DIY Usul Dana On Call Kekeringan Rp6 M
A
A
A
YOGYAKARTA - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY mengusulkan dana on call kepada BNPB senilai Rp6 miliar. Anggaran tersebut sebagai antisipasi kekeringan di DIY yang semakin meluas.
Kepala BPBD DIY Gatot Saptadi mengatakan, usulan dana on call tersebut disampaikan saat rapat koordinasi dengan BPBD seluruh Indonesia dengan BNPB beberapa waktu lalu di Jakarta. "BPBD DIY sudah mengusulkan. Itu dana on call untuk kekeringan," kata Gatot saat di temui di DPRD DIY, kemarin. Gatot mengatakan, usulan dana on call tersebut disampaikan setelah koordinasi dengan BPBD kabupaten/kota se-DIY.
Selain itu, dua kabupaten masing-masing Gunungkidul dan Ban tul juga sudah mengu sulkan siaga kekeringan kepada BPBD DIY. Menurut Gatot, angka Rp6 mi liar tersebut masih bersifat usul an. Dia belum mengetahui be rapa dana yang akan dikucurkan oleh BNPB. "Harus di dukung administrasi seperti sudah ada status darurat keke ringan dari kepala daerah. Pak Gu bernur juga belum teken (mengeluarkan status darurat kekeringan)," paparnya.
Gatot mengatakan, usulan da na on callkekeringan itu an tara lain untuk dropping air ber sih serta bisa digunakan untuk pipanisasi atau mendekatkan sumber air kepada warga. "Bukan pekerjaan fisik yang lebih dari tiga bulan," katanya. Pejabat yang akan dilantik sebagai pelaksana tugas (Plt) Bupati Sleman ini mengatakan, untuk saat ini wilayah DIY belum saatnya berstatus darurat kekeringan. "Sejumlah daerah di Jawa Barat sudah (darurat kekeringan) dan sebagian Jawa. DIY belum saatnya," katanya.
Menurut Gatot, kekeringan di DIY belum separah daerah lain. Untuk dropping air bersih ma sih bisa ditangani pemkab masing-masing. Pemda DIY si ap mem-backup jika pemkab ke wa lahan dropping. "Mobil tangki banyak, Dinas Sosial DIY dan PDAM siap. Mereka punya (mobil tangki) untuk dropping air," paparnya. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X me ngakui, kekeringan sudah terjadi di wilayah DIY.
"Kalau (status da - ru rat) kekeringan belum, tapi ke keringan karena kemarau sudah, seperti Gunungkidul dan Prambanan," ujarnya. Sementara itu, Staf Data dan Informasi Badan Meteorologi Kli matologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Indah Retno Wulan memprediksi, mu sim kemarau tahun ini lebih pan jang dibanding tahun sebelumnya.
Selain itu, sekitar per tengahan Agustus wilayah DIY juga berpeluang terkena dampak El Nino. "Kalau intensitas El Nino masuk kategori menengah, DIY akan terdampak," kata dia. Berdasarkan catatan BMKG Yogyakarta, pada musim kemarau tahun lalu, lokasi kekeringan paling banyak terse bar di Kabupaten Bantul dan Gunungkidul.
Kondisi kekeringan mulai 31–76 hari tanpa hujan. BMKG Yogyakarta juga mencatat terdapat 29 kecama tan di DIY yang kesulitan mendapatkan air bersih akibat mu sim kemarau atau kekeringan. Satu di antara wilayah yang pa ling parah ialah Kecamatan Pla yen, Gunungkidul yang harus menghadapi 76 hari tanpa hu jan.
Kekeringan Semakin Meluas
Dampak kekeringan mulai meluas dirasakan oleh warga Bantul. Cadangan air bersih me reka sudah tak mampu memenuhi kebutuhan air bersih. Warg a sudah mulai menerapkan sistem bergilir untuk mendapatkan air bersih di sumber air. Selain itu, untuk kebutuhan sehari-hari warga terpaksa mengambil air dengan berjalan kaki.
Kirwanti, warga Dusun Kali dadap, Desa Selopamioro, Keca matan Imogiri mengungkap kan, sebagian warga sudah mu lai mendatangi sumber air, se perti Sendang (telaga) di dusun mereka. Sebab, air sudah tak mampu lagi disedot menggunakan pipa selang ke rumah mereka.
Namun, masih ada juga yang berusaha menyedot dengan selang meskipun harus ber giliran. “Seperti biasa, ada yang datang menggunakan em ber dan jerigen. Akan tetapi ada yang langsung disalurkan ke rumah-rumah dengan selang, meski sekarang tinggal be berapa rumah karena airnya tinggal sedikit. Kirwanti sendiri terpaksa harus mengambil dengan jerigen ke telaga tersebut.
