Syekh Hasan Tafsir, Penyebar Islam di Lereng Gunung Lawu
A
A
A
PROSES penyebaran agama Islam di Kabupatan Karanganyar tidak lepas dari peran Syekh Hasan Tafsir. Pria yang menurut cerita berasal dari Jawa Timur itu merupakan salah satu pionir dalam proses penyebaran agama Islam di wilayah Lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar.
Keturunan generasi keempat dari Syekh Hasan Tafsir, Sariman Abdul Aziz, mengatakan, kiai tersebut tiba di wilayah Karanganyar sekitar tahun 1800-an. Menurutnya, tidak ada yang tahu secara pasti kapan sang pemuka agama itu tiba di Karanganyar. Namun, pada masa itu kakek buyutnya datang untuk menyebarkan agama Islam di Lereng Gunung Lawu.
Semasa melakukan penyebaran agama Islam, Syekh Hasan Tafsir menetap di Dusun Sintru, Kelurahan Doplang, Kecamatan Karangpandan. Lokasi itu hanya berjarak beberapa kilometer dari puncak gunung yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut.
Saat menetap di sana, ulama itu mendirikan sebuah masjid di Dusun Sintru. Masjid itu didirikan untuk menarik perhatian para warga sekitar agar mau datang belajar agama serta menjalankan ibadah salat lima waktu.
Upaya mendirikan masjid yang dilakukan cukup berhasil dan mampu membawa masyarakat yang tadinya buta tentang agama menjadi mengerti dan mau masuk serta menjalankan ibadah sesuai ajaran agama Islam.
Lama-kelamaan, jumlah orang yang mengaji di masjid tersebut semakin banyak dan akhirnya sang ulama mendirikan sebuah pesantren, tidak jauh dari lokasi masjid. Pesantren yang didirikan itu berkembang pesat. Jumlah santrinya juga cukup banyak, berasal dari berbagai lokasi di wilayah Karangpandan dan sekitarnya.
Banyak santri dari Syekh Hasan Tafsir yang kemudian menjadi pemuka agama di daerah asal mereka masing-masing. Ada juga yang menjadi guru ngaji di sekitar Karangpandan, lalu menurunkan ilmu agama kepada para santri dan masyarakat.
"Santrinya banyak, ilmu yang ditinggalkan juga sangat banyak seperti kitab-kitab gundul yang bertuliskan tangan," ucapnya.
Setelah sukses menurunkan ilmu agama kepada masyarakat di Karanganyar, langkah syiar sang kiai akhirnya terhenti pada tahun 1911. Dia tutup usia dan dimakamkan di sebuah makam di Dusun Sintru Desa Doplang.
Usia meninggalnya Syekh Hasan, kata Sariman, juga tidak banyak yang tahu. Apalagi, saat ini generasi kedua dan generasi ketiga keturunan sang kiai juga sudah tidak ada. Sehingga, keturunan generasi keempat tidak mendapatkan cerita yang rinci mengenai usia sang ulama.
Setelah Syeh Hasan Tafsir meninggal, pesantren yang didirikan tersebut akhirnya mulai sepi dan ditinggalkan para santirnya. Para santri lebih memilih untuk mengembangkan agama di wilayahnya masing-masing.
Tidak hanya itu, masjid dari kayu yang dahulu didirikan juga sudah dipindahkan ke tempat lain. Sebagai gantinya, warga kemudian membangun masjid baru pada sekitar Tahun 1960-an.
"Setelah sukses dan si Mbah meninggal dunia, para santri meninggalkan pesantren, sedangkan keturunannya tidak ada yang bisa meneruskan pesantrennya," ucapnya.
Kepala Desa Doplang Surono mengatakan, peran Syekh Hasan Tafsir memang cukup kuat dalam penyebaran agama. Dari cerita yang didapatkannya, sang kiai datang saat masyarakat tidak mengerti agama Islam. Kemudian, dengan pendekatan yang baik dan humanis, masyarakat berbondong-bondong masuk Islam.
Setelah itu, banyak pemuka agama yang muncul di wilayah Karangpandan. Sebagian besar pemuka agama itu belajar dari Syekh Hasan Tafsir yang kemudian terus diturunkan hingga saat ini.
