Situs Gunung Sentono Dijarah Penebang Liar
A
A
A
BANTUL - Aksi penebangan liar pohon- pohon kayu keras terjadi di Gunung Sentono, Dusun Gunungkelir, Desa Pleret, Kecamatan Pleret. Beberapa warga sekitar menebang dan menjual kayukayu keras yang diklaim milik mereka.
Winardi Utomo, 80, warga yang tinggal di kaki bukit Gunung Sentono membenarkan, ada aksi penebangan tersebut. Beberapa jenis pohon keras, seperti jati, sono keling, dan tanam lainnya, banyak yang berkurang karena aksi penebangan. Warga penebang adalah warga yang mengklaim memiliki warisan dari tanah itu.
Padahal sejatinya tanah itu adalah milik Keraton Ngayogyakarto karena merupakan Sultan Ground. “Yang menebang itu katanya dulu mbahnya yang menanam. Padahal setahu saya, dulu tidak ada yang menanam wong ini tanah kekanjengan,” tutur lakilaki renta ini.
Aksi penebangan itu sudah berlangsung beberapa pekan lalu namun kini sudah dihentikan camat setempat karena konon belum mengantongi izin. Winardi menduga, aksi penebangan itu bermula dari kabar ada kesepakatan dengan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) yang akan menanami bukit itu dengan Sorgum dan Kemiri Sunan.
Kini beberapa titik di gunung tempat petilasan Ratu Malang yang merupakan peninggalan bersejarah dari Raja Amangkurat II sudah rusak. Pohon-pohon besar yang ada di kawasan itu banyak ditebangi. Beruntung camat setempat sudah menghentikan mereka karena alasan tidak memiliki izin dan belum ada kerja sama. “Seminggu lalu, hampir setiap saat suara gergaji mesin selalu terdengar dan truk-truk lalu lalang ke sini,” ujar laki-laki yang memiliki rumah di jalur masuk situs itu.
Camat Pleret, Walkodri, membenarkan ada aksi penebangan liar yang dilakukan warga Gunungkelir. Dia sudah menghentikan karena aksi para penebang pohonitutidakmemilikiizin. Jika warga yang menebang mengklaim memiliki tanah itu, Walkodri sempat menanyakan kekancingan (izin dari keraton mengelola tanah) kepada mereka. “Kalau mereka mengelola, mana bukti kekancingannya. Mereka tidak bisa menunjukkan hal tersebut,” ujarnya.
Walkodri mengakui, memang akan ada kerja sama dengan UPN untuk menanami kawasan Gunung Sentono dengan beberapa tanaman produktif. Hanya sampai saat ini belum ada kerja sama hitam di atas putih dengan UPN. Bahkan, dengan pemkab juga belum menandatangani kerja sama tersebut. Ia heran yang dilakukan warga dengan mengklaim lahan dan pohon-pohon itu milik mereka sehingga seenaknya membabati pohon-pohon dengan alasan ada kerja sama dengan UPN.
Padahal penandatanganan kerja sama tersebut belum ada. Meski tidak berpotensi longsor, tetapi warga tidak bisa membuktikan izin dari keraton mengelola tanah itu. “Itu bisa dikatakan pembalakan liar, bisa merusak itu nantinya,” katanya.
Sementara warga yang lain, Parjono, membantah aksi tersebut pembalakan liar dan berdampak merusak. Warga menebang pohon itu adalah warga yang selama ini mengelola tanah-tanah di Gunung Sentono. Kemungkinan besar warga yang menebang pohon itu khawatir karena jika ada kerja sama dengan UPN, pohon-pohon itu bukan milik mereka lagi.
“Sudah ada kerja sama dengan UPN, bahkan sudah ada MOU dengan gubernur terkait dengan penanaman sorgum dan kemiri sunan di sini untuk pengembangan pariwisata. Jadi tidak benar kalau belum ada kerja sama,” ujarnya.
Erfanto linangkung
Winardi Utomo, 80, warga yang tinggal di kaki bukit Gunung Sentono membenarkan, ada aksi penebangan tersebut. Beberapa jenis pohon keras, seperti jati, sono keling, dan tanam lainnya, banyak yang berkurang karena aksi penebangan. Warga penebang adalah warga yang mengklaim memiliki warisan dari tanah itu.
Padahal sejatinya tanah itu adalah milik Keraton Ngayogyakarto karena merupakan Sultan Ground. “Yang menebang itu katanya dulu mbahnya yang menanam. Padahal setahu saya, dulu tidak ada yang menanam wong ini tanah kekanjengan,” tutur lakilaki renta ini.
Aksi penebangan itu sudah berlangsung beberapa pekan lalu namun kini sudah dihentikan camat setempat karena konon belum mengantongi izin. Winardi menduga, aksi penebangan itu bermula dari kabar ada kesepakatan dengan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) yang akan menanami bukit itu dengan Sorgum dan Kemiri Sunan.
Kini beberapa titik di gunung tempat petilasan Ratu Malang yang merupakan peninggalan bersejarah dari Raja Amangkurat II sudah rusak. Pohon-pohon besar yang ada di kawasan itu banyak ditebangi. Beruntung camat setempat sudah menghentikan mereka karena alasan tidak memiliki izin dan belum ada kerja sama. “Seminggu lalu, hampir setiap saat suara gergaji mesin selalu terdengar dan truk-truk lalu lalang ke sini,” ujar laki-laki yang memiliki rumah di jalur masuk situs itu.
Camat Pleret, Walkodri, membenarkan ada aksi penebangan liar yang dilakukan warga Gunungkelir. Dia sudah menghentikan karena aksi para penebang pohonitutidakmemilikiizin. Jika warga yang menebang mengklaim memiliki tanah itu, Walkodri sempat menanyakan kekancingan (izin dari keraton mengelola tanah) kepada mereka. “Kalau mereka mengelola, mana bukti kekancingannya. Mereka tidak bisa menunjukkan hal tersebut,” ujarnya.
Walkodri mengakui, memang akan ada kerja sama dengan UPN untuk menanami kawasan Gunung Sentono dengan beberapa tanaman produktif. Hanya sampai saat ini belum ada kerja sama hitam di atas putih dengan UPN. Bahkan, dengan pemkab juga belum menandatangani kerja sama tersebut. Ia heran yang dilakukan warga dengan mengklaim lahan dan pohon-pohon itu milik mereka sehingga seenaknya membabati pohon-pohon dengan alasan ada kerja sama dengan UPN.
Padahal penandatanganan kerja sama tersebut belum ada. Meski tidak berpotensi longsor, tetapi warga tidak bisa membuktikan izin dari keraton mengelola tanah itu. “Itu bisa dikatakan pembalakan liar, bisa merusak itu nantinya,” katanya.
Sementara warga yang lain, Parjono, membantah aksi tersebut pembalakan liar dan berdampak merusak. Warga menebang pohon itu adalah warga yang selama ini mengelola tanah-tanah di Gunung Sentono. Kemungkinan besar warga yang menebang pohon itu khawatir karena jika ada kerja sama dengan UPN, pohon-pohon itu bukan milik mereka lagi.
“Sudah ada kerja sama dengan UPN, bahkan sudah ada MOU dengan gubernur terkait dengan penanaman sorgum dan kemiri sunan di sini untuk pengembangan pariwisata. Jadi tidak benar kalau belum ada kerja sama,” ujarnya.
Erfanto linangkung
(ftr)