Banyak Pamsinmas Terbengkalai
A
A
A
BANTUL - Berbagai instalasi Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang tersebar di sejumlah desa di Kabupaten Bantul tak berperan maksimal, bahkan cenderung tak berfungsi.
Kurang maksimalnya pengelolaan Pansimas yang dilakukan masyarakat setempat, mengakibatkan pasokan air bersih tak seperti yang diharapkan. Pelaksana Harian Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dwi Daryanto mengakui, masih banyak instalasi Pamsinmas di wilayahnya yang mengalami kendala teknis ataupun nonteknis dalam pengoperasiannya. Minimnya da na operasional mengakibatkan pengelolaan Pansimas berjalan seadanya.
“Biaya perawatan dan pe ngadaan alat cukup besar, tak sebanding dengan pemasukan dari iuran,” tuturnya, kemarin. Dwi mengatakan, pengelolaan Pansimas memang diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Melalui swadaya masyarakat, Pansimas tersebut dikelola sehingga segala kekurangan dan kelebihan yang menanggung masyarakat. Hanya hal tersebut justru menjadi bumerang bagi mereka karena tak mampu menutup biaya operasional. Dwi mengakui, banyak peralatan Pansimas yang diserahkan kepada masyarakat kini rusak dan terbengkalai tak bisa dimanfaatkan.
Masyarakat sendiri dilema karena tidak mam pu menutupi biaya perbaikan alat-alat tersebut. Terlebih untuk pengadaan peralatan yang baru, masyarakat setempat tidak akan mampu karena harganya mahal. “Satu unit bisa ratusan juta,” ungkapnya.
Selama ini pengelola Pamsinmas hanya mendapatkan pemasukan dari retribusi yang didapat dari para pengguna air itu. Namun, karena milik masya ra kat dan untuk masyarakat, maka biaya retribusi yang di bebankan juga kecil, tak seperti retribusi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Akibat nya, pemasukan mereka dari retribusi pengguna air juga kecil. Pemerintah tak bisa berbuat banyak terkait dengan masih banyak Pamsinmas yang terbengkalai tersebut.
Suwarno, warga Dusun Karang asem, Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong mengungkap kan, Pamsinmas di desanya mengalami kerusakan beberapa pekan menjelang bulan Ramadan lalu. Pompa air yang digunakan rusak dan pipa instalasinya jatuh ke dasar sumur dengan kedalaman 120 meter. Masyarakat tidak berdaya memperbaiki dan membeli peralatan baru.
Erfanto linangkung
Kurang maksimalnya pengelolaan Pansimas yang dilakukan masyarakat setempat, mengakibatkan pasokan air bersih tak seperti yang diharapkan. Pelaksana Harian Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dwi Daryanto mengakui, masih banyak instalasi Pamsinmas di wilayahnya yang mengalami kendala teknis ataupun nonteknis dalam pengoperasiannya. Minimnya da na operasional mengakibatkan pengelolaan Pansimas berjalan seadanya.
“Biaya perawatan dan pe ngadaan alat cukup besar, tak sebanding dengan pemasukan dari iuran,” tuturnya, kemarin. Dwi mengatakan, pengelolaan Pansimas memang diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Melalui swadaya masyarakat, Pansimas tersebut dikelola sehingga segala kekurangan dan kelebihan yang menanggung masyarakat. Hanya hal tersebut justru menjadi bumerang bagi mereka karena tak mampu menutup biaya operasional. Dwi mengakui, banyak peralatan Pansimas yang diserahkan kepada masyarakat kini rusak dan terbengkalai tak bisa dimanfaatkan.
Masyarakat sendiri dilema karena tidak mam pu menutupi biaya perbaikan alat-alat tersebut. Terlebih untuk pengadaan peralatan yang baru, masyarakat setempat tidak akan mampu karena harganya mahal. “Satu unit bisa ratusan juta,” ungkapnya.
Selama ini pengelola Pamsinmas hanya mendapatkan pemasukan dari retribusi yang didapat dari para pengguna air itu. Namun, karena milik masya ra kat dan untuk masyarakat, maka biaya retribusi yang di bebankan juga kecil, tak seperti retribusi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Akibat nya, pemasukan mereka dari retribusi pengguna air juga kecil. Pemerintah tak bisa berbuat banyak terkait dengan masih banyak Pamsinmas yang terbengkalai tersebut.
Suwarno, warga Dusun Karang asem, Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong mengungkap kan, Pamsinmas di desanya mengalami kerusakan beberapa pekan menjelang bulan Ramadan lalu. Pompa air yang digunakan rusak dan pipa instalasinya jatuh ke dasar sumur dengan kedalaman 120 meter. Masyarakat tidak berdaya memperbaiki dan membeli peralatan baru.
Erfanto linangkung
(ars)