Bangkit di Tengah Lambatnya Regenerasi
A
A
A
SEJAK era 1970’an, seiring dengan kemunculan dan eksistensi Iie Sumirat Jabar mulai dikenal sebagai salah satu penyumbang pebulutangkis andal di Tanah Air.
Prestasi yang ditorehkan pun sangat membanggakan, rata-rata di antara putra Pasundan ini mampu memberikan sumbangsih besar terhadap perkembangan dan prestasi bulutangkis Indonesia.
Iie Sumirat misalnya, dia jadi salah satu pebulutangkis yang turut berkontribusi membawa Indonesia meraih gelar Piala Thomas 1979. Tradisi bulutangkis Jabar kemudian berlanjut di akhir 1980’an hingga pertengahan 1990’an dengan kemunculan Susi Susanti. Pebulutangkis asal Tasikmalaya itu bahkan jadi atlet pertama yang sukses mengumandangkan lagu Indonesia Raya di ajang Olimpiade 1992 di Barcelona.
Perjuangan keras Susi mampu mematahkan perlawanan alot pebulutangkis Korea Selatan, Bang Soo-hyun di final. Sukses Susi di Barcelona dilanjutkan pebulutangkis Jabar lainnya, Ricky Ahmad Subagja yang bersama Rexy Mainaky melanjutkan tradisi emas Olimpiade setelah menjadi yang terbaik di nomor ganda putra Olimpiade Atlanta 1996. Taufik Hidayat jadi putra Pasundan berikutnya yang menunjukan kehebatannya di arena bulutangkis. Prestasi atlet asal Pangalengan itu mencapai puncaknya di Olimpiade Athena 2008.
Bertarung melawan pemain Korea Selatan, Shon Seung-mo, Taufik mempersembahkan emas satu-satunya buat Indonesia. Namun, semua itu hanya catatan masa lalu. Kini para talenta bulutangkis di Jabar seolah sulit mengorbit lebih tinggi. Sama halnya dengan yang terjadi di daerah lain, proses regenerasi atlet dinilai jadi hambatan tersebesar dan cenderung cukup lambat. Hal itu dikarenakan jarak antara atlet muda dan senior sangat jauh. Selain itu kepercayaan pengurus terhadap atlet muda untuk tampil di ajang bergengsi juga terbilang kurang.
Sehingga lebih menggedepankan atlet-atlet senior. Imbasnya adalah ketika atlet senior gantung raket, terjadi kekosongan atlet berprestasi yang bisa tampil. Namun hingga saat ini bulutangkis masih jadi olahraga yang membudaya di Tanah Air khususnya di Jabar. Jabar kerap disebut sebagai salah satu ‘pabrik’ talenta bulutangkis. Prestasi atlet-atlet bulutangkis Jabar hampir sering ditunjukan di setiap event baik regional, nasional ataupun internasional.
Taufik Hidayat menegaskan, bukan hal mustahil terlahir kembali atlet-atlet penerusnya yang bisa menembus dan berprestasi di Olimpiade. Dari lima kategori pertandingan bulutangkis yang meliputi tunggal putra, ganda putra, tunggal putri, ganda putri dan ganda campuran. Dia melihat sejauh ini yang masih terlihat memiliki potensi berprestasi yakni ganda putra dan ganda campuran. Sedangkan untuk tunggal putra, setelah era dirinya berakhir dan sepeninggal Susi Susanti gantung raket, nyaris tidak ada lagi.
“Ini yang harus bisa kita bangkitkan kembali. Atlet junior harus sering dikirim untuk turnamen luar negeri, jangan hanya difokuskan dalam negeri saja,” ungkap Taufik. “Proses pembinaan ini panjang. Regenerasi bukan tidak ada seperti yang dibilang kebanyakan orang, tapi semuanya butuh proses yang tidak gampang. Suatu saat nanti akan terlahir atlet Jabar penerus atlet-atletnya terdahulu yang bisa tampil dan berprestasi hingga olimpiade,” sambung sosok yang kini mulai aktif sebagai pembina olahraga tersebut.
Meski kering talenta, tapi dia optimistis akan muncul atlet Jabar potensial yang bisa berprestasi di Asean Games 2018 dan Olimpiade di Tokyo, Jepang. Namun yang terpenting saat ini, kata Taufik adalah mengejar peringkat 16 besar dunia untuk bisa masuk di Olimpiade. “Kalau untuk Olimpiade 2016 jangan dulu banyak berharap, karena dipaksakan juga tidak akan mungkin. Sekarang fokus saja dulu untuk nomor lain yang memiliki peluang.
Beberapa tahun ke depan saya yakin atlet Jabar bisa berprestasi baik di Asian Gemas 2018 atau bahkan di Olimpiade 2020. Mudahmudahan bisa meneruskan tradisi,” ungkapnya. Untuk target di Olimpiade Rio 2016, mantan pemain ganda putra legendaris dunia kebanggaan Indonesia yang berhasil membawa pulang medali emas di Olimpiade Atlanta 1996 Ricky Subagja menilai, Indonesia masih bisa menaruh harapan banyak pada dua nomor, yaitu ganda campuran dan ganda putra.
“Saya berharap selain di dua nomor andalan bisa muncul prestasi dari tunggal putra, begitu juga dengan putri,” kata Ricky yang yang juga menjabat sebagai Binpres Pengprov PBSI Jabar. Dia menilai, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah (PR) untuk nomor tunggal putra dan juga di nomor putri. Pasalnya dia melihat prestasi dari nomor itu harus terus ditingkatkan.
“Untuk putri kayanya belum, sampai Olimpiade 2016 masih mengandalkan dua nomor, masih butuh peningkatan. Tapi kanuntuk menuju Olimpiade nanti juga masih harus merebut dan mengumpulkan poin. Untuk itu, dari sekarang potensi itu harus terus diasah,” pungkasnya.
