Tak Hilang Harapan
A
A
A
KERUGIANmateri maupun imateri adalah dampak nyata yang tak bisa dihindari seluruh pelaku sepak bola di Tanah Air, baik klub, pemain, pelatih hingga ofisial tim akibat berhentinya kompetisi.
Terlalu mahal dan sulit diukur untuk mengetahui seberapa besar kerugian akibat tak adanya kompetisi yang dipicu perang dua lembaga yang sejatinya duduk bersama, PSSI dan Kemenpora. Selama hampir tiga bulan kompetisi yang menjadi tempat para pelaku sepak bola mencari nafkah, dan panggung hiburan bagi masyarakat di tengah gejolak sosial, ekonomi dan politik di dalam negeri mengalami penundaan bahkan tak ada kabar kapan akan kembali bergulir.
Imbasnya, mayoritas klub memilih mengistirahatkan skuatnya dengan memutus kontrak pemain, pelatih dan ofisial. Alhasil, para pemain, pelatih hingga ofisial tim tak memiliki kegiatan alias menganggur. Padahal sebelum kompetisi dihentikan, klub sudah jorjoran dengan mendatangkan pemain bintang demi mendapatkan posisi terbaik di akhir kompetisi.
Seperti yang dilakukan Persipasi Bandung Raya. Meski dililit masalah finansial, tapi The Boys Are Backterus berupaya eksis. Seolah tak peduli dengan kerugian, mereka mendatangkan pemain berkelas seperti Yongki Aribowo, Syamsir Alam hingga Ilija Spasojevic sebelum kemudian melepasnya ke Persib Bandung. Bahkan, mereka pun rela berganti identitas demi mendapatkan sokongan dana melimpah dengan hijrah ke Kota Bekasi dan mengganti nama Pelita jadi Persipasi terpaksa.
Tujuannya agar kondisi finansial klub tetap stabil. Namun apa daya, kompetisi yang tak jelas, membuat pasukan Dejan Antonic membubarkan diri, salah satunya melepas Dias Angga Putra dan Ilija Spasojevic ke Persib. Bahkan kabarnya, sang pelatih juga memilih kembali berkarier di Hong Kong lantaran ketidakjelasan kompetisi. Dampak dari suramnya masa depan sepak bola Indonesia, juga dirasakan Persib.
Meski terbilang memiliki manajemen dan keuangan yang sehat, Maung Bandungtidak sanggup menahan beban akibat tak adanya agenda kompetisi domestik. Tepat 15 Mei lalu, para pemain, pelatih hingga ofisial tim diputus kontraknya. Meski begitu, anggota skuat Persib cukup memahami langkah dan sikap manajemen yang memutus kontrak seluruh anggota tim, termasuk dirinya. Sebab tidak adanya kompetisi membuat manajemen melakukan langkah tersebut.
“Kita sangat mengerti karena tidak ada pertandingan yang kita hadapi. Tapi saya sendiri masih belum tahu mau ngapain nih kedepannya. Karena selama ini kegiatan saya hanya di sepak bola,” ujar Djadjang Nurdjaman. Djanur pun tak memiliki pilihan lain selain membebaskan mantan para pemainnya berlaga di liga antarkampung (tarkam). Hal itu sebagai usaha pemain agar asap dapur tetap mengepul.
“Mungkin, menurut saya agar kerugian tidak terlalu berdampak besar, kita bisa menjalani sebuah turnamen. Karena dengan turnamen itu juga, bisa jadi menjadi salah satu upaya persiapan kita sebelum menghadapi kompetisi,” harapnya. Cukup besar dampak yang dirasakan Djanur setelah kompetisi dihentikan. Pendapatan jelas berkurang lantaran tidak ada kegiatan yang dilakukan. “Sekarang lagi mencoba usaha koskosan di Cibiru. Tapi memang hasilnya tidak sebesar seperti di sepak bola,” ungkapnya.
Dengan begitu, pelatih kelahiran Sumedang ini berharap agar konflik yang terjadi di sepak bola Tanah Air segera terselesaikan. Sehingga para pelaku sepak bola dapat kembali menjalankan rutinitasnya seperti semula. “Harapan selalu ada. Mau gimanalagi,” katanya. Hal senada diungkapkan Manajer Persib, Umuh Muchtar.
Tak ada kegiatan menjadikan pria yang akrab disapa Pak Haji ini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Bosan, sudah pasti. Karena kebiasaannya menemani tim di lapangan sudah jadi bagian hidupnya. “Tapi ada sisi positifnya. Saya bisa beristirahat dan lama-lama sama keluarga. Yang saya khawatirkan pemain. Mereka nampaknya belum siap setelah tidak ada kegiatan,” kata Umuh.
