Pemkot Toleransi Pengemis dan Pengamen Difabel
A
A
A
SOLO - Pemkot Solo menoleransi keberadaan pengamen dan pengemis difabel selama Ramadan.
Mereka tetap diperkenankan beroperasi pada jamjam tertentu dengan alasan kemanusiaan. Kepala Satpol PP Pemkot Surakarta Sutardjo mengatakan, pengemis difabel yang berada di kawasan perempatan lampu merah Manahan tidak diperkenankan beroperasi pukul 07.00- 15.00 WIB. Mereka dipersilakan kembali ke jalan setelah batas waktu tersebut habis.
Dia memberikan toleransi karena alasan kemanusiaan. Meski demikian, ke depan akan diupayakan agar mereka dapat mencari nafkah tanpa harus mengemis atau mengamen. “Nanti diupayakan ada CSR (coorporate social responsibility ). Wujudnya barang dan bukan uang. Jika diwujudkan uang, nilainya mencapai Rp2 juta,” kata Sutardjo kemarin.
Berdasarkan data Satpol PP, ada sekitar 30 pengemis dan pengamen yang biasa beroperasi di Kota Solo. Dalam penanganannya, Satpol menggandeng RSUD dr Moewardi, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Solo, dan PMI. Memasuki Ramadan, sejumlah kawasan mulai dipadati pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT).
Pemandangan ini dapat dijumpai di sekitar tempat ibadah, pusat bisnis dan keramaian, terutama di wilayah Johosari, Kelurahan Joho, Kecamatan Sukoharjo Kota. Keberadaan pengemis ini dikeluhkan dan membuat resah masyarakat. Karena itu, kemarin Satpol PP Sukoharjo menggelar razia di sejumlah titik yang menjadi lokasi mangkal pengemis dan gelandangan.
Sempat terjadi aksi kejar-kejaran saat penertiban tersebut. Seorang pengemis yang belakangan diketahui bernama Redi, 60, berusaha melarikan diri saat akan ditangkap petugas. Pengemis lainnya, Marmin, 70, asal Pacitan memilih pasrah. Redi diketahui menempati pos keamanan lingkungan (poskamling) kampung setempat.
Sementara Marmin menempati sebuah rumah kosong. Kepala Satpol PP Sukoharjo Sutarmo menambahkan, razia dilakukan sebagai bentuk penegakan Peraturan Daerah( Perda) No 3/ 2014 tentang Ketertiban Umum.
Dalam aturan itu ditekankan mengenai upaya menjaga kondusivitas wilayah, salah satunya mengenai keberadaan gelandangan, pengemis, dan pengamen. “Petugas tidak hanya menindak, tapi juga memberikan pembinaan agar ke depan tidak ada lagi gelandangan, pengemis, dan pengamen,” ucapnya.
Sutarmo juga mengakui memasuki bulan puasa ini keberadaan PGOT khususnya pengemis semakin banyak saja. Para pengemis tersebut mendatangi satu persatu pelaku usaha di pinggir jalan.
Ary wahyu wibowo/ sumarno
Mereka tetap diperkenankan beroperasi pada jamjam tertentu dengan alasan kemanusiaan. Kepala Satpol PP Pemkot Surakarta Sutardjo mengatakan, pengemis difabel yang berada di kawasan perempatan lampu merah Manahan tidak diperkenankan beroperasi pukul 07.00- 15.00 WIB. Mereka dipersilakan kembali ke jalan setelah batas waktu tersebut habis.
Dia memberikan toleransi karena alasan kemanusiaan. Meski demikian, ke depan akan diupayakan agar mereka dapat mencari nafkah tanpa harus mengemis atau mengamen. “Nanti diupayakan ada CSR (coorporate social responsibility ). Wujudnya barang dan bukan uang. Jika diwujudkan uang, nilainya mencapai Rp2 juta,” kata Sutardjo kemarin.
Berdasarkan data Satpol PP, ada sekitar 30 pengemis dan pengamen yang biasa beroperasi di Kota Solo. Dalam penanganannya, Satpol menggandeng RSUD dr Moewardi, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Solo, dan PMI. Memasuki Ramadan, sejumlah kawasan mulai dipadati pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT).
Pemandangan ini dapat dijumpai di sekitar tempat ibadah, pusat bisnis dan keramaian, terutama di wilayah Johosari, Kelurahan Joho, Kecamatan Sukoharjo Kota. Keberadaan pengemis ini dikeluhkan dan membuat resah masyarakat. Karena itu, kemarin Satpol PP Sukoharjo menggelar razia di sejumlah titik yang menjadi lokasi mangkal pengemis dan gelandangan.
Sempat terjadi aksi kejar-kejaran saat penertiban tersebut. Seorang pengemis yang belakangan diketahui bernama Redi, 60, berusaha melarikan diri saat akan ditangkap petugas. Pengemis lainnya, Marmin, 70, asal Pacitan memilih pasrah. Redi diketahui menempati pos keamanan lingkungan (poskamling) kampung setempat.
Sementara Marmin menempati sebuah rumah kosong. Kepala Satpol PP Sukoharjo Sutarmo menambahkan, razia dilakukan sebagai bentuk penegakan Peraturan Daerah( Perda) No 3/ 2014 tentang Ketertiban Umum.
Dalam aturan itu ditekankan mengenai upaya menjaga kondusivitas wilayah, salah satunya mengenai keberadaan gelandangan, pengemis, dan pengamen. “Petugas tidak hanya menindak, tapi juga memberikan pembinaan agar ke depan tidak ada lagi gelandangan, pengemis, dan pengamen,” ucapnya.
Sutarmo juga mengakui memasuki bulan puasa ini keberadaan PGOT khususnya pengemis semakin banyak saja. Para pengemis tersebut mendatangi satu persatu pelaku usaha di pinggir jalan.
Ary wahyu wibowo/ sumarno
(ftr)