Lima Tahun Sabar Menghadapi Cobaan

Jum'at, 19 Juni 2015 - 10:44 WIB
Lima Tahun Sabar Menghadapi...
Lima Tahun Sabar Menghadapi Cobaan
A A A
Sudah lima tahun para pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung, Karo, menjalani Ramadan di tempat pengungsian. Sahur dan berbuka dengan makanan seadanya yang dimasak di dapur umum di tempat yang memprihatinkan, tidak mengurangi kekhusyukan mereka menjalankan rukun Islam ketiga tersebut.

Walaupun terkadang besar harapan mereka dapat menjalankan ibadah puasa, secara normal saat Gunung Sinabung belum bergejolak. Seperti yang diungkapkan Hariati Sitepu, 40, warga Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran, Karo. Ibu dua anak bersama sekitar 250-an umat Muslim di desanya harus berlapang dada mengawali ibadah puasa di tempat penampungan Jambur Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat dengan kondisi seadanya.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, sekitar pukul 02.30 WIB kemarin, Hariati bersama kaum ibu se-desanya memasuki dapur umum posko untuk menyiapkan makanan sahur perdana pengungsi. Udara dingin yang terasa menusuk tulang tidak menjadi halangan ibu-ibu ini. Satu persatu peralatan memasak difungsikan sebagaimana mestinya, sebagian ibu-ibu memotong sawi pahit untuk direbus menjadi sayuran. Ada yang memanaskan nasi yang berasal dari beras catu, dan ikan dencis sisa makan malam, serta menyiapkan segelas sereal untuk disajikan menjadi menu sahur pada pagi yang dingin dan hening itu.

Sebagian lagi terlihat berdiam di sekitar dapur untuk menghangatkan badan. Berselang 30 menit, menu seadanya untuk sahur pun siap disantap. Para pengungsi umat Muslim mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua mulai bangun dari istirahat yang dapat dikatakan tidak nyaman karena berdesak-desakan di Jambur. Mereka pun mulai membersihkan diri di kamar mandi umum yang berada satu areal dengan dapur.

Setelah itu, para kaum ibu mulai menyajikan hidangan sahur untuk masing-masing pengungsi. Puluhan anak-anak terlihat tidak sabar menunggu giliran mendapatkan jatah sahur seadanya. Rasa persaudaraan dan kebersamaan terasa sangat kental di lokasi dapur umum berukuran 5x5 meter (m) tersebut. Setelah memanjatkan doa, mereka pun mulai bersantap sahur sembari bercerita ringan tentang kehidupan, anak-anak, dan kampung halaman yang ditinggal mengungsi.

Suara nyaring tangisan bayi turut mengiringi santap sahur warga Desa Kuta Rayat yang jumlah penduduk Muslimnya cukup banyak. “Sejak tahun 2010 hingga sekarang, kami selalu menjalankan puasa dan berlebaran di pengungsian. Setiap bulan Ramadan pasti mengungsi. Tidak sanggup aku bicara, tidak tega aku melihat anak-anak yang masih kecil ini semua. Kami tidak mengharapkan apaapa dari pemerintah. Kami terima dengan ikhlas dan lapang dada,”ungkap Ibu Ati, panggilan akrab Hariati Sitepu, sambil berlinang air mata.

Ati yang mengenakan jilbab putih mengungkapkan, sebelum bencana ini datang kembali, mereka hidup nyaman di desa sudah bisa kembali mengolah lahan pertanian. Namun, amukan Gunung Sinabung tidak dapat terhindarkan hingga sisa pundi-pundi yang sudah habis untuk modal bercocok tanam menjadi sia-sia karena terbengkalai ditinggal mengungsi.

“Perasaan sangat sedih mengawali puasa di pengungsian seperti sekarang ini. Harapan kami mudahmudahan Gunung Sinabung tidak mengamuk lagi, biar kami bisa pulang. Setiap tahun seperti ini kami sudah cukup menderita tiap puasa dan Lebaran. Mau salat saja kami bingung di mana tempatnya. Memang ada masjid, tapi tidak di lokasi ini. Kami harap pemerintah dapat menyediakan ruang untuk kami beribadah,”harapnya.

Warga lainnya, Rosalina Sitepu, 35, mengaku sedih karena tidak bisa mengawali ibadah puasa di kampung halaman. Menurut dia, mungkin hal ini adalah cobaan dari Tuhan agar menjadikan manusia menjadi lebih sabar dan tabah. Sementara Sekretaris Desa Kuta Rayat, Sastrawan Ginting, mengakui bahwa warganya kekurangan gizi dalam menjalani ibadah puasa pertama di posko pengungsian.

“Warga kami sahur dengan menu ikan sambal dan sayur rebus, serta beras dari Bulog. Harapan kami ke depannya agar terpenuhi masalah gizi, terutama bagi masyarakat kami yang Muslim karena sedang berpuasa,” ucapnya.

Seusai bersantap sahur, para pengungsi bersama-sama menuju masjid untuk salat Subuh yang berjarak sejauh 50 meter dari posko pengungsian. Sementara Kepala Pos Pemantau Gunung Api (PPGA) Sinabung, Armen Putra memaparkan, hingga pukul 17.00 WIB kemarin, terjadi satu kali awan panas guguran dengan jarak luncur sejauh 2, 5 kilometer (km) ke arah tenggara.

“Seperti yang kita ketahui dalam tiga hari terakhir aktivitas Sinabung meningkat. Bahkan, karena arah angin, muntahan debu vulkaniknya sampai di Medan. Kita tidak tahu sampai kapan hal ini terjadi. Kepada masyarakat baik dari Karo ataupun Medan dan sekitar Sumut agar mengenakan masker saat beraktivitas di luar rumah,” ujarnya.

BNPB Kucurkan Rp1,4 M untuk Pengungsi Sinabung

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan mengucurkan dana siap pakai sebesar Rp1,4 miliar untuk penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung sesuai permintaan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo. Dana tersebut digunakan sejak pemerintah mengevakuasi warga di enam desa dan satu dusun karena status Sinabung dinaikkan menjadi Level IV (Awas).

Direktur Tanggap Darurat BNPB J Tambunan mengatakan, dana itu untuk menyediakan kebutuhan dasar kepada lebih dari 2.000 jiwa pengungsi, mulai dari selimut, beras, dan kebutuhan logistik lainnya. Menurut dia, bantuan ini diberikan karena Pemkab Karo memiliki keterbatasan dana dalam menangani pengungsi bencana erupsi Gunung Sinabung. Selain itu, bencana Sinabung tidak bisa diprediksi kapan berakhir agar kehidupan masyarakat di sekitarnya kembali normal.

“Pengungsi telah bertambah menjadi 11desa dan satu dusun dengan jumlah pengungsi 10.714 jiwa. Kini BNPB tinggal menunggu hitung-hitungan dari Pemkab Karo untuk 30 hari ke depan bagi seluruh pengungsi, juga berapa anggaran yang dibutuhkan untuk kebutuhan dasar dan puasa, termasuk progres kebutuhan menjelang Lebaran di setiap posko pengungsian,” katanya kepada wartawan seusai rapat koordinasi dengan unsur Muspida Karo di kantor Bupati Karo, Kabanjahe, kemarin.

BNPB juga sedang mempersiapkan rencana kontinjensi menghadapi skenario terburuk dampak letusan erupsi gunung teraktif di Sumatera itu serta perhitungan jumlah kekuatan personel dan logistik.

Riza Pinem Kabanjahe
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0787 seconds (0.1#10.140)