Bandung Teknopolis untuk Siapa?
A
A
A
RENCANA pengembangan Ban dung Teknopolis masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Pertanyaan besar yang sering muncul ter utama soal siapakah yang akan menikmati pe gembangan kawasan Gedebage ini.
Bandung Teknopolis sendiri adalah konsep kawasan yang di dalamnya akan di bangun permukiman, per kantoran, dan pusat bisnis yang ber gerak dibidang teknologi dan informasi. Bahkan disebutsebut akan menjadi “silicon valley” Indonesia. Kurang lebih 800 hektare telah disiapkan Pem kot Bandung.
Nantinya, lahan seluas itu akan dibangun oleh delapan stakeholder, mulai dari Pemkot Bandung, Pemprov Jabar, dan para pengembang yang salah satunya PT Sumarecon Agung Tbk. Founder Komunitas Aleut Rizky Wiryawan mengaku, kon sep smart dan creative yang diusung oleh pemerintahan Rid wan Kamil-Oded M Danial cen derung digunakan untuk menarik para investor.
Dia dikhawatir, proyek terse but hanya menguntungkan investor. Sementara warga Bandung hanya menjadi “penonton”, tanpa bisa merasakan dampak positif dari pembangunan. “Teknopolis takutnya hanya menguntungka investor saja. Jadi masalah apa yang bisa dijawab oleh Bandung Teknopolis. Apakah hanya kebutuhan pembangunan atau karena kon disi riil masyarakat,” ujarnya di Bandung.
Dia mengaku, hingga kini belum menemukan apakah investor akan memberi manfaat langsung bagi warga Kota Bandung. Pasalnya konsep pem bangunan yang dilakukan Pemkot Bandung dirasa hanya me nyentuh kalangan menengah ke atas. “Yang menikmati apar temen (di Bandung Teknopolis) nan ti misalnya, itu banyaknya orang Bandung atau bukan? Itu nanti untuk siapa? Kalau untuk warga Bandung, warga yang mana.
Semoga saya salah, karena kreatif ini lebih enak didengar oleh orang-orang ber pendidikan dan ekonomi menengah ke atas,” kata dia. Untuk itu, dia me nya rankan agar Pemkot Bandung lebih gencar menyo siali sasikan konsep pembangunan, terutama menyangkut Bandung Teknopolis kemasyarakat. Jangan sampai masyarakat baru menge tahui setelah mega proyek tersebut selesai dibangun.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Bandung Deden Y Hidayat berpendapat, para investor memang dibutuhkan dalam pembangunan kota. Apalagi Bandung dianggap telah menjadi kota metro politan. Sehingga dibutuhkan ang garan yang banyak dalam setiap pembangunan. “APBD yang ada sekitar Rp5,3 triliun.
Sementara pen da patan asli daerah sekitar Rp1 triliun. Jika melihat ini memang dibutuhkan investor untuk meningkatkan PAD,” ka ta Deden. Akan tetapi, dikatakan Deden, penataan untuk mengatur para investor ini akan seprti apa. Jangan sampai menimbulkan kesan masyarakat hanya akan menjadi “penonton” dan pengusaha-pengusaha di Kota Bandung mati.
“Se tiap pembangunan, Pemkot harus menyentuh dua kepentingan, yaitu kepentingan rakyat dan kota,” katanya. Deden menambahkan, saat ini pemerintah perlu memikirkan bagaimana agar ma syarakat dapat bersaing dengan segala perubahan yang ada. Terlebih lagi pengembangan bisnis di kawasan tersebut bergerak dibidang teknologi, informasi, dan komunikasi.
Artinya perlu spesifikasi khusus dari masyarakat agar mampu bekerja di lokasi tersebut. Jangan sampai orang-orang yang akan bekerja di ka wasan Bandung Teknopolis di dominasi oleh pekerja dari ne gara asing. Sementara warga Bandung tersisih karena kalah bersaing. “Philipina saja, dua tahun lalu sudah bersiap-siap. Mereka mulai belajar Bahasa Indonesia. Nah di Bandung seperti apa. Pelatihan dan lainnya harus segera dipikirkan,” ucapnya.
