Warga Djamin Ginting Masih Trauma
A
A
A
Sumirah br Sembiring, 52, hanya bisa mengusap dada. Matanya memandang kosong ke seberang jalan dari tempat ia berdiri di dalam warungnya. Jaraknya tak lebih 50 meter, hanya dipisahkan oleh lintasan Jalan Djamin Ginting.
Di sanalah Pesawat Hercules C- 130 dengan nomor registrasi A 1310 milik TNI AU mengakhiri masa tugasnya, jatuh menimpa bangunan milik warga dan terbakar. Seluruh awak dan penumpangnya tewas pada hari nahas tersebut. Turut pula warga sekitar menjadi korban. Sumirah bercerita, hari itu, Selasa (30/6), ia beraktivitas seperti biasa di warung nasi miliknya.
Tiba-tiba sekitar pukul 12.00 WIB, terdengar suara seperti berdecit keras. Sumirah melongok ke sumber suara dan melihat pesawat terbang melintas di atas warungnya. “Terbangnya seperti berat sekali, jaraknya sangat dekat, saya melihat langsung pesawat itu. Kemudian tepat di depan mata saya, pesawat itu jatuh menabrak ruko dan bangunan Oukup BS,” ujarnya saat berbincang dengan KORAN SINDO MEDAN beberapa waktu lalu.
Peristiwa itu, kata Sumirah, begitu cepat. Dalam sekejap api sudah membesar. Terdengar beberapa kali ledakan besar. Warga sekitar pun panik. Dia hanya mampu terduduk di warungnya dengan seluruh badan menggigil. “Warung saya ini jadi bangunan terakhir yang dilintasi pesawat itu sebelum jatuh,” katanya dengan suara bergetar.
Sumirah mengaku peristiwa tersebut masih membekas di ingatannya dan menyisakan trauma, karena jarak pesawat dengan atap warungnya sangat dekat sebelum jatuh. Bahkan, pesawat itu terbang pelan dalam posisi oleng melewati permukiman warga, tempat warung Sumirah berada. Trauma juga masih dirasakan P Nainggolan, 38, yang membuka bengkel las tepat di depan lokasi kejadian. Hingga Sabtu (4/7), dia masih takut dan terkadang terbawa dalam mimpi.
“Ledakannya itu sangat keras, kepulan apinya juga sangat besar. Rasanya seperti ledakan bom,” kata dia. Wajar saja takut, karena saat kejadian P Nainggolan berada di radius 30 meter dari titik lokasi kejadian. “Pohon mangga yang ada persis di halaman rumahku ini gosong. Bukan hanya itu, radius 50 meter dari titik lokasi itu juga terbakar,” ujarnya.
Di tempat kejadian, hari ketiga evakuasi Hercules, Musa Tarigan, warga Jalan Djamin Ginting Medan, tampak sedang melihat-lihat proses evakuasi bangkai Pesawat Hercules C-130. Hal itu mengingatkan pria berusia 50- an tahun ini pada peristiwa jatuhnya Pesawat Mandala sepuluh tahun silam di Jalan Djamin Ginting sekitar 2 kilometer (km) dari tempat jatuhnya Hercules, Selasa (30/6).
“Sekarang juga aku lihat jatuh Hercules di Djamin Ginting. Dua kali berarti ya,” kata Musa Tarigan. Menurut Musa, sebagai masyarakat awam mereka tidak begitu mengerti dengan peraturan tentang pesawat dan bandara. Hal terpenting bagi mereka adalah pesawat-pesawat itu terbang tinggi dari atap rumah sehingga tidak mengancam kehidupan warga sekitar bandara.
“Kalau sekarang dilihat ya sangat dekat, terasa pesawatnya pas di atap rumah kita. Dulu Mandala, sekarang Hercules, besok-besok apalagi yang mau kita lihat di Jalan Djamin Ginting ini,” ujarnya. Trauma juga dirasakan Ita Sembiring, 34, warga Jalan Djamin Ginting lainnya. Dia mengaku hingga empat hari setelah jatuhnya pesawat, masih belum bisa melupakan suara ledakan Hercules itu.
“Trauma pasti ada, suaranya menggelegar, sangat keras, apinya juga besar, seumurumur baru itu api kulihat sebesar itu bang,” kata Ita. Ita mengakui, jatuhnya pesawat di Jalan Djamin Ginting untuk kedua kalinya semakin menambah kekhawatiran dirinya. Sebab setiap hari selalu terdengar pesawat melintas naik turun dari Lanud Soewondo.
“Setelah kejadian Hercules ini makin takut juga, Djamin Ginting ini memang lintasan pesawat, jarak pesawatnya pun dekat dari atap rumah kita. Maunya jangan lagi dekat-dekat ke rumah kami,” kata Ita. Warga lainnya, G Ginting, juga trauma akibat kejadian itu. “Di Jalan Djamin Ginting ini sudah dua kali kejadian, sudah sepantasnya pemerintah memindahkan landasannya,” ungkapnya.
Trauma Healing
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Helfi Assegaf mengatakan, Polda Sumut bersama organisasi Psikologi Indonesia dan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU) akan menggelar trauma healing kepada warga sekitar mulai Senin (6/7) mendatang, tak jauh dari lokasi kejadian. “Rasa trauma itu pasti ada, maka kami akan melakukan trauma healing kepada warga di sekitar lokasi, khususnya kepada keluarga korban,” katanya.
BAMBANG SASWANDA HARAHAP/ FRANS MARBUN
Medan
Di sanalah Pesawat Hercules C- 130 dengan nomor registrasi A 1310 milik TNI AU mengakhiri masa tugasnya, jatuh menimpa bangunan milik warga dan terbakar. Seluruh awak dan penumpangnya tewas pada hari nahas tersebut. Turut pula warga sekitar menjadi korban. Sumirah bercerita, hari itu, Selasa (30/6), ia beraktivitas seperti biasa di warung nasi miliknya.
Tiba-tiba sekitar pukul 12.00 WIB, terdengar suara seperti berdecit keras. Sumirah melongok ke sumber suara dan melihat pesawat terbang melintas di atas warungnya. “Terbangnya seperti berat sekali, jaraknya sangat dekat, saya melihat langsung pesawat itu. Kemudian tepat di depan mata saya, pesawat itu jatuh menabrak ruko dan bangunan Oukup BS,” ujarnya saat berbincang dengan KORAN SINDO MEDAN beberapa waktu lalu.
Peristiwa itu, kata Sumirah, begitu cepat. Dalam sekejap api sudah membesar. Terdengar beberapa kali ledakan besar. Warga sekitar pun panik. Dia hanya mampu terduduk di warungnya dengan seluruh badan menggigil. “Warung saya ini jadi bangunan terakhir yang dilintasi pesawat itu sebelum jatuh,” katanya dengan suara bergetar.
Sumirah mengaku peristiwa tersebut masih membekas di ingatannya dan menyisakan trauma, karena jarak pesawat dengan atap warungnya sangat dekat sebelum jatuh. Bahkan, pesawat itu terbang pelan dalam posisi oleng melewati permukiman warga, tempat warung Sumirah berada. Trauma juga masih dirasakan P Nainggolan, 38, yang membuka bengkel las tepat di depan lokasi kejadian. Hingga Sabtu (4/7), dia masih takut dan terkadang terbawa dalam mimpi.
“Ledakannya itu sangat keras, kepulan apinya juga sangat besar. Rasanya seperti ledakan bom,” kata dia. Wajar saja takut, karena saat kejadian P Nainggolan berada di radius 30 meter dari titik lokasi kejadian. “Pohon mangga yang ada persis di halaman rumahku ini gosong. Bukan hanya itu, radius 50 meter dari titik lokasi itu juga terbakar,” ujarnya.
Di tempat kejadian, hari ketiga evakuasi Hercules, Musa Tarigan, warga Jalan Djamin Ginting Medan, tampak sedang melihat-lihat proses evakuasi bangkai Pesawat Hercules C-130. Hal itu mengingatkan pria berusia 50- an tahun ini pada peristiwa jatuhnya Pesawat Mandala sepuluh tahun silam di Jalan Djamin Ginting sekitar 2 kilometer (km) dari tempat jatuhnya Hercules, Selasa (30/6).
“Sekarang juga aku lihat jatuh Hercules di Djamin Ginting. Dua kali berarti ya,” kata Musa Tarigan. Menurut Musa, sebagai masyarakat awam mereka tidak begitu mengerti dengan peraturan tentang pesawat dan bandara. Hal terpenting bagi mereka adalah pesawat-pesawat itu terbang tinggi dari atap rumah sehingga tidak mengancam kehidupan warga sekitar bandara.
“Kalau sekarang dilihat ya sangat dekat, terasa pesawatnya pas di atap rumah kita. Dulu Mandala, sekarang Hercules, besok-besok apalagi yang mau kita lihat di Jalan Djamin Ginting ini,” ujarnya. Trauma juga dirasakan Ita Sembiring, 34, warga Jalan Djamin Ginting lainnya. Dia mengaku hingga empat hari setelah jatuhnya pesawat, masih belum bisa melupakan suara ledakan Hercules itu.
“Trauma pasti ada, suaranya menggelegar, sangat keras, apinya juga besar, seumurumur baru itu api kulihat sebesar itu bang,” kata Ita. Ita mengakui, jatuhnya pesawat di Jalan Djamin Ginting untuk kedua kalinya semakin menambah kekhawatiran dirinya. Sebab setiap hari selalu terdengar pesawat melintas naik turun dari Lanud Soewondo.
“Setelah kejadian Hercules ini makin takut juga, Djamin Ginting ini memang lintasan pesawat, jarak pesawatnya pun dekat dari atap rumah kita. Maunya jangan lagi dekat-dekat ke rumah kami,” kata Ita. Warga lainnya, G Ginting, juga trauma akibat kejadian itu. “Di Jalan Djamin Ginting ini sudah dua kali kejadian, sudah sepantasnya pemerintah memindahkan landasannya,” ungkapnya.
Trauma Healing
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Helfi Assegaf mengatakan, Polda Sumut bersama organisasi Psikologi Indonesia dan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU) akan menggelar trauma healing kepada warga sekitar mulai Senin (6/7) mendatang, tak jauh dari lokasi kejadian. “Rasa trauma itu pasti ada, maka kami akan melakukan trauma healing kepada warga di sekitar lokasi, khususnya kepada keluarga korban,” katanya.
BAMBANG SASWANDA HARAHAP/ FRANS MARBUN
Medan
(bbg)