Petani Banjar Mulai Ketar-ketir
A
A
A
BANJAR - Petani di Kota Banjar mulai ketar-ketir akibat padi yang ditanamnya yang masih berusia 30 hari kekurangan pasokan air.
Mereka dihantui kekhawatiran gagal panen, terlebih tidak adanya kepastian kapan hujan akan turun. Kekhawatiran seperti itu mendera para petani terutama di Desa Cibereum, Desa Balokang, dan Kelurahan Banjar. Ditambah lagi dengan debit Wa duk Situleutik, Desa Cibeureum sebagai penopang air untuk sawah di sekitarnya mulai menyusut.
Saat ini Situleutik ha nya bisa mengaliri saluran irigasi kecil dengan ukuran saluran hanya 2,5 meter. Dengan begitu, pasokan air hanya men jang kau pada sawah yang jara k nya kurang dari dua kilometer, sedangakan untuk saluran yang besar tampak kering karena air tidak sanggup naik. Sanukri, petani yang juga warga Cibeureum, menjelaskan, jika Situleutik ini memang sangat mudah sekali surut.
Satu minggu saja tidak hujan turunnya sangat drastis hingga satu me ter. Pasalnya, pasokan air yang masuk ke waduk tersebut juga sangatlah kecil. “Jangankan satu bulan, tak hu jan seminggu juga sudah sedi kit airnya. Bagaimana nasib para petani yang meng gan tungkan pasokan air dari Situleutik,” kata Sanukri.
Agar air bisa mengalir secara mak simal, lanjut dia, terkadang para petani harus me mer gu nakan pompa air untuk mengalari sa wah. Adapun penggunaan pom pa air sendiri memerlukan bia ya yang cukup besar. Hingga saat ini petani belum berani meng gunakan pompa air karena keterbatasan biaya.
Sekadar diketahui, per sawah an di Desa Cibeureum, Balo kang, dan sekitarnya, awalnya merupakan sawah tadah hu jan, yang kemudian diubah men jadi sawah irigasi teknis dengan memanfaatkan saluran air dari Situleutik. “Tetapi yang terjadi sekarang petani malah khawatir jika sawah tidak akan terairi. Karena pasokan air dari Situleutik kian berkurang,” ujar Sanukri.
Sementara itu, Situleutik saat ini hanya dimanfaatkan oleh sebagian warga me mancing ikan. Hampir setiap hari warga berdatangan ke lokasi tersebut untuk memanfaatkan turunnya debit air dengan meman cing ikan.
Anthika asmara
Mereka dihantui kekhawatiran gagal panen, terlebih tidak adanya kepastian kapan hujan akan turun. Kekhawatiran seperti itu mendera para petani terutama di Desa Cibereum, Desa Balokang, dan Kelurahan Banjar. Ditambah lagi dengan debit Wa duk Situleutik, Desa Cibeureum sebagai penopang air untuk sawah di sekitarnya mulai menyusut.
Saat ini Situleutik ha nya bisa mengaliri saluran irigasi kecil dengan ukuran saluran hanya 2,5 meter. Dengan begitu, pasokan air hanya men jang kau pada sawah yang jara k nya kurang dari dua kilometer, sedangakan untuk saluran yang besar tampak kering karena air tidak sanggup naik. Sanukri, petani yang juga warga Cibeureum, menjelaskan, jika Situleutik ini memang sangat mudah sekali surut.
Satu minggu saja tidak hujan turunnya sangat drastis hingga satu me ter. Pasalnya, pasokan air yang masuk ke waduk tersebut juga sangatlah kecil. “Jangankan satu bulan, tak hu jan seminggu juga sudah sedi kit airnya. Bagaimana nasib para petani yang meng gan tungkan pasokan air dari Situleutik,” kata Sanukri.
Agar air bisa mengalir secara mak simal, lanjut dia, terkadang para petani harus me mer gu nakan pompa air untuk mengalari sa wah. Adapun penggunaan pom pa air sendiri memerlukan bia ya yang cukup besar. Hingga saat ini petani belum berani meng gunakan pompa air karena keterbatasan biaya.
Sekadar diketahui, per sawah an di Desa Cibeureum, Balo kang, dan sekitarnya, awalnya merupakan sawah tadah hu jan, yang kemudian diubah men jadi sawah irigasi teknis dengan memanfaatkan saluran air dari Situleutik. “Tetapi yang terjadi sekarang petani malah khawatir jika sawah tidak akan terairi. Karena pasokan air dari Situleutik kian berkurang,” ujar Sanukri.
Sementara itu, Situleutik saat ini hanya dimanfaatkan oleh sebagian warga me mancing ikan. Hampir setiap hari warga berdatangan ke lokasi tersebut untuk memanfaatkan turunnya debit air dengan meman cing ikan.
Anthika asmara
(ftr)