Lebih lanjut kata Deden, ada atau tidaknya Bandung Tek nopolis, perekonomian kawasan Bandung timur akan tetap tumbuh. Berbagai proyek bersekala nasional mulai dari pembangunan jalan Tol Cisundawu, Bandara Kertajati di Majalengka, dan Pelabuhan di Cirebon akan mendorong pembangunan di kawasan Bandung timur. Pasalnya, di daerah yang kini sedang berlangsung proyek-proyek besar itu, dirasa tidak memungkinkan untuk membangun kawasan permukiman.
Di Cirebon misalnya, kawasannya kecil. Sementara di Sumedang sebagai daerah yang paling dekat dengan Majalengka me ru pakan kawasan resapan air. “Opsinya tinggal di Bandung timur. Dengan adanya tol Cisundawu, waktu tempuh dari Cirebon Bandung diper kirakan hanya 45 menit,” ujarnya.
Selain itu, masalah lingkungan ikut mewarnai rencana pembangunan Bandung Teknopolis. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat dengan tegas menolak pem bangunan tersebut. Pasalnya Gedebage yang menjadi titik pembangunan, merupakan daerah resapan atau tempat parkir air. Jika dilakukan pembangunan khawatir menimbulkan bencana banjir hebat di Kota Bandung.
“Terus kalau ada pembangunan (Bandung Teknopolis), kemungkinan banjir makin meluas dan malah pin dah kewilayah sekitarnya. Saat ini saja kansuka banjir,” ucap Direktur Walhi Jabar Dadan Ramdan. Dadan menuturkan, kondisi lingkungan Kota Bandung saat ini bisa dibilang sudah tidak seimbang.
Dengan luas wilayah sekitar 17.000 hektare, kota berjuluk Paris Van Java hanya memiliki ruang terbuka hijau (RTH) sebanyak 11% dari luas wilayah yang ada. Padahal jika merujuk pada Undang-Undang Penataan Ruang, luas RTH disebuah daerah harusnya sebanyak 30% dari luas wilayah yang ada. “Artinya jika melihat itu, Kota Bandung ini masih kekurangan RTH sebanyak 19% lagi,” ujar Dadan.
Mochamad solehudin/ dian rosadi
Bandung Teknopolis sendiri adalah konsep kawasan yang di dalamnya akan di bangun permukiman, per kantoran, dan pusat bisnis yang ber gerak dibidang teknologi dan informasi. Bahkan disebutsebut akan menjadi “silicon valley” Indonesia. Kurang lebih 800 hektare telah disiapkan Pem kot Bandung.
Nantinya, lahan seluas itu akan dibangun oleh delapan stakeholder, mulai dari Pemkot Bandung, Pemprov Jabar, dan para pengembang yang salah satunya PT Sumarecon Agung Tbk. Founder Komunitas Aleut Rizky Wiryawan mengaku, kon sep smart dan creative yang diusung oleh pemerintahan Rid wan Kamil-Oded M Danial cen derung digunakan untuk menarik para investor.
Dia dikhawatir, proyek terse but hanya menguntungkan investor. Sementara warga Bandung hanya menjadi “penonton”, tanpa bisa merasakan dampak positif dari pembangunan. “Teknopolis takutnya hanya menguntungka investor saja. Jadi masalah apa yang bisa dijawab oleh Bandung Teknopolis. Apakah hanya kebutuhan pembangunan atau karena kon disi riil masyarakat,” ujarnya di Bandung.
Dia mengaku, hingga kini belum menemukan apakah investor akan memberi manfaat langsung bagi warga Kota Bandung. Pasalnya konsep pem bangunan yang dilakukan Pemkot Bandung dirasa hanya me nyentuh kalangan menengah ke atas. “Yang menikmati apar temen (di Bandung Teknopolis) nan ti misalnya, itu banyaknya orang Bandung atau bukan? Itu nanti untuk siapa? Kalau untuk warga Bandung, warga yang mana.