Tidak ada pilihan lagi bagi Umuh, agar kedua belah pihak seperti Menpora dan PSSI segera berdamai. Agar kondisi persepak bolaan tanah air dapat berjalan seperti sedia kala. “Ya, duduk bersama lah. Cari solusinya. Kasihan mereka yang sudah dirugikan. Beruntung kalau ada yang sudah punya bisnis. Sedangkan yang belum memiliki pekerjaan, apa yang mau mereka kerjakan?” pungkasnya.
muhammad ginanjar
Terlalu mahal dan sulit diukur untuk mengetahui seberapa besar kerugian akibat tak adanya kompetisi yang dipicu perang dua lembaga yang sejatinya duduk bersama, PSSI dan Kemenpora. Selama hampir tiga bulan kompetisi yang menjadi tempat para pelaku sepak bola mencari nafkah, dan panggung hiburan bagi masyarakat di tengah gejolak sosial, ekonomi dan politik di dalam negeri mengalami penundaan bahkan tak ada kabar kapan akan kembali bergulir.
Imbasnya, mayoritas klub memilih mengistirahatkan skuatnya dengan memutus kontrak pemain, pelatih dan ofisial. Alhasil, para pemain, pelatih hingga ofisial tim tak memiliki kegiatan alias menganggur. Padahal sebelum kompetisi dihentikan, klub sudah jorjoran dengan mendatangkan pemain bintang demi mendapatkan posisi terbaik di akhir kompetisi.
Seperti yang dilakukan Persipasi Bandung Raya. Meski dililit masalah finansial, tapi The Boys Are Backterus berupaya eksis. Seolah tak peduli dengan kerugian, mereka mendatangkan pemain berkelas seperti Yongki Aribowo, Syamsir Alam hingga Ilija Spasojevic sebelum kemudian melepasnya ke Persib Bandung. Bahkan, mereka pun rela berganti identitas demi mendapatkan sokongan dana melimpah dengan hijrah ke Kota Bekasi dan mengganti nama Pelita jadi Persipasi terpaksa.
Tujuannya agar kondisi finansial klub tetap stabil. Namun apa daya, kompetisi yang tak jelas, membuat pasukan Dejan Antonic membubarkan diri, salah satunya melepas Dias Angga Putra dan Ilija Spasojevic ke Persib. Bahkan kabarnya, sang pelatih juga memilih kembali berkarier di Hong Kong lantaran ketidakjelasan kompetisi. Dampak dari suramnya masa depan sepak bola Indonesia, juga dirasakan Persib.
Meski terbilang memiliki manajemen dan keuangan yang sehat, Maung Bandungtidak sanggup menahan beban akibat tak adanya agenda kompetisi domestik. Tepat 15 Mei lalu, para pemain, pelatih hingga ofisial tim diputus kontraknya. Meski begitu, anggota skuat Persib cukup memahami langkah dan sikap manajemen yang memutus kontrak seluruh anggota tim, termasuk dirinya. Sebab tidak adanya kompetisi membuat manajemen melakukan langkah tersebut.
“Kita sangat mengerti karena tidak ada pertandingan yang kita hadapi. Tapi saya sendiri masih belum tahu mau ngapain nih kedepannya. Karena selama ini kegiatan saya hanya di sepak bola,” ujar Djadjang Nurdjaman. Djanur pun tak memiliki pilihan lain selain membebaskan mantan para pemainnya berlaga di liga antarkampung (tarkam). Hal itu sebagai usaha pemain agar asap dapur tetap mengepul.
“Mungkin, menurut saya agar kerugian tidak terlalu berdampak besar, kita bisa menjalani sebuah turnamen. Karena dengan turnamen itu juga, bisa jadi menjadi salah satu upaya persiapan kita sebelum menghadapi kompetisi,” harapnya. Cukup besar dampak yang dirasakan Djanur setelah kompetisi dihentikan. Pendapatan jelas berkurang lantaran tidak ada kegiatan yang dilakukan. “Sekarang lagi mencoba usaha koskosan di Cibiru. Tapi memang hasilnya tidak sebesar seperti di sepak bola,” ungkapnya.
Dengan begitu, pelatih kelahiran Sumedang ini berharap agar konflik yang terjadi di sepak bola Tanah Air segera terselesaikan. Sehingga para pelaku sepak bola dapat kembali menjalankan rutinitasnya seperti semula. “Harapan selalu ada. Mau gimanalagi,” katanya. Hal senada diungkapkan Manajer Persib, Umuh Muchtar.
Tak ada kegiatan menjadikan pria yang akrab disapa Pak Haji ini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Bosan, sudah pasti. Karena kebiasaannya menemani tim di lapangan sudah jadi bagian hidupnya. “Tapi ada sisi positifnya. Saya bisa beristirahat dan lama-lama sama keluarga. Yang saya khawatirkan pemain. Mereka nampaknya belum siap setelah tidak ada kegiatan,” kata Umuh.
Tidak ada pilihan lagi bagi Umuh, agar kedua belah pihak seperti Menpora dan PSSI segera berdamai. Agar kondisi persepak bolaan tanah air dapat berjalan seperti sedia kala. “Ya, duduk bersama lah. Cari solusinya. Kasihan mereka yang sudah dirugikan. Beruntung kalau ada yang sudah punya bisnis. Sedangkan yang belum memiliki pekerjaan, apa yang mau mereka kerjakan?” pungkasnya.
muhammad ginanjar
(ars)