Gunung Lawu Kurang Cocok bagi Pendaki Pemula
A
A
A
KARANGANYAR - Gunung Lawu yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dinilai kurang cocok untuk dinaiki oleh para pendaki pemula. Banyak faktor yang perlu diperhatikan bagi yang ingin mendaki di gunung ini.
Koordinator Pecinta Alam Waras Surakarta Mulato Ishaan mengatakan, Gunung Lawu memiliki karakter yang berbeda dengan gunung-gunung lain yang ada di Indonesia.
Gunung itu, kata dia, memiliki ketinggian sekitar 3.265 meter di atas permukaan laut. Dengan ketinggian seperti itu, butuh waktu yang cukup lama untuk melakukan pendakian.
Dia menyebutkan, untuk pendaki yang sudah mahir dibutuhkan waktu enam sampai delapan jam untuk menuju puncak, dimulai dari Pos Cemoro kandang Karanganyar atau Pos Cemoro Sewu Magetan, Jawa Timur.
Sedangkan untuk pendaki pemula setidaknya dibutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 8-12 jam untuk menuju puncak. Sedangkan turun dari puncak waktu yang diperlukan akan lebih sedikit.
Jalur pendakian yang cukup panjang juga kerap membuat pendaki kelelahan dan kehabisan energi. Dalam kondisi seperti ini biasanya para pendaki akan mengkonsumsi bekal mereka tanpa memikirkan apakah bekal itu cukup hingga dibawa turun.
Selain itu, kondisi udara gunung yang cukup ekstrem hingga di bawah sepuluh derajat celcius juga sangat mudah membuat fisik para pendaki menurun. Bahkan para pendaki bisa terserang sakit dan juga hipotermia karena dinginnya cuaca.
Di sepanjang jalur pendakian banyak sekali percabangan, kondisi itu sangat menyulitkan para pendaki yang masih pemula. Cukup banyak pendaki yang tersesat karena belum hafal medan di jalur pendakian dan keliru mengambil jalur.
Biasanya, kondisi itu terjadi saat para pendaki turun dari puncak. Pada hari-hari biasa, jumlah pendaki di gunung ini tidak terlalu banyak, sehingga cukup menyulitkan jika ada pendaki yang kekurangan bekal atau butuh pertolongan cepat.
Kondisi itu sedikit berbeda dengan Merapi yang setiap hari ada pendaki yang naik ke puncak. "Banyak faktor yang perlu diperhatikan, mulai dari perhitungan bekal logistik, serta peralatan masing-masing pendaki,” katanya, Kamis (30/7/2016).
Dengan kondisi itu, gunung itu kurang cocok untuk pendaki pemula yang masih di bawah umur. Akan tetapi, hal itu bisa disiasati dengan mengandeng pemandu atau para pendaki yang lebih berpengalaman dan tahu medan.
Sehingga, para pendaki pemula itu bisa mengikuti arahan para pendaki yang lebih berpengalaman. “Saya kira tujuh pendaki yang hilang kontak saat mendaki Lawu, pada Sabtu 25 Juli 2015 itu kurang pengalaman dan tidak tahu medan," terangnya.
Dia berharap, ke depannya para orangtua lebih memperhatikan anak-anak mereka saat hendak naik gunung. Orangtua harus melakukan pengawasan demi keselamatan putra-putrinya dan kedepan.
Terpisah, Kepala Basarnas Semarang Agus Haryono mengatakan, ketujuh pendaki yang sebelumnya hilang kontak adalah Abdul (8), Sasi (11), Refi (18), Maya (18), Rizai (18), Puput (18), dan Gabriel (18).
Mereka ditemukan oleh tim pencari di Sendang Drajat dengan jarak sekitar satu kilometer dari puncak. Mereka ditemukan pada Rabu 29 Juli 2015 sore, sekitar pukul 16.30 WIB, atau empat hari setelah mereka mulai mendaki gunung itu.
Koordinator Pecinta Alam Waras Surakarta Mulato Ishaan mengatakan, Gunung Lawu memiliki karakter yang berbeda dengan gunung-gunung lain yang ada di Indonesia.
Gunung itu, kata dia, memiliki ketinggian sekitar 3.265 meter di atas permukaan laut. Dengan ketinggian seperti itu, butuh waktu yang cukup lama untuk melakukan pendakian.
Dia menyebutkan, untuk pendaki yang sudah mahir dibutuhkan waktu enam sampai delapan jam untuk menuju puncak, dimulai dari Pos Cemoro kandang Karanganyar atau Pos Cemoro Sewu Magetan, Jawa Timur.
Sedangkan untuk pendaki pemula setidaknya dibutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 8-12 jam untuk menuju puncak. Sedangkan turun dari puncak waktu yang diperlukan akan lebih sedikit.
Jalur pendakian yang cukup panjang juga kerap membuat pendaki kelelahan dan kehabisan energi. Dalam kondisi seperti ini biasanya para pendaki akan mengkonsumsi bekal mereka tanpa memikirkan apakah bekal itu cukup hingga dibawa turun.
Selain itu, kondisi udara gunung yang cukup ekstrem hingga di bawah sepuluh derajat celcius juga sangat mudah membuat fisik para pendaki menurun. Bahkan para pendaki bisa terserang sakit dan juga hipotermia karena dinginnya cuaca.
Di sepanjang jalur pendakian banyak sekali percabangan, kondisi itu sangat menyulitkan para pendaki yang masih pemula. Cukup banyak pendaki yang tersesat karena belum hafal medan di jalur pendakian dan keliru mengambil jalur.
Biasanya, kondisi itu terjadi saat para pendaki turun dari puncak. Pada hari-hari biasa, jumlah pendaki di gunung ini tidak terlalu banyak, sehingga cukup menyulitkan jika ada pendaki yang kekurangan bekal atau butuh pertolongan cepat.
Kondisi itu sedikit berbeda dengan Merapi yang setiap hari ada pendaki yang naik ke puncak. "Banyak faktor yang perlu diperhatikan, mulai dari perhitungan bekal logistik, serta peralatan masing-masing pendaki,” katanya, Kamis (30/7/2016).
Dengan kondisi itu, gunung itu kurang cocok untuk pendaki pemula yang masih di bawah umur. Akan tetapi, hal itu bisa disiasati dengan mengandeng pemandu atau para pendaki yang lebih berpengalaman dan tahu medan.
Sehingga, para pendaki pemula itu bisa mengikuti arahan para pendaki yang lebih berpengalaman. “Saya kira tujuh pendaki yang hilang kontak saat mendaki Lawu, pada Sabtu 25 Juli 2015 itu kurang pengalaman dan tidak tahu medan," terangnya.
Dia berharap, ke depannya para orangtua lebih memperhatikan anak-anak mereka saat hendak naik gunung. Orangtua harus melakukan pengawasan demi keselamatan putra-putrinya dan kedepan.
Terpisah, Kepala Basarnas Semarang Agus Haryono mengatakan, ketujuh pendaki yang sebelumnya hilang kontak adalah Abdul (8), Sasi (11), Refi (18), Maya (18), Rizai (18), Puput (18), dan Gabriel (18).
Mereka ditemukan oleh tim pencari di Sendang Drajat dengan jarak sekitar satu kilometer dari puncak. Mereka ditemukan pada Rabu 29 Juli 2015 sore, sekitar pukul 16.30 WIB, atau empat hari setelah mereka mulai mendaki gunung itu.
(san)