Sebab, aliran air melalui selang tak sebesar beberapa pekan yang lalu. Air yang mengalir ke rumahnya sangat kecil, sehingga untuk dapat mengisi bak mandi butuh waktu yang cukup lama, bahkan bisa semalaman. Dalam sehari, minimal dua kali bolak-balik mengambil air dengan cara dipikul dengan jarak sekitar 300 meter.
Sementara Darinah, terpak sa harus berjalan kaki cukup jauh sekitar dua kilometer guna menyedot air dari telaga tersebut. Sudah tak terhitung lagi berapa kali dia harus menyedot air telaga tersebut me lalui selang. Sebab jika tidak disedot, air tak mampu mengalir hingga ke rumahnya. Apalagi, warga yang menyedot air cukup banyak. “Sekarang sudah bergan tian, siang atau malam,” paparnya.
Selain dari Dusun Kalidadap, banyak juga warga yang berasal dari luar dusun yang me ngambil atau menyedot air te laga tersebut. Banyak juga warga yang harus menggadaikan barangnya untuk membeli selang-selang (pipa air dari plastik) baru untuk menyambung dan mengganti yang sudah rusak. Dengan alasan peme rataan, sistem bergilir sudah diterapkan.
Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Bantul Anton Victori mengungkapkan, setidaknya sudah ada tujuh kecamatan yang mulai me rasakan dampak kekeringan. Tujuh ke camatan tersebut masingma sing Piyungan, Dlingo, Imogiri, Kasihan, Pajangan, Pundong, dan Pandak.
Saat ini, kondisi cadangan air bersih di beberapa sumber mata air di kecamatan-kecamatan tersebut sudah menipis dan tak mampu lagi memenuhi kebutuhan warga sekitar. Bahkan, pihaknya mulai Selasa (28/7) yang lalu, pihaknya sudah mulai melakukan dropping air bersih.
Pihaknya sudah mengirim dua tangki air bersih ke Dusun Geger, Desa Seloharjo, Kecama tan Pundong karena dusun tersebut pasokan air bersih dari sumber mata air sudah tidak ada. “Yang mengajukan baru Dusun Geger. Kami masih menunggu wilayah lain,” paparnya. Tahun ini, lanjut Anton, kemungkinan besar permintaan air bersih akan lebih banyak dibanding dengan tahun sebelumnya.
Sebab, tahun ini dampak kekeringan semakin panjang hingga bulan Oktober sehingga kebutuhan air bersih akan lebih banyak. Tahun lalu, BPBD terpaksa harus melakukan dropping air sekitar 600 tangki.
Ridwan anshori/ Erfanto linangkung
Kepala BPBD DIY Gatot Saptadi mengatakan, usulan dana on call tersebut disampaikan saat rapat koordinasi dengan BPBD seluruh Indonesia dengan BNPB beberapa waktu lalu di Jakarta. "BPBD DIY sudah mengusulkan. Itu dana on call untuk kekeringan," kata Gatot saat di temui di DPRD DIY, kemarin. Gatot mengatakan, usulan dana on call tersebut disampaikan setelah koordinasi dengan BPBD kabupaten/kota se-DIY.
Selain itu, dua kabupaten masing-masing Gunungkidul dan Ban tul juga sudah mengu sulkan siaga kekeringan kepada BPBD DIY. Menurut Gatot, angka Rp6 mi liar tersebut masih bersifat usul an. Dia belum mengetahui be rapa dana yang akan dikucurkan oleh BNPB. "Harus di dukung administrasi seperti sudah ada status darurat keke ringan dari kepala daerah. Pak Gu bernur juga belum teken (mengeluarkan status darurat kekeringan)," paparnya.
Gatot mengatakan, usulan da na on callkekeringan itu an tara lain untuk dropping air ber sih serta bisa digunakan untuk pipanisasi atau mendekatkan sumber air kepada warga. "Bukan pekerjaan fisik yang lebih dari tiga bulan," katanya. Pejabat yang akan dilantik sebagai pelaksana tugas (Plt) Bupati Sleman ini mengatakan, untuk saat ini wilayah DIY belum saatnya berstatus darurat kekeringan. "Sejumlah daerah di Jawa Barat sudah (darurat kekeringan) dan sebagian Jawa. DIY belum saatnya," katanya.
Menurut Gatot, kekeringan di DIY belum separah daerah lain. Untuk dropping air bersih ma sih bisa ditangani pemkab masing-masing. Pemda DIY si ap mem-backup jika pemkab ke wa lahan dropping. "Mobil tangki banyak, Dinas Sosial DIY dan PDAM siap. Mereka punya (mobil tangki) untuk dropping air," paparnya. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X me ngakui, kekeringan sudah terjadi di wilayah DIY.
"Kalau (status da - ru rat) kekeringan belum, tapi ke keringan karena kemarau sudah, seperti Gunungkidul dan Prambanan," ujarnya. Sementara itu, Staf Data dan Informasi Badan Meteorologi Kli matologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Indah Retno Wulan memprediksi, mu sim kemarau tahun ini lebih pan jang dibanding tahun sebelumnya.
Selain itu, sekitar per tengahan Agustus wilayah DIY juga berpeluang terkena dampak El Nino. "Kalau intensitas El Nino masuk kategori menengah, DIY akan terdampak," kata dia. Berdasarkan catatan BMKG Yogyakarta, pada musim kemarau tahun lalu, lokasi kekeringan paling banyak terse bar di Kabupaten Bantul dan Gunungkidul.
Kondisi kekeringan mulai 31–76 hari tanpa hujan. BMKG Yogyakarta juga mencatat terdapat 29 kecama tan di DIY yang kesulitan mendapatkan air bersih akibat mu sim kemarau atau kekeringan. Satu di antara wilayah yang pa ling parah ialah Kecamatan Pla yen, Gunungkidul yang harus menghadapi 76 hari tanpa hu jan.
Kekeringan Semakin Meluas
Dampak kekeringan mulai meluas dirasakan oleh warga Bantul. Cadangan air bersih me reka sudah tak mampu memenuhi kebutuhan air bersih. Warg a sudah mulai menerapkan sistem bergilir untuk mendapatkan air bersih di sumber air. Selain itu, untuk kebutuhan sehari-hari warga terpaksa mengambil air dengan berjalan kaki.
Kirwanti, warga Dusun Kali dadap, Desa Selopamioro, Keca matan Imogiri mengungkap kan, sebagian warga sudah mu lai mendatangi sumber air, se perti Sendang (telaga) di dusun mereka. Sebab, air sudah tak mampu lagi disedot menggunakan pipa selang ke rumah mereka.
Namun, masih ada juga yang berusaha menyedot dengan selang meskipun harus ber giliran. “Seperti biasa, ada yang datang menggunakan em ber dan jerigen. Akan tetapi ada yang langsung disalurkan ke rumah-rumah dengan selang, meski sekarang tinggal be berapa rumah karena airnya tinggal sedikit. Kirwanti sendiri terpaksa harus mengambil dengan jerigen ke telaga tersebut.
Sebab, aliran air melalui selang tak sebesar beberapa pekan yang lalu. Air yang mengalir ke rumahnya sangat kecil, sehingga untuk dapat mengisi bak mandi butuh waktu yang cukup lama, bahkan bisa semalaman. Dalam sehari, minimal dua kali bolak-balik mengambil air dengan cara dipikul dengan jarak sekitar 300 meter.
Sementara Darinah, terpak sa harus berjalan kaki cukup jauh sekitar dua kilometer guna menyedot air dari telaga tersebut. Sudah tak terhitung lagi berapa kali dia harus menyedot air telaga tersebut me lalui selang. Sebab jika tidak disedot, air tak mampu mengalir hingga ke rumahnya. Apalagi, warga yang menyedot air cukup banyak. “Sekarang sudah bergan tian, siang atau malam,” paparnya.
Selain dari Dusun Kalidadap, banyak juga warga yang berasal dari luar dusun yang me ngambil atau menyedot air te laga tersebut. Banyak juga warga yang harus menggadaikan barangnya untuk membeli selang-selang (pipa air dari plastik) baru untuk menyambung dan mengganti yang sudah rusak. Dengan alasan peme rataan, sistem bergilir sudah diterapkan.
Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Bantul Anton Victori mengungkapkan, setidaknya sudah ada tujuh kecamatan yang mulai me rasakan dampak kekeringan. Tujuh ke camatan tersebut masingma sing Piyungan, Dlingo, Imogiri, Kasihan, Pajangan, Pundong, dan Pandak.
Saat ini, kondisi cadangan air bersih di beberapa sumber mata air di kecamatan-kecamatan tersebut sudah menipis dan tak mampu lagi memenuhi kebutuhan warga sekitar. Bahkan, pihaknya mulai Selasa (28/7) yang lalu, pihaknya sudah mulai melakukan dropping air bersih.
Pihaknya sudah mengirim dua tangki air bersih ke Dusun Geger, Desa Seloharjo, Kecama tan Pundong karena dusun tersebut pasokan air bersih dari sumber mata air sudah tidak ada. “Yang mengajukan baru Dusun Geger. Kami masih menunggu wilayah lain,” paparnya. Tahun ini, lanjut Anton, kemungkinan besar permintaan air bersih akan lebih banyak dibanding dengan tahun sebelumnya.
Sebab, tahun ini dampak kekeringan semakin panjang hingga bulan Oktober sehingga kebutuhan air bersih akan lebih banyak. Tahun lalu, BPBD terpaksa harus melakukan dropping air sekitar 600 tangki.
Ridwan anshori/ Erfanto linangkung
(bbg)