Panji qadhafi
Prestasi yang ditorehkan pun sangat membanggakan, rata-rata di antara putra Pasundan ini mampu memberikan sumbangsih besar terhadap perkembangan dan prestasi bulutangkis Indonesia.
Iie Sumirat misalnya, dia jadi salah satu pebulutangkis yang turut berkontribusi membawa Indonesia meraih gelar Piala Thomas 1979. Tradisi bulutangkis Jabar kemudian berlanjut di akhir 1980’an hingga pertengahan 1990’an dengan kemunculan Susi Susanti. Pebulutangkis asal Tasikmalaya itu bahkan jadi atlet pertama yang sukses mengumandangkan lagu Indonesia Raya di ajang Olimpiade 1992 di Barcelona.
Perjuangan keras Susi mampu mematahkan perlawanan alot pebulutangkis Korea Selatan, Bang Soo-hyun di final. Sukses Susi di Barcelona dilanjutkan pebulutangkis Jabar lainnya, Ricky Ahmad Subagja yang bersama Rexy Mainaky melanjutkan tradisi emas Olimpiade setelah menjadi yang terbaik di nomor ganda putra Olimpiade Atlanta 1996. Taufik Hidayat jadi putra Pasundan berikutnya yang menunjukan kehebatannya di arena bulutangkis. Prestasi atlet asal Pangalengan itu mencapai puncaknya di Olimpiade Athena 2008.
Bertarung melawan pemain Korea Selatan, Shon Seung-mo, Taufik mempersembahkan emas satu-satunya buat Indonesia. Namun, semua itu hanya catatan masa lalu. Kini para talenta bulutangkis di Jabar seolah sulit mengorbit lebih tinggi. Sama halnya dengan yang terjadi di daerah lain, proses regenerasi atlet dinilai jadi hambatan tersebesar dan cenderung cukup lambat. Hal itu dikarenakan jarak antara atlet muda dan senior sangat jauh. Selain itu kepercayaan pengurus terhadap atlet muda untuk tampil di ajang bergengsi juga terbilang kurang.
Sehingga lebih menggedepankan atlet-atlet senior. Imbasnya adalah ketika atlet senior gantung raket, terjadi kekosongan atlet berprestasi yang bisa tampil. Namun hingga saat ini bulutangkis masih jadi olahraga yang membudaya di Tanah Air khususnya di Jabar. Jabar kerap disebut sebagai salah satu ‘pabrik’ talenta bulutangkis. Prestasi atlet-atlet bulutangkis Jabar hampir sering ditunjukan di setiap event baik regional, nasional ataupun internasional.
Taufik Hidayat menegaskan, bukan hal mustahil terlahir kembali atlet-atlet penerusnya yang bisa menembus dan berprestasi di Olimpiade. Dari lima kategori pertandingan bulutangkis yang meliputi tunggal putra, ganda putra, tunggal putri, ganda putri dan ganda campuran. Dia melihat sejauh ini yang masih terlihat memiliki potensi berprestasi yakni ganda putra dan ganda campuran. Sedangkan untuk tunggal putra, setelah era dirinya berakhir dan sepeninggal Susi Susanti gantung raket, nyaris tidak ada lagi.
“Ini yang harus bisa kita bangkitkan kembali. Atlet junior harus sering dikirim untuk turnamen luar negeri, jangan hanya difokuskan dalam negeri saja,” ungkap Taufik. “Proses pembinaan ini panjang. Regenerasi bukan tidak ada seperti yang dibilang kebanyakan orang, tapi semuanya butuh proses yang tidak gampang. Suatu saat nanti akan terlahir atlet Jabar penerus atlet-atletnya terdahulu yang bisa tampil dan berprestasi hingga olimpiade,” sambung sosok yang kini mulai aktif sebagai pembina olahraga tersebut.
Meski kering talenta, tapi dia optimistis akan muncul atlet Jabar potensial yang bisa berprestasi di Asean Games 2018 dan Olimpiade di Tokyo, Jepang. Namun yang terpenting saat ini, kata Taufik adalah mengejar peringkat 16 besar dunia untuk bisa masuk di Olimpiade. “Kalau untuk Olimpiade 2016 jangan dulu banyak berharap, karena dipaksakan juga tidak akan mungkin. Sekarang fokus saja dulu untuk nomor lain yang memiliki peluang.
Beberapa tahun ke depan saya yakin atlet Jabar bisa berprestasi baik di Asian Gemas 2018 atau bahkan di Olimpiade 2020. Mudahmudahan bisa meneruskan tradisi,” ungkapnya. Untuk target di Olimpiade Rio 2016, mantan pemain ganda putra legendaris dunia kebanggaan Indonesia yang berhasil membawa pulang medali emas di Olimpiade Atlanta 1996 Ricky Subagja menilai, Indonesia masih bisa menaruh harapan banyak pada dua nomor, yaitu ganda campuran dan ganda putra.
“Saya berharap selain di dua nomor andalan bisa muncul prestasi dari tunggal putra, begitu juga dengan putri,” kata Ricky yang yang juga menjabat sebagai Binpres Pengprov PBSI Jabar. Dia menilai, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah (PR) untuk nomor tunggal putra dan juga di nomor putri. Pasalnya dia melihat prestasi dari nomor itu harus terus ditingkatkan.
“Untuk putri kayanya belum, sampai Olimpiade 2016 masih mengandalkan dua nomor, masih butuh peningkatan. Tapi kanuntuk menuju Olimpiade nanti juga masih harus merebut dan mengumpulkan poin. Untuk itu, dari sekarang potensi itu harus terus diasah,” pungkasnya.
Panji qadhafi
(ars)