Keterlibatan Asing dalam Insiden Tolikara untuk Kemerdekaan Papua
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Syuro Komite Umat untuk Tolikara (Komat Tolikara) Hidayat Nurwahid meminta pemerintah mewaspadai keterlibatan asing dalam insiden di Tolikara.
"Permasalahan yang terjadi di Papua sangat rentan dijadikan sarana keterlibatan pihak asing untuk mengeluarkan Papua dari Indonesia," kata Hidayat, kepada wartawan, Kamis (23/7/2015).
Hidayat menduga, indikasi keterlibatan pihak asing terlihat sebagaimana di media sosial yang ramai dimunculkan, bahwa insiden yang terjadi adalah kesalahan aparat.
"Ada skenario yang dimunculkan di media sosial, bahwa ada penembakan dari aparat dan korbannya adalah warga Papua, lalu dipolitisasi agar Papua merdeka," terangnya.
Mantan wakil ketua MPR ini melanjutkan, insiden ini lalu dijadikan pemicu tuntutan untuk memerdekakan Papua oleh pihak tersebut. Dugaan ini juga terlihat dari adanya petisi yang meminta dukungan PBB meninjau kembali referendum Papua merdeka.
Menurut Hidayat, arahan separatisme ini diduga direncanakan sejak lama sebab ada agenda kegiatan keagamaan lain yang jatuh pada 17 Juli 2015. Padahal, jika ingin mengutamakan toleransi, harusnya kegiataan keagamaan lain dilakukan sebelum atau sesudah Salat Id. Namun kenyataannya, kedua kegiatan keagamaan itu dibenturkan pada jam yang sama.
Dari indikasi-indikasi tersebut, ada aktor intelektual yang mengarahkan supaya terjadi bentrokan. Dengan dalih terjadi konflik di Papua, mereka berusaha menuntut Papua merdeka.
Dia menggaris bawahi, ada bukti dari Tim Pencari Fakta (TPF) Komat yang mendapati banyak gambar bendera Israel di tempat kejadian. Hal itu layak dipertanyakan, karena Indonesia tidak ada hubungan diplomatik dengan Israel.
"Tentu ini ada yang sengaja menciptakan bentrokan yang melibatkan pihak asing untuk mengeluarkan Papua dari Indonesia. Kami harap BIN dan TNI menindaklanjuti hal ini," ungkapnya.
Terpisah, Ketua Harian Komat Tolikara Bachtiar Nasir juga menekankan ada unsur atau atribut yang mengarah pada keterlibatan pihak asing dalam menggangggu kedaulatan NKRI.
Para ulama dan tokoh Islam yang tergabung dalam Komat Tolikara pun mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus intoleransi di Tolikara, Papua, serta menangkap agar aktor intelektual di balik insiden tersebut.
"Kami ingin ada tindakan transparan, karena ini adalah yang pertama kali dalam sejarah Indonesia. Kami juga menuntut dilakukan langkah hukum yang tegas, adil, dan transparan, terhadap aktor dan oknum-oknum yang telah melakukan tindakan radikalisme, separatisme dan teroris," tegasnya.
Bachtiar menegaskan, dengan penuntasan kasus Tolikara ini hingga ke akar-akarnya akan membuktikan bahwa Pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla memang peduli akan keamanan dan kebebasan beribadah bagi seluruh umat di Indonesia.
"Terutama umat Islam. Ini sekaligus bentuk jaminan pemerintah akan kebebasan pelaksanaan beribadah yang diatur dalam UUD 1945," pungkasnya.
"Permasalahan yang terjadi di Papua sangat rentan dijadikan sarana keterlibatan pihak asing untuk mengeluarkan Papua dari Indonesia," kata Hidayat, kepada wartawan, Kamis (23/7/2015).
Hidayat menduga, indikasi keterlibatan pihak asing terlihat sebagaimana di media sosial yang ramai dimunculkan, bahwa insiden yang terjadi adalah kesalahan aparat.
"Ada skenario yang dimunculkan di media sosial, bahwa ada penembakan dari aparat dan korbannya adalah warga Papua, lalu dipolitisasi agar Papua merdeka," terangnya.
Mantan wakil ketua MPR ini melanjutkan, insiden ini lalu dijadikan pemicu tuntutan untuk memerdekakan Papua oleh pihak tersebut. Dugaan ini juga terlihat dari adanya petisi yang meminta dukungan PBB meninjau kembali referendum Papua merdeka.
Menurut Hidayat, arahan separatisme ini diduga direncanakan sejak lama sebab ada agenda kegiatan keagamaan lain yang jatuh pada 17 Juli 2015. Padahal, jika ingin mengutamakan toleransi, harusnya kegiataan keagamaan lain dilakukan sebelum atau sesudah Salat Id. Namun kenyataannya, kedua kegiatan keagamaan itu dibenturkan pada jam yang sama.
Dari indikasi-indikasi tersebut, ada aktor intelektual yang mengarahkan supaya terjadi bentrokan. Dengan dalih terjadi konflik di Papua, mereka berusaha menuntut Papua merdeka.
Dia menggaris bawahi, ada bukti dari Tim Pencari Fakta (TPF) Komat yang mendapati banyak gambar bendera Israel di tempat kejadian. Hal itu layak dipertanyakan, karena Indonesia tidak ada hubungan diplomatik dengan Israel.
"Tentu ini ada yang sengaja menciptakan bentrokan yang melibatkan pihak asing untuk mengeluarkan Papua dari Indonesia. Kami harap BIN dan TNI menindaklanjuti hal ini," ungkapnya.
Terpisah, Ketua Harian Komat Tolikara Bachtiar Nasir juga menekankan ada unsur atau atribut yang mengarah pada keterlibatan pihak asing dalam menggangggu kedaulatan NKRI.
Para ulama dan tokoh Islam yang tergabung dalam Komat Tolikara pun mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus intoleransi di Tolikara, Papua, serta menangkap agar aktor intelektual di balik insiden tersebut.
"Kami ingin ada tindakan transparan, karena ini adalah yang pertama kali dalam sejarah Indonesia. Kami juga menuntut dilakukan langkah hukum yang tegas, adil, dan transparan, terhadap aktor dan oknum-oknum yang telah melakukan tindakan radikalisme, separatisme dan teroris," tegasnya.
Bachtiar menegaskan, dengan penuntasan kasus Tolikara ini hingga ke akar-akarnya akan membuktikan bahwa Pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla memang peduli akan keamanan dan kebebasan beribadah bagi seluruh umat di Indonesia.
"Terutama umat Islam. Ini sekaligus bentuk jaminan pemerintah akan kebebasan pelaksanaan beribadah yang diatur dalam UUD 1945," pungkasnya.
(san)