Din Syamsudin Minta Polisi Jangan Tutupi Insiden Tolikara
A
A
A
KULON PROGO - Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengecam keras tindakan kekerasan yang terjadi di Tolikara, Papua. Lebih lanjut dia mendesak polisi harus mengusut tuntas kasus ini secara obyektif tanpa ada yang ditutup-tutupi.
"Umat Islam juga harus bisa menahan diri dan tidak perlu melakukan aksi balas dendam," katanya, disela peresmian Klinik Pratama PKU Muhammadiyah DIY Unit Wates, Rabu (23/7/2015).
Menurut Din, insiden yang terjadi di Tolikara layak disebut tindakan ekstrimis. Hal ini harus dikecam keras oleh semua umat beragama di Indonesia. Kejadian itupun menjadi bukti masih adanya intoleransi dalam kehidupan umat beragama.
“Atas nama Ketua PP Muhammadiyah maupun MUI, saya mengecam keras tindak kekerasan di sana,” jelas Din,
Walaupun terdengar ada yang gunakan istilah terorisme, yang jelas kekerasan menggunakan agama harus dilihat secara obyektif. Tidak perlu menutup-nutupi termasuk menggunakan penghalusan.
Menurutnya, tidak perlu menggunakan istilah kerusuhan karena kerusuhan melibatkan dua kelompok. Tetapi kejadian itu murni kekerasan dan perusakan tempat ibadah berupa masjid Baitul Muttaqin sesuai papan nama yang ada.
“Kok sekarang media massa hanya sebutkan musala karena ukurannya kecil. Itu juga bukan dirusak tetapi akibat kebakaran kios,” sindirnya.
Dia menambahkan, insiden Tolikara harus dilihat secara obyektif dan diterima apa adanya. Apalagi ada surat yang mengatasnamakan organisasi dan dilakukan oleh lembaga keagamaan. Sehingga, kasus tersebut jangan disebut sebagai oknum orang per orang saja.
Din sendiri memberikan apresiasi kepada Gereja Injili Indonesia yang telah meminta maaf atas kejadian itu. Umat Islam harus bisa memberikan maaf, apalagi saat ini tengah merayakan Hari Raya idul Fitri.
“Marilah semua umat bisa bersama menangani masalah intoleransi ini,” jelasnya.
Menurutnya, polisi harus mengusut tuntas sesuai dengan norma hokum yang berlaku. Polisi harus tegas dan tidak berlama-lama dalam menangani masalah tersebut. Kerap begitu muncul kasus, Kabareskrim langsung bertindak dan menetapkan tersangka.
"Tetapi kenapa dalam kasus ini juga lama. Kepada Umat Islam, saya meminta untuk menahan diri. Tidak perlu ada aksi balas dendam dengan merusak gereja," jelasnya.
Din sendiri tidak menutup kemungkinan adanya pihak ketiga yang merekayasa kedamaian di Negara ini. Apalagi ada kepentingan politik untuk menguji Presiden Jokowi ataupun Kepala BIN.
Untuk itu, kepada pihak yang terlibat agar menghentikan karena bisa menghancurkan Bangsa. Papua sudah lama diincar Negara asing, termasuk Negara tetangga yang mendukung kelompok separatis.
"Umat Islam juga harus bisa menahan diri dan tidak perlu melakukan aksi balas dendam," katanya, disela peresmian Klinik Pratama PKU Muhammadiyah DIY Unit Wates, Rabu (23/7/2015).
Menurut Din, insiden yang terjadi di Tolikara layak disebut tindakan ekstrimis. Hal ini harus dikecam keras oleh semua umat beragama di Indonesia. Kejadian itupun menjadi bukti masih adanya intoleransi dalam kehidupan umat beragama.
“Atas nama Ketua PP Muhammadiyah maupun MUI, saya mengecam keras tindak kekerasan di sana,” jelas Din,
Walaupun terdengar ada yang gunakan istilah terorisme, yang jelas kekerasan menggunakan agama harus dilihat secara obyektif. Tidak perlu menutup-nutupi termasuk menggunakan penghalusan.
Menurutnya, tidak perlu menggunakan istilah kerusuhan karena kerusuhan melibatkan dua kelompok. Tetapi kejadian itu murni kekerasan dan perusakan tempat ibadah berupa masjid Baitul Muttaqin sesuai papan nama yang ada.
“Kok sekarang media massa hanya sebutkan musala karena ukurannya kecil. Itu juga bukan dirusak tetapi akibat kebakaran kios,” sindirnya.
Dia menambahkan, insiden Tolikara harus dilihat secara obyektif dan diterima apa adanya. Apalagi ada surat yang mengatasnamakan organisasi dan dilakukan oleh lembaga keagamaan. Sehingga, kasus tersebut jangan disebut sebagai oknum orang per orang saja.
Din sendiri memberikan apresiasi kepada Gereja Injili Indonesia yang telah meminta maaf atas kejadian itu. Umat Islam harus bisa memberikan maaf, apalagi saat ini tengah merayakan Hari Raya idul Fitri.
“Marilah semua umat bisa bersama menangani masalah intoleransi ini,” jelasnya.
Menurutnya, polisi harus mengusut tuntas sesuai dengan norma hokum yang berlaku. Polisi harus tegas dan tidak berlama-lama dalam menangani masalah tersebut. Kerap begitu muncul kasus, Kabareskrim langsung bertindak dan menetapkan tersangka.
"Tetapi kenapa dalam kasus ini juga lama. Kepada Umat Islam, saya meminta untuk menahan diri. Tidak perlu ada aksi balas dendam dengan merusak gereja," jelasnya.
Din sendiri tidak menutup kemungkinan adanya pihak ketiga yang merekayasa kedamaian di Negara ini. Apalagi ada kepentingan politik untuk menguji Presiden Jokowi ataupun Kepala BIN.
Untuk itu, kepada pihak yang terlibat agar menghentikan karena bisa menghancurkan Bangsa. Papua sudah lama diincar Negara asing, termasuk Negara tetangga yang mendukung kelompok separatis.
(san)