Semoga saya salah, karena kreatif ini lebih enak didengar oleh orang-orang ber pendidikan dan ekonomi menengah ke atas,” kata dia. Untuk itu, dia me nya rankan agar Pemkot Bandung lebih gencar menyo siali sasikan konsep pembangunan, terutama menyangkut Bandung Teknopolis kemasyarakat. Jangan sampai masyarakat baru menge tahui setelah mega proyek tersebut selesai dibangun.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Bandung Deden Y Hidayat berpendapat, para investor memang dibutuhkan dalam pembangunan kota. Apalagi Bandung dianggap telah menjadi kota metro politan. Sehingga dibutuhkan ang garan yang banyak dalam setiap pembangunan. “APBD yang ada sekitar Rp5,3 triliun.
Sementara pen da patan asli daerah sekitar Rp1 triliun. Jika melihat ini memang dibutuhkan investor untuk meningkatkan PAD,” ka ta Deden. Akan tetapi, dikatakan Deden, penataan untuk mengatur para investor ini akan seprti apa. Jangan sampai menimbulkan kesan masyarakat hanya akan menjadi “penonton” dan pengusaha-pengusaha di Kota Bandung mati.
“Se tiap pembangunan, Pemkot harus menyentuh dua kepentingan, yaitu kepentingan rakyat dan kota,” katanya. Deden menambahkan, saat ini pemerintah perlu memikirkan bagaimana agar ma syarakat dapat bersaing dengan segala perubahan yang ada. Terlebih lagi pengembangan bisnis di kawasan tersebut bergerak dibidang teknologi, informasi, dan komunikasi.
Artinya perlu spesifikasi khusus dari masyarakat agar mampu bekerja di lokasi tersebut. Jangan sampai orang-orang yang akan bekerja di ka wasan Bandung Teknopolis di dominasi oleh pekerja dari ne gara asing. Sementara warga Bandung tersisih karena kalah bersaing. “Philipina saja, dua tahun lalu sudah bersiap-siap. Mereka mulai belajar Bahasa Indonesia. Nah di Bandung seperti apa. Pelatihan dan lainnya harus segera dipikirkan,” ucapnya.
Lebih lanjut kata Deden, ada atau tidaknya Bandung Tek nopolis, perekonomian kawasan Bandung timur akan tetap tumbuh. Berbagai proyek bersekala nasional mulai dari pembangunan jalan Tol Cisundawu, Bandara Kertajati di Majalengka, dan Pelabuhan di Cirebon akan mendorong pembangunan di kawasan Bandung timur. Pasalnya, di daerah yang kini sedang berlangsung proyek-proyek besar itu, dirasa tidak memungkinkan untuk membangun kawasan permukiman.
Di Cirebon misalnya, kawasannya kecil. Sementara di Sumedang sebagai daerah yang paling dekat dengan Majalengka me ru pakan kawasan resapan air. “Opsinya tinggal di Bandung timur. Dengan adanya tol Cisundawu, waktu tempuh dari Cirebon Bandung diper kirakan hanya 45 menit,” ujarnya.
Selain itu, masalah lingkungan ikut mewarnai rencana pembangunan Bandung Teknopolis. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat dengan tegas menolak pem bangunan tersebut. Pasalnya Gedebage yang menjadi titik pembangunan, merupakan daerah resapan atau tempat parkir air. Jika dilakukan pembangunan khawatir menimbulkan bencana banjir hebat di Kota Bandung.
“Terus kalau ada pembangunan (Bandung Teknopolis), kemungkinan banjir makin meluas dan malah pin dah kewilayah sekitarnya. Saat ini saja kansuka banjir,” ucap Direktur Walhi Jabar Dadan Ramdan. Dadan menuturkan, kondisi lingkungan Kota Bandung saat ini bisa dibilang sudah tidak seimbang.
Dengan luas wilayah sekitar 17.000 hektare, kota berjuluk Paris Van Java hanya memiliki ruang terbuka hijau (RTH) sebanyak 11% dari luas wilayah yang ada. Padahal jika merujuk pada Undang-Undang Penataan Ruang, luas RTH disebuah daerah harusnya sebanyak 30% dari luas wilayah yang ada. “Artinya jika melihat itu, Kota Bandung ini masih kekurangan RTH sebanyak 19% lagi,” ujar Dadan.
Mochamad solehudin/ dian rosadi
(ars)