KPK Tangkap Ketua PTUN dan Dua Hakim
A
A
A
MEDAN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tiga hakim dan seorang panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan atas dugaan penerimaan suap atas penanganan perkara di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara kemarin. Transaksi suap ditengarai bukan pertama kali terjadi.
Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo memastikan, dalam operasi tangkap tangan yang berlangsung di Kantor PTUN Medan tersebut, turut diamankan seorang pengacara. Adapun Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengecam tindakan hakim yang menerima suap dan siap menjatuhkan sanksi.
Jaksa Agung M Prasetyo menyatakan bahwa penangkapan KPK berkaitan dengan dugaan korupsi APBD Sumatera Utara tahun anggaran 2014 yang ditangani kejaksaan. Johan menyatakan, dalam operasi penangkapan itu, lima orang tidak melakukan perlawanan. Tim penyidik KPK, menurut dia, selanjutnya menggeledah sejumlah ruang Kantor PTUN. “Dari lokasi, penyidik KPK membawa ribuan uang dolar Amerika Serikat, pecahan 100,” kata Johan di Gedung KPK Jakarta kemarin.
Tiga hakim yang ditangkap kemarin masing-masing Tripeni Irianto Putro (Ketua PTUN Medan), Amir Fauzi dan Dermawan Ginting (keduanya hakim PTUN). Ketiganya merupakan pengadil perkara gugatan tindakan kesewenangwenangan penyelidikan kasus dugaan korupsi Bantuan Daerah Bawan (BDB), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Bantuan Sosial (Bansos) Pemprov Sumut yang dimohonkan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis.
Dalam perkara ini, Tripeni Irianto Putro bertindak sebagai ketua majelis hakim, sedangkan Amir dan Dermawan sebagai hakim anggota. Dua orang yang turut diamankan di ruangan itu adalah Panitera Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yuspan dan Gerry, pengacara yang diduga dari kantor advokat OC Kaligis & Associates di Jakarta.
Dari pantauan KORAN SINDO , setelah menangkap lima orang itu, penyidik KPK menyegel ruang Ketua PTUN Medan, Ruang Sub-Kepaniteraan Perkara PTUN Medan, Ruang Kerja Panitera Sekretaris PTUN Medan, dan satu mobil Toyota Fortuner bernomor polisi BK 268 WZ milik Gerry.
Tripeni pasrah saat digelandang ke mobil penyidik. Dia enggan berkomentar banyak mengenai penangkapan itu. “Saya tidak tahu, saya tidak tahu, ya. Silakan tanya ke penyidik saja,” kilahnya sambil menundukkan kepala.
Perkara Dana Bansos
Juru Bicara PTUN Medan Sugianto mengakui operasi tangkap tangan KPK menyangkut perkara yang dimohonkan Ahmad Fuad Lubis melawan Kejaksaan Tinggi Sumut (termohon). Penangkapan terjadi setelah perkara tersebut diputus. Dia juga membenarkan bahwa pengacara yang ditangkap itu merupakan kuasa hukum Ahmad Fuad selaku pemohon.
Untuk diketahui, Fuad Ahmad Lubis yang mewakili Pemprov Sumut menggugat Kejati Sumut terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi BDB, DBH, dan Bansos. Gugatan tersebut diterima PTUN Medan dengan Nomor p e r k a r a 25/G/2015/Ptun.Mdn. Bertindak sebagai kuasa hukum pengacara dari kantor hukum OC Kaligis & Associates. Mereka di antaranya Rico Van Derriot, Yulius Irawansyah, Anis Rifai, dan M Yagari Hastara.
Dalam gugatannya, Ahmad Fuad Lubis mendalilkan bahwa Kejati Sumut (termohon) telah melakukan tindakan melampaui wewenang, yakni penyelidikan yang tidak sesuai dengan Pasal1angka2KUHPidana, Undang- Undang Nomor 30/2004 tentang Administrasi Pemerintahan dan nota kesepahaman (MoU) antara Kemendagri dengan Kejaksaan Agung.
Kepala Seksi Penyidikan Kejati Sumut Novan Hadian menjelaskan, PTUN Medan telah mengabulkan gugatan pemohon meskipun terdapat sejumlah kejanggalan. “Di antaranya gugatan itu error in persona (salah objek gugatan) karena kasus ini sekarang ditangani Kejaksaan Agung. Seharusnya Kejagung yang digugat, tetapi hakim memenangkan pemohon,” kata Novan.
Dia mengakui pada mulanya dugaan korupsi dana Bansos, BDH, dan DBH diselidiki Kejati Sumut pada 2013. Namun Kejagung mengambil alih karena kasus itu dinilai berskala nasional dan mencakup kerugian negara yang ditengarai bernilai triliunan rupiah.
Dia menilai inti dari putusan hakim yang mengalahkan Kejati Sumut itu karena kejaksaan dianggap melanggar asas-asas pemerintahan yang baik. “Putusan ini kan aneh, siapa yang melakukan penyelidikan, kan Kejagung, kenapa Kejati yang digugat? Tapi (fakta) ini diabaikan oleh hakim,” tuturnya.
Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi di Pemprov Sumut telah ditangani Kejagung. “Ini juga kan digugat praperadilan,” ucap Prasetyo. Pada bagian lain Ahmad Fuad Lubis mengaku tidak tahu soal penangkapan KPK terhadap hakim PTUN.
Kendati demikian, Fuad tidak menampik dalam perkara melawan Kejati Sumut dirinya menggunakan kuasa hukum dari kantor hukum OC Kaligis. Mengenai argumentasi Kejati Sumut tentang gugatan error in persona, dia menyebut sengaja melayangkan ke PTUN Medan untuk memperjelas pemeriksaan oleh Kejagung.
“Supaya tidak sampai mengganggu kinerja Pemprov Sumut karena sudah terlalu banyak yang diperiksa berulang-ulang. Apalagi kita kan di sini (Pemprov Sumut) juga ada inspektorat sebagai auditor internal,” ujarnya.
Disinggung mengenai kemungkinan dirinya mengetahui dugaan suap di Kantor PTUN, Fuad tegas menampik. “Saya tidak pernah berkomunikasi dengan stafnya OC Kaligis. Jadi kalau ada suap, saya tidak mengerti masalahnya itu,” kata dia.
Hal senada diungkapkan OC Kaligis. Advokat senior ini mengaskan tidak tahu-menahu kasus suap di PTUN Medan. Dia juga menyangkal anak buahnya memberikan suap kepada hakim PTUN. “Ngapain mau menyuap kalau belum menang. Saya cuma kira-kira, ada yang minta duit Lebaran, barangkali si oknum ini,” kata Kaligis saat dihubungi kemarin.
Pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU), Ediwarman mengatakan, tertangkapnya hakim PTUN Medan ini menambah catatan bobroknya moral penegak hukum saat ini. Padahal elemen-elemen penegak hukum saat ini sedang dalam sorotan tajam publik.
“Ini soal moral penegak hukum, khususnya hakim. Ini menunjukkan kebobrokan luar biasa di tengah kondisi bangsa yang seperti ini. Jika kasus penyuapan ini terbukti, maka para hakim tersebut harus diganjar dengan hukuman berat agar melahirkan efek jera bagi penegak hukum lainnya,” ujarnya kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin.
Ediwarman menilai, proses OTT yang dilakukan KPK telah melalui proses panjang. Dia meyakini para hakim PTUN itu sudah menjadi target KPK sebelumnya sehingga bisa ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan.
Panggabean hasibuan/ Fakhrur rozi/ Sabir laluhu / Bambang s harahap
Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo memastikan, dalam operasi tangkap tangan yang berlangsung di Kantor PTUN Medan tersebut, turut diamankan seorang pengacara. Adapun Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengecam tindakan hakim yang menerima suap dan siap menjatuhkan sanksi.
Jaksa Agung M Prasetyo menyatakan bahwa penangkapan KPK berkaitan dengan dugaan korupsi APBD Sumatera Utara tahun anggaran 2014 yang ditangani kejaksaan. Johan menyatakan, dalam operasi penangkapan itu, lima orang tidak melakukan perlawanan. Tim penyidik KPK, menurut dia, selanjutnya menggeledah sejumlah ruang Kantor PTUN. “Dari lokasi, penyidik KPK membawa ribuan uang dolar Amerika Serikat, pecahan 100,” kata Johan di Gedung KPK Jakarta kemarin.
Tiga hakim yang ditangkap kemarin masing-masing Tripeni Irianto Putro (Ketua PTUN Medan), Amir Fauzi dan Dermawan Ginting (keduanya hakim PTUN). Ketiganya merupakan pengadil perkara gugatan tindakan kesewenangwenangan penyelidikan kasus dugaan korupsi Bantuan Daerah Bawan (BDB), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Bantuan Sosial (Bansos) Pemprov Sumut yang dimohonkan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis.
Dalam perkara ini, Tripeni Irianto Putro bertindak sebagai ketua majelis hakim, sedangkan Amir dan Dermawan sebagai hakim anggota. Dua orang yang turut diamankan di ruangan itu adalah Panitera Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yuspan dan Gerry, pengacara yang diduga dari kantor advokat OC Kaligis & Associates di Jakarta.
Dari pantauan KORAN SINDO , setelah menangkap lima orang itu, penyidik KPK menyegel ruang Ketua PTUN Medan, Ruang Sub-Kepaniteraan Perkara PTUN Medan, Ruang Kerja Panitera Sekretaris PTUN Medan, dan satu mobil Toyota Fortuner bernomor polisi BK 268 WZ milik Gerry.
Tripeni pasrah saat digelandang ke mobil penyidik. Dia enggan berkomentar banyak mengenai penangkapan itu. “Saya tidak tahu, saya tidak tahu, ya. Silakan tanya ke penyidik saja,” kilahnya sambil menundukkan kepala.
