Pemprov Siapkan Rp50 Miliar Dana Bencana
A
A
A
BANDUNG - Pemerintah Provin si Jawa Barat siap mencairkan dana bencana sebesar Rp50 miliar untuk mengatasi dam pak kekeringan yang meng an cam 10.000 hektare lahan pertanian. Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar mengatakan, Pemprov Jabar sudah menganggarkan ang garan bencana sebesar Rp50 miliar.
“Ya, Rp50 miliar itu untuk semua bencana dari pemprov. Gak tau tuh, untuk kekeringan berapa. Kalau kurang dai APBD per ubahan bisa juga dimasukan,” ujar Deddy Mizwar di Dinas Perkebunan Jabar, kemarin. Namun kata dia, untuk men cairkan anggaran tersebut harus melalui sejumlah prosedur.
Menurut dia, dana bencana tersebut bisa dicairkan jika situasi nya sudah darurat. “Ter gan tung kebutuhan kalau besaran bantuannya. Kabupaten Bandung, banjirya darurat baru turun,” katanya. Deddy mengungkapkan, saat ini di Jabar sebanyak 49.000 hektare lahan sudah me ngalami kekeringan.
Po tensi kekeringan di Jabar men capai 60.000 hektare. “Saya me ng imbau masyarakat siap-siap aja dan berdoa,” katanya. Selain itu, kata dia, masyarakat juga harus mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran di musim kemarau ini. Dalam waktu dekat, Pemprov Jabar pun akan menggelar rakor dengan semua daerah. Menurut Deddy, kekeringan pun berpengaruh pada sektor perkebunan.
Jadi, ke kering an pun harus diatasi dengan ber bagai upaya. “Kami lakukan sesuai kondisi daerah masing-masing tapi yang penting kan koor dinasi,” katanya. Termasuk, kata dia, persediaan air bersih untuk minum harus diperhatikan bukan hanya memperhatikan pertanian saja.
Disinggung mengenai hujan buatan, Deddy menilai belum akan dilakukan. Karena, saat ini masih diupayakan dengan istisqo. “Jabar kan luas sekali nanti bingung di daerah mana dibuat hujan buatannya kan karena luas,” katanya Perkebunan menjadi sektor strategis yang mesti dijaga dari ancaman kekeringan.
Pasal nya, hampir 2/3 wilayah Jabar merupakan kebun. Bahkan se kitar 10.000 hektar lahan perke bunan di Jawa Barat terancam mengalami kekeringan akibat kemarau panjang yang terjadi saat ini. Kepala Dinas Perkebunan Jawa Barat Arief Santosa meng akui ada sekitar 10.000 hektare lahan perkebunan yang ter an cam kekeringan.
“Kebanyakan itu ada di wila yah Jabar selatan, seperti Garut, Ciamis, Cianjur, Suka bumi,” ujarnya. Menurutnya, kekeringan tersebut tentunya sangat berpe ngaruh terhadap jumlah pro duksi teh di Jawa Barat. Rata rata produksi mengalami penu run an 10-15% perhektarnya. “Biasanya pada kondisi normal itu produksinya bisa mencapau 1,5 ton per hektare, tapi dengan kondisi ini turun menjadi 1,2 ton perhektare.
Ada penurunan produk tivitas,” katanya. Sementara itu, prakirawan BMKG Kota Bandung Susiani memperkirakan musim kemarau yang melanda Provinsi Jawa Barat secara umum akan berakhir hingga awal Desember men datang. “Memang di wila yah Jabar ini sudah me masuki musim kemarau dan diperkirakan akan berakhir sampai akhir September nanti.
Tapi secara umum bisa juga ber akhir awal Desember nanti, karena ada gangguan elnino yang mem pengaruhi musim kemarau sekarang,” ujar Susi. Untuk wilayah Jabar bagian selatan, lanjut Susi nampaknya musim kemarau yang terjadi akan lebih dulu berakhir. “Semen tara bagian Jabar bagian utara diperkirakan akan berakhir paling lama, sebab suhu yang terjadi di setiap bagian daerah jelas memiliki perbeda an,” tuturnya.
Meski begitu, dari data yang dimilikinya, musim kemarau yang melanda Jabar saat ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat suhu udara yang terjadi masih terbilang dalam taraf nor mal. “Kalau di Bandung, selama ini dalam kondisi normal ter masuk daerah lain pada umumnya. Hanya, yang menjadi kekhawatiran sebagian orang mungkin kesedian air yang mulai berkurang,” katanya.
Wajar saja kesedian air di wilayah Jabar ini mulai menipis. Selain sudah cukup lama tidak diguyur hujan, keter batasan daya serap di setiap daerah mu lai berkurang. “Hutan yang berkurang, dan banyaknya ba ngun an seperti gedunggedung dan perumahan membuat daya serapan air semakin berkurang.