"Orang yang bisa menerjemahkan Alquran itu dahulu ya Syekh Hasan itu, yang lain hanya bisa ngaji namun belum bisa mengartikan," ucapnya.
PILIHAN:
Syekh Yusuf, Pendakwah Lintas Benua Asal Gowa
Keturunan generasi keempat dari Syekh Hasan Tafsir, Sariman Abdul Aziz, mengatakan, kiai tersebut tiba di wilayah Karanganyar sekitar tahun 1800-an. Menurutnya, tidak ada yang tahu secara pasti kapan sang pemuka agama itu tiba di Karanganyar. Namun, pada masa itu kakek buyutnya datang untuk menyebarkan agama Islam di Lereng Gunung Lawu.
Semasa melakukan penyebaran agama Islam, Syekh Hasan Tafsir menetap di Dusun Sintru, Kelurahan Doplang, Kecamatan Karangpandan. Lokasi itu hanya berjarak beberapa kilometer dari puncak gunung yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut.
Saat menetap di sana, ulama itu mendirikan sebuah masjid di Dusun Sintru. Masjid itu didirikan untuk menarik perhatian para warga sekitar agar mau datang belajar agama serta menjalankan ibadah salat lima waktu.
Upaya mendirikan masjid yang dilakukan cukup berhasil dan mampu membawa masyarakat yang tadinya buta tentang agama menjadi mengerti dan mau masuk serta menjalankan ibadah sesuai ajaran agama Islam.
Lama-kelamaan, jumlah orang yang mengaji di masjid tersebut semakin banyak dan akhirnya sang ulama mendirikan sebuah pesantren, tidak jauh dari lokasi masjid. Pesantren yang didirikan itu berkembang pesat. Jumlah santrinya juga cukup banyak, berasal dari berbagai lokasi di wilayah Karangpandan dan sekitarnya.
Banyak santri dari Syekh Hasan Tafsir yang kemudian menjadi pemuka agama di daerah asal mereka masing-masing. Ada juga yang menjadi guru ngaji di sekitar Karangpandan, lalu menurunkan ilmu agama kepada para santri dan masyarakat.
"Santrinya banyak, ilmu yang ditinggalkan juga sangat banyak seperti kitab-kitab gundul yang bertuliskan tangan," ucapnya.
Setelah sukses menurunkan ilmu agama kepada masyarakat di Karanganyar, langkah syiar sang kiai akhirnya terhenti pada tahun 1911. Dia tutup usia dan dimakamkan di sebuah makam di Dusun Sintru Desa Doplang.
Usia meninggalnya Syekh Hasan, kata Sariman, juga tidak banyak yang tahu. Apalagi, saat ini generasi kedua dan generasi ketiga keturunan sang kiai juga sudah tidak ada. Sehingga, keturunan generasi keempat tidak mendapatkan cerita yang rinci mengenai usia sang ulama.
Setelah Syeh Hasan Tafsir meninggal, pesantren yang didirikan tersebut akhirnya mulai sepi dan ditinggalkan para santirnya. Para santri lebih memilih untuk mengembangkan agama di wilayahnya masing-masing.
Tidak hanya itu, masjid dari kayu yang dahulu didirikan juga sudah dipindahkan ke tempat lain. Sebagai gantinya, warga kemudian membangun masjid baru pada sekitar Tahun 1960-an.
"Setelah sukses dan si Mbah meninggal dunia, para santri meninggalkan pesantren, sedangkan keturunannya tidak ada yang bisa meneruskan pesantrennya," ucapnya.
Kepala Desa Doplang Surono mengatakan, peran Syekh Hasan Tafsir memang cukup kuat dalam penyebaran agama. Dari cerita yang didapatkannya, sang kiai datang saat masyarakat tidak mengerti agama Islam. Kemudian, dengan pendekatan yang baik dan humanis, masyarakat berbondong-bondong masuk Islam.
Setelah itu, banyak pemuka agama yang muncul di wilayah Karangpandan. Sebagian besar pemuka agama itu belajar dari Syekh Hasan Tafsir yang kemudian terus diturunkan hingga saat ini.
"Orang yang bisa menerjemahkan Alquran itu dahulu ya Syekh Hasan itu, yang lain hanya bisa ngaji namun belum bisa mengartikan," ucapnya.
PILIHAN:
Syekh Yusuf, Pendakwah Lintas Benua Asal Gowa
(zik)