Hakim Tolak Penangguhan Harini
A
A
A
SEMARANG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang kembali menolak penangguhan penahanan terdakwa kasus dugaan korupsi program Semarang Pesona Asia (SPA) Kota Semarang tahun 2007, Harini Krisniati.
Dalam persidangan dengan agenda eksepsi, Staf Ahli Wali Kota Semarang itu meminta majelis hakim memberikan penangguhan penahanan terhadap dirinya. Harini mengaku jika kondisi kesehatannya tidak sehat sehingga harus mendapat perawatan dokter.
“Kami mohon majelis hakim mengabulkan penangguhan penahanan kami. Kondisi saya saat ini sakit dan butuh perawatan. Saya ingin kooperatif mengikuti sidang, tapi jika kondisi saya sakit seperti ini, saya tidak yakin dapat mengikuti persidangan terus menerus,” kata dia. Permohonan penangguhan penahanan tersebut langsung dijawab Ketua Majelis Hakim Gatot Susanto.
Dalam jawabannya, Gatot tidak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersebut. “Kami tidak dapat mengabulkan permohonan penangguhan penahanan. Kecuali terdakwa sakit keras dan harus dibantarkan,” kata Gatot. Pernyataan tersebut langsung ditanggapi serius kuasa hukum terdakwa, Joko Suwarno.
Ditemui seusai sidang, Joko mengatakan, jika tidak dikabulkan permohonan penangguhan penahanan kliennya itu melanggar hak asasi manusia (HAM). “Sebagaimana Pasal 20 KUHAP bahwa penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan persidangan. Apabila untuk kepentingan tersebut tidak terganggu, akan tidak ada alasan menahan terdakwa. Melakukan penahanan terhadap terdakwa ini merupakan pelanggaran HAM,” kata dia.
Selain kondisi kliennya yang sedang sakit, pihaknya juga mengomentari proses hukum dalam penyidikan tidak benar. Sebab penahanan terhadap kliennya tidak dapat dibenarkