Warga Dorong Polisi Ungkap Kasus Ahuna Tri Lestari
A
A
A
SEMARANG - Kasus pembunuhan gadis imut asal Bali, Angeline, mengingatkan warga terhadap kasus serupa yang pernah terjadi enam tahun silam di Kota Semarang.
Sayang, kasus pembunuhan tersebut belum terungkap hingga saat ini. Adalah Ahuna Tri Lestari, 12, siswi SD yang ditemukan tewas di bak mandi rumah bibinya, Sumiyem di Jalan Borobudur Utara Raya No 57 RT 5/RW 7 Kelurahan Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang pada 2 Juli 2009 pukul 16.30 WIB. Tubuhnya terbenam di bak mandi tertindih sebuah barbel seberat 20 kg.
“Sampai sekarang belum terungkap. Sempat komunikasi di 6 bulan pertama sama polisi. Tapi sekarang sudah tidak pernah lagi polisitanya kasusitukesaya,” kata ayah Ahuna, Sumarno saat mengikuti kampanye tolak kekerasan terhadap anak di Car Free Day(CFD), kemarin.
Ahuna sehari-hari memang tinggal bersama Sumiyem lantaran ibu kandungnya meninggal dunia saat melahirkan Ahuna. Motif pembunuhan terhadap gadis kecil itu diduga perampokan. Sebab, sebelumnya Sumiyem menjual tanah senilai Rp120 juta. Uang itu kemudian disimpan di bank. Diduga pelaku hendak menggasak uang tersebut tapi tepergok Ahuna.
Saat kejadian, Sumiyem tidak berada di rumah karena sedang berjualan di pasar, sehingga Ahuna sendirian di rumah. Hingga kemarin, belum terungkap siapa pelaku pembunuhan gadis kelahiran 1997 tersebut. Sumarno mengaku bingung menanyakan perkembangan kasus pembunuhan anaknya ke polisi, apakah ditangani atau tidak.
Dia hanya berani bertanya ke tetangganya yang seorang polisi lalu lintas.“( tetangga polisi) Sempat ngomong pembunuhnya lari ke Medan, ke Lampung. Tapi kok tidak ditangkap ya, apa polisi kerjanya enggak serius atau bagaimana. Wongyang terpotongpotong (mutilasi) saja bisa diungkap, kenapa anak saya ini tidak bisa diungkap (pelakunya),” ujarnya. “Saya berharap pelakunya bisa ditangkap.”
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Sub Bagian Humas Polrestabes Semarang AKP Suwarna menyebut kasus itu tidak berhenti diselidiki. Pada 2009 kepolisian masih berbentuk Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Semarang dan Polres Semarang Barat juga ikut menangani.
“Saat itu masih Polres Semarang Barat. Kejadian tahun 2009 itu, sampai sekarang tentu tidak berhenti atau dihentikan. Kasusnya tetap jalan, dicari tahu (siapa pelakunya),” ujarnya saat dihubungi KORANSINDO via telepon.
Sementara dalam kegiatan kampanye tolak tindak kekerasan terhadap anak, masyarakat, baik dewasa maupun anak-anak berkumpul dan membubuhkan tanda tangan memberikan dukungan Semarang Kota Layak Anak. Tampak di antara kerumunan, turut berbaur Bunda Duta Perlindungan Anak Jawa Tengah, Dewi Susilo Budiharjo dan beberapa jurnalis perempuan Kota Semarang.
Aksi menyuarakan stop kekerasan terhadap anak-anak dilakukan pagi itu.Selain membubuhkan tanda tangan dukungan, pagi itu juga mereka mengingatkan kasus kematian Ahuna Tri Lestari,12, siswi SD yang tewas dibunuh pada 2009 silam di Semarang. “Kasus Angeline di Bali. Ini Semarang juga terjadi, kasus Ahuna yang meninggal dibunuh pada 2009 lalu, sampai sekarang belum terungkap. Untuk ini, kami percaya polisi bisa mengungkapnya, kami tentu ingin pelakunya bisa ditangkap,” kata Dewi Susilo.
Terkait aksi bubuhkan tanda tangan, Dewi menyebut ini adalah bentuk dukungan warga Semarang kepada pemerintah daerah untuk kota layak anak. Sesuai Pasal 21 UU35/2014 tentang Perlindungan Anak disebutkan pemerintah wajib memenuhi dan menghormati hak anak. Pemerintah daerah wajib dan bertanggung jawab melaksanakan dan mendukung perlindungan anak di daerah.
“UU itu revisi sebelumnya. Apalagi Pak Wali (Wali Kota) sudah mendapatkan penghargaan Kota Layak Anak, tentu kami mendukung kebijakan-kebijakan untuk membangun kota layak anak,” katanya.
Sendra, salah satu anak yang ikut pada kegiatan itu. Dia juga membubuhkan tanda tangan. Dia menjawab enteng saat ditanyakan hak anak. “Hak anak itu jajan, bermain juga (hak),” ujarnya.
Eka setiawan
Sayang, kasus pembunuhan tersebut belum terungkap hingga saat ini. Adalah Ahuna Tri Lestari, 12, siswi SD yang ditemukan tewas di bak mandi rumah bibinya, Sumiyem di Jalan Borobudur Utara Raya No 57 RT 5/RW 7 Kelurahan Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang pada 2 Juli 2009 pukul 16.30 WIB. Tubuhnya terbenam di bak mandi tertindih sebuah barbel seberat 20 kg.
“Sampai sekarang belum terungkap. Sempat komunikasi di 6 bulan pertama sama polisi. Tapi sekarang sudah tidak pernah lagi polisitanya kasusitukesaya,” kata ayah Ahuna, Sumarno saat mengikuti kampanye tolak kekerasan terhadap anak di Car Free Day(CFD), kemarin.
Ahuna sehari-hari memang tinggal bersama Sumiyem lantaran ibu kandungnya meninggal dunia saat melahirkan Ahuna. Motif pembunuhan terhadap gadis kecil itu diduga perampokan. Sebab, sebelumnya Sumiyem menjual tanah senilai Rp120 juta. Uang itu kemudian disimpan di bank. Diduga pelaku hendak menggasak uang tersebut tapi tepergok Ahuna.
Saat kejadian, Sumiyem tidak berada di rumah karena sedang berjualan di pasar, sehingga Ahuna sendirian di rumah. Hingga kemarin, belum terungkap siapa pelaku pembunuhan gadis kelahiran 1997 tersebut. Sumarno mengaku bingung menanyakan perkembangan kasus pembunuhan anaknya ke polisi, apakah ditangani atau tidak.
Dia hanya berani bertanya ke tetangganya yang seorang polisi lalu lintas.“( tetangga polisi) Sempat ngomong pembunuhnya lari ke Medan, ke Lampung. Tapi kok tidak ditangkap ya, apa polisi kerjanya enggak serius atau bagaimana. Wongyang terpotongpotong (mutilasi) saja bisa diungkap, kenapa anak saya ini tidak bisa diungkap (pelakunya),” ujarnya. “Saya berharap pelakunya bisa ditangkap.”
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Sub Bagian Humas Polrestabes Semarang AKP Suwarna menyebut kasus itu tidak berhenti diselidiki. Pada 2009 kepolisian masih berbentuk Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Semarang dan Polres Semarang Barat juga ikut menangani.
“Saat itu masih Polres Semarang Barat. Kejadian tahun 2009 itu, sampai sekarang tentu tidak berhenti atau dihentikan. Kasusnya tetap jalan, dicari tahu (siapa pelakunya),” ujarnya saat dihubungi KORANSINDO via telepon.
Sementara dalam kegiatan kampanye tolak tindak kekerasan terhadap anak, masyarakat, baik dewasa maupun anak-anak berkumpul dan membubuhkan tanda tangan memberikan dukungan Semarang Kota Layak Anak. Tampak di antara kerumunan, turut berbaur Bunda Duta Perlindungan Anak Jawa Tengah, Dewi Susilo Budiharjo dan beberapa jurnalis perempuan Kota Semarang.
Aksi menyuarakan stop kekerasan terhadap anak-anak dilakukan pagi itu.Selain membubuhkan tanda tangan dukungan, pagi itu juga mereka mengingatkan kasus kematian Ahuna Tri Lestari,12, siswi SD yang tewas dibunuh pada 2009 silam di Semarang. “Kasus Angeline di Bali. Ini Semarang juga terjadi, kasus Ahuna yang meninggal dibunuh pada 2009 lalu, sampai sekarang belum terungkap. Untuk ini, kami percaya polisi bisa mengungkapnya, kami tentu ingin pelakunya bisa ditangkap,” kata Dewi Susilo.
Terkait aksi bubuhkan tanda tangan, Dewi menyebut ini adalah bentuk dukungan warga Semarang kepada pemerintah daerah untuk kota layak anak. Sesuai Pasal 21 UU35/2014 tentang Perlindungan Anak disebutkan pemerintah wajib memenuhi dan menghormati hak anak. Pemerintah daerah wajib dan bertanggung jawab melaksanakan dan mendukung perlindungan anak di daerah.
“UU itu revisi sebelumnya. Apalagi Pak Wali (Wali Kota) sudah mendapatkan penghargaan Kota Layak Anak, tentu kami mendukung kebijakan-kebijakan untuk membangun kota layak anak,” katanya.
Sendra, salah satu anak yang ikut pada kegiatan itu. Dia juga membubuhkan tanda tangan. Dia menjawab enteng saat ditanyakan hak anak. “Hak anak itu jajan, bermain juga (hak),” ujarnya.
Eka setiawan
(ftr)