Perkara Dana Bansos
Juru Bicara PTUN Medan Sugianto mengakui operasi tangkap tangan KPK menyangkut perkara yang dimohonkan Ahmad Fuad Lubis melawan Kejaksaan Tinggi Sumut (termohon). Penangkapan terjadi setelah perkara tersebut diputus. Dia juga membenarkan bahwa pengacara yang ditangkap itu merupakan kuasa hukum Ahmad Fuad selaku pemohon.
Untuk diketahui, Fuad Ahmad Lubis yang mewakili Pemprov Sumut menggugat Kejati Sumut terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi BDB, DBH, dan Bansos. Gugatan tersebut diterima PTUN Medan dengan Nomor p e r k a r a 25/G/2015/Ptun.Mdn. Bertindak sebagai kuasa hukum pengacara dari kantor hukum OC Kaligis & Associates. Mereka di antaranya Rico Van Derriot, Yulius Irawansyah, Anis Rifai, dan M Yagari Hastara.
Dalam gugatannya, Ahmad Fuad Lubis mendalilkan bahwa Kejati Sumut (termohon) telah melakukan tindakan melampaui wewenang, yakni penyelidikan yang tidak sesuai dengan Pasal1angka2KUHPidana, Undang- Undang Nomor 30/2004 tentang Administrasi Pemerintahan dan nota kesepahaman (MoU) antara Kemendagri dengan Kejaksaan Agung.
Kepala Seksi Penyidikan Kejati Sumut Novan Hadian menjelaskan, PTUN Medan telah mengabulkan gugatan pemohon meskipun terdapat sejumlah kejanggalan. “Di antaranya gugatan itu error in persona (salah objek gugatan) karena kasus ini sekarang ditangani Kejaksaan Agung. Seharusnya Kejagung yang digugat, tetapi hakim memenangkan pemohon,” kata Novan.
Dia mengakui pada mulanya dugaan korupsi dana Bansos, BDH, dan DBH diselidiki Kejati Sumut pada 2013. Namun Kejagung mengambil alih karena kasus itu dinilai berskala nasional dan mencakup kerugian negara yang ditengarai bernilai triliunan rupiah.
Dia menilai inti dari putusan hakim yang mengalahkan Kejati Sumut itu karena kejaksaan dianggap melanggar asas-asas pemerintahan yang baik. “Putusan ini kan aneh, siapa yang melakukan penyelidikan, kan Kejagung, kenapa Kejati yang digugat? Tapi (fakta) ini diabaikan oleh hakim,” tuturnya.
Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi di Pemprov Sumut telah ditangani Kejagung. “Ini juga kan digugat praperadilan,” ucap Prasetyo. Pada bagian lain Ahmad Fuad Lubis mengaku tidak tahu soal penangkapan KPK terhadap hakim PTUN.
Kendati demikian, Fuad tidak menampik dalam perkara melawan Kejati Sumut dirinya menggunakan kuasa hukum dari kantor hukum OC Kaligis. Mengenai argumentasi Kejati Sumut tentang gugatan error in persona, dia menyebut sengaja melayangkan ke PTUN Medan untuk memperjelas pemeriksaan oleh Kejagung.
“Supaya tidak sampai mengganggu kinerja Pemprov Sumut karena sudah terlalu banyak yang diperiksa berulang-ulang. Apalagi kita kan di sini (Pemprov Sumut) juga ada inspektorat sebagai auditor internal,” ujarnya.
Disinggung mengenai kemungkinan dirinya mengetahui dugaan suap di Kantor PTUN, Fuad tegas menampik. “Saya tidak pernah berkomunikasi dengan stafnya OC Kaligis. Jadi kalau ada suap, saya tidak mengerti masalahnya itu,” kata dia.
Hal senada diungkapkan OC Kaligis. Advokat senior ini mengaskan tidak tahu-menahu kasus suap di PTUN Medan. Dia juga menyangkal anak buahnya memberikan suap kepada hakim PTUN. “Ngapain mau menyuap kalau belum menang. Saya cuma kira-kira, ada yang minta duit Lebaran, barangkali si oknum ini,” kata Kaligis saat dihubungi kemarin.
Pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU), Ediwarman mengatakan, tertangkapnya hakim PTUN Medan ini menambah catatan bobroknya moral penegak hukum saat ini. Padahal elemen-elemen penegak hukum saat ini sedang dalam sorotan tajam publik.
“Ini soal moral penegak hukum, khususnya hakim. Ini menunjukkan kebobrokan luar biasa di tengah kondisi bangsa yang seperti ini. Jika kasus penyuapan ini terbukti, maka para hakim tersebut harus diganjar dengan hukuman berat agar melahirkan efek jera bagi penegak hukum lainnya,” ujarnya kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin.
Ediwarman menilai, proses OTT yang dilakukan KPK telah melalui proses panjang. Dia meyakini para hakim PTUN itu sudah menjadi target KPK sebelumnya sehingga bisa ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan.
Panggabean hasibuan/ Fakhrur rozi/ Sabir laluhu / Bambang s harahap
(ftr)