Jadi saat memasuki musim kemarau, air yang tersimpan di tanah tidak bisa ditampung lebih banyak, sehingga menyebabkan keku rang annya persedian air,” pungkasnya.
Yugi Prasetyo/ Muhammad Ginanjar
“Ya, Rp50 miliar itu untuk semua bencana dari pemprov. Gak tau tuh, untuk kekeringan berapa. Kalau kurang dai APBD per ubahan bisa juga dimasukan,” ujar Deddy Mizwar di Dinas Perkebunan Jabar, kemarin. Namun kata dia, untuk men cairkan anggaran tersebut harus melalui sejumlah prosedur.
Menurut dia, dana bencana tersebut bisa dicairkan jika situasi nya sudah darurat. “Ter gan tung kebutuhan kalau besaran bantuannya. Kabupaten Bandung, banjirya darurat baru turun,” katanya. Deddy mengungkapkan, saat ini di Jabar sebanyak 49.000 hektare lahan sudah me ngalami kekeringan.
Po tensi kekeringan di Jabar men capai 60.000 hektare. “Saya me ng imbau masyarakat siap-siap aja dan berdoa,” katanya. Selain itu, kata dia, masyarakat juga harus mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran di musim kemarau ini. Dalam waktu dekat, Pemprov Jabar pun akan menggelar rakor dengan semua daerah. Menurut Deddy, kekeringan pun berpengaruh pada sektor perkebunan.
Jadi, ke kering an pun harus diatasi dengan ber bagai upaya. “Kami lakukan sesuai kondisi daerah masing-masing tapi yang penting kan koor dinasi,” katanya. Termasuk, kata dia, persediaan air bersih untuk minum harus diperhatikan bukan hanya memperhatikan pertanian saja.
Disinggung mengenai hujan buatan, Deddy menilai belum akan dilakukan. Karena, saat ini masih diupayakan dengan istisqo. “Jabar kan luas sekali nanti bingung di daerah mana dibuat hujan buatannya kan karena luas,” katanya Perkebunan menjadi sektor strategis yang mesti dijaga dari ancaman kekeringan.
Pasal nya, hampir 2/3 wilayah Jabar merupakan kebun. Bahkan se kitar 10.000 hektar lahan perke bunan di Jawa Barat terancam mengalami kekeringan akibat kemarau panjang yang terjadi saat ini. Kepala Dinas Perkebunan Jawa Barat Arief Santosa meng akui ada sekitar 10.000 hektare lahan perkebunan yang ter an cam kekeringan.
“Kebanyakan itu ada di wila yah Jabar selatan, seperti Garut, Ciamis, Cianjur, Suka bumi,” ujarnya. Menurutnya, kekeringan tersebut tentunya sangat berpe ngaruh terhadap jumlah pro duksi teh di Jawa Barat. Rata rata produksi mengalami penu run an 10-15% perhektarnya. “Biasanya pada kondisi normal itu produksinya bisa mencapau 1,5 ton per hektare, tapi dengan kondisi ini turun menjadi 1,2 ton perhektare.
Ada penurunan produk tivitas,” katanya. Sementara itu, prakirawan BMKG Kota Bandung Susiani memperkirakan musim kemarau yang melanda Provinsi Jawa Barat secara umum akan berakhir hingga awal Desember men datang. “Memang di wila yah Jabar ini sudah me masuki musim kemarau dan diperkirakan akan berakhir sampai akhir September nanti.
Tapi secara umum bisa juga ber akhir awal Desember nanti, karena ada gangguan elnino yang mem pengaruhi musim kemarau sekarang,” ujar Susi. Untuk wilayah Jabar bagian selatan, lanjut Susi nampaknya musim kemarau yang terjadi akan lebih dulu berakhir. “Semen tara bagian Jabar bagian utara diperkirakan akan berakhir paling lama, sebab suhu yang terjadi di setiap bagian daerah jelas memiliki perbeda an,” tuturnya.
Meski begitu, dari data yang dimilikinya, musim kemarau yang melanda Jabar saat ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat suhu udara yang terjadi masih terbilang dalam taraf nor mal. “Kalau di Bandung, selama ini dalam kondisi normal ter masuk daerah lain pada umumnya. Hanya, yang menjadi kekhawatiran sebagian orang mungkin kesedian air yang mulai berkurang,” katanya.
Wajar saja kesedian air di wilayah Jabar ini mulai menipis. Selain sudah cukup lama tidak diguyur hujan, keter batasan daya serap di setiap daerah mu lai berkurang. “Hutan yang berkurang, dan banyaknya ba ngun an seperti gedunggedung dan perumahan membuat daya serapan air semakin berkurang.
Jadi saat memasuki musim kemarau, air yang tersimpan di tanah tidak bisa ditampung lebih banyak, sehingga menyebabkan keku rang annya persedian air,” pungkasnya.
Yugi Prasetyo/ Muhammad Ginanjar
(bbg)