang, berdasarkan adanya laporan warga kepada Imigrasi.
Menanggapi laporan itu, jajarannya melakukan pengembangan, penyelidikan dan pemantauan di rumah yang dikontrak pelaku di Perumahan Dutamas Blok A 24 No 6 Batamkota.
"Setelah kita pantau beberapa hari, diduga para pelaku merupakan penipu dengan modus online. Setelah terbukti, barulah kita grebek dan menangkap semua pelaku," ujarnya.
Setelah dilakukan penggerebekan, sambungnya, 12 pelaku beerhasil diamankan empat diantaranya adalah wanita.
Dari semua pelaku, ada sebagian warga RRC dan warga Taiwan. "Selain para pelaku, kita juga mengamankan peralatan komputer yang diduga milik pelaku untuk melakukan penipuan," sebutnya.
Selain pelaku dan juga peralatan komunikasi yang diamankan dari tangan pelaku, kata Bambang, ternyata tidak semua pelaku memegang paspor dan hanya dua orang pelaku saja yang memiliki paspor dan visa.
"Dimana keberadaan paspor pelaku lainnya masih kita kembangkan, apakah dipegang oleh majikannya, dibuang oleh pelaku atau digadaikan masih kita diselidiki," terangnya.
Dari data dua pelaku yang memiliki paspor dan visa, sambung Bambang, yaitu Fu Lixiang (47) asal RRC dengan nomor paspor G58191014 dan Chen Huang (46) asal Taiwan dengan nomor paspor 305143554.
Kedua pelaku yang memiliki dokumen, masuk dengan jalur berbeda. Satu pelaku masuk melalui Jakarta dan satu pelaku lainnya masuk melalui Pelabuhan Internasional Batamcenter.
"Saat tiba di Indonesia saat pemeriksaan masuk, apakah bekerja atau lainnya kita masih dalami," ujarnya.
Dikatakan, berdasarkan keterangan para pelaku, semuanya tinggal di Batam sekitar sebulan lalu. Apakah dalam melakukan aksinya, para pelaku melibatkan orang Indonesia atau money laundry masih dalam pengembangan.
"Saat diamankan kita tidak ada mengamankan uang dari pelaku, dalam kasus ini tidak ada melibatkan orang Indonesia," jelasnya.
Untuk mengantisipasi adanya pelanggaran warga asing di Batam, ia menambahkan, setiap tiga hari sekali ia telah menyuruh tim Imigrasi untuk mencari para WNA yang melanggar peraturan keimigrasian di Batam. "Penangkapan ini juga hasil kerja tim," ujarnya.
Saat ditanyai apa modus kawanan pelaku ini, Bambang mengaku belum mengetahui jelas, apakah menjual produk atau penipuan dengan cara on line masih dikembangkan. Untuk pengembangan lebih lanjut, pihaknya akan bekerjasama dengan Interpol.
"Para tersangka telah melanggar UU No 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dan akan dideportasi," ujarnya.
Apakah akan permanen para pelaku dideportasi, Bambang menambahkan, tergantung dari kesalahannya.
Untuk hukuman deportasi, minimal enam bulan dan maksimal dua tahun lamanya. "Jika pelaku berat pelanggarannya, maka pendeportasiannya bisa ditambah hingga seumur hidup," katanya.
(nag)