Kemarau hingga Akhir November

Minggu, 28 Juni 2015 - 10:57 WIB
Kemarau hingga Akhir November
Kemarau hingga Akhir November
A A A
YOGYAKARTA - Tahun ini musim kemarau di DIY diprediksi lebih panjang dibanding 2014. Musim kemarau sudah dimulai pada awal Mei lalu di DIY bagian selatan, sedangkan di bagian utara baru dimulai pertengahan Mei.

Hal ini diungkapkan Staf Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Indah Retno Wulan. “Memang kemarau tahun ini mulai lebih mundur, tapi secara umum musim kemarau tahun ini lebih panjang,” katanya saat dihubungi KORAN SINDO YOGYA tadi malam.

Indah mengungkapkan musim kemarau di DIY akan berlangsung sampai akhir November. Pada tahun lalu musim kemarau hanya berlangsung sampai awal November. “Kemarau duluan di DIY bagian selatan, musim hujan duluan di DIY bagian utara. Jadi potensi kekeringan ada di bagian selatan seperti Gunungkidul,” sebutnya. Fenomena el nino yang merambah sejumlah negara di Asia kemungkinan besar juga akan merambah Tanah Air. El nino akan merambah Indonesia sekitar Agustus.

“Kalau intensitas el nino rendah, hanya Indonesia bagian timur yang terdampak,” imbuh Indah. Namun berdasarkan prediksi BMKG Yogyakarta, pada pertengahan Agustus intensitas el nino masuk kategori rendah dan menegah. Sehingga, dampak el nino juga sampai ke bagian Jawa, termasuk DIY. “DIY diprediksi terkena dampak el nino juga, sekitar pertengahan Agustus,” tutur Indah.

Menurut dia, daerah yang mengalami dampak el nino akan lebih kering dari biasanya. “Pasalnya uap air akan lebih sering terjadi menuju Samudera Pasifik. Jadi kemungkinan di DIY akan lebih kering terjadi sekitar pertengahan Agustus,” tandasnya. Berdasarkan catatan BMKG Yogyakarta, pada musim kemarau tahun lalu lokasi kekeringan paling banyak tersebar di Kabupaten Bantul dan Gunungkidul. Kondisi kekeringan mulai 31-76 hari tanpa hujan.

BMKG Yogyakarta juga mencatat terdapat 29 kecamatan di DIY yang kesulitan mendapatkan air bersih akibat musim kemarau atau kekeringan. Satu di antara wilayah yang paling parah ialah Kecamatan Playen, Gunungkidul yang harus menghadapi 76 hari tanpa hujan. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Gatot Saptadi mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan pemetaaan daerah yang berpotensi mengalami kekeringan.

“Spot-spot tertentu di DIY biasanya memang mengalami kekeringan, seperti Gunungkidul, Bantul, Kulonprogo, dan Sleman sebagian,” bebernya. Gatot akan mendengarkan langsung paparan dari BMKG Yogyakarta seputar prediksi kekeringan di DIY. “Mereka kan yang tahu soal cuaca. Tapi kami tetap melakukan pemetaan juga,” tambahnya. Sampai saat ini BPBD DIY juga belum ada agenda untuk melakukan dropping air bersih.

“Belum, kalau pun ada sudah bisa ditangani pemerintah setempat. Semoga tidak ada kekeringan yang panjang,” harapnya. Untuk Sleman, Kecamatan Prambanan dipredikisi masih akan mengalami krisis air seperti sebelumnya. Meskipun sudah dibangun tiga instalasi listrik jaringan air yaitu di Grogol dan Bleber, Sumberharjo serta Majasem, Bokoharjo.

“Ya untuk kekeringan yang masih menjadi PR Prambanan, lainnya tidak masalah,” ungkap Kepala Pelaksana BPBD Sleman Julisetiono Dwi Wasito di ruang kerjanya kemarin. Sebenarnya untuk kekeringan, selain Prambanan juga terjadi di Gamping, terutama di wilayah selatan. Hanya untuk Gamping sudah dapat teratasi dengan memanfaatkan saluran PDAM. Jadi tahun ini pihaknya fokus mengatasi kekeringan di Prambanan.

Direktur PDAM Sleman Dwi Nurwata menambahkan Prambanan selalu menjadi daerah langganan kekeringan saat kemarau sehingga perlu mendapat bantuan air. Warga di Prambanan kebanyakan menggunakan air melalui saluran PAMDes. Hanya saat musim kemarau sumber air kering sehingga air tidak sampai mengalir ke rumah-rumah warga. Dwi menegaskan meski setiap musim kemarau PDAM mengalami penurunan kapasitas air 15%, pihaknya masih memiliki cadangan besar untuk menyuplai air ke daerah Prambanan.

Sementara Kota Yogyakarta yang mengklaim belum pernah mengalami kekeringgan hebat tetap mewaspadai potensi kekeringan. Kepala Pelaksana BPBD Kota Yogyakarta Agus Winarto mengatakan, kondisi alam Ibu Kota DIY ini berada di daerah cekungan sehingga memungkinkan wilayah tersebut memiliki cadangan air yang cukup. Sejumlah lokasi menjadi fokus pantauan BPBD Kota Yogyakarta karena berpotensi kekurangan air bersih. Dari beberapa lokasi itu adalah Miliran dan Gowongan.

“Masyarakat di wilayah tersebut pernah mengeluh air sumur mereka menyusut saat kemarau,” janji Agus. Direktur PDAM Tirtamarta Yogyakarta Dwi Agus Triwidodo juga mengklaim siap membantu masyarakat dengan mendistribusikan air bersih di wilayah yang kekurangan air bersih.

“Satu bulan setelah musim kemarau atau pada Juni, terjadi penurunan debit air di PDAM Tirmarta sehingga air yang masuk ke pelanggan akan mengecil,” jamin Dwi. Sejumlah pelanggan PDAM yang akan merasakan dampak penurunan debit di antaranya di area pusat kota dan di bagian utara Yogyakarta, seperti Malioboro hingga Tugu dan wilayah sekitarnya.

Pelanggan di daerah tersebut merasakan dampak terbesar karena sumber air bersih masih menggunakan sumur dangkal.

Ridwan anshori/priyo setyawan/sodik
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7763 seconds (0.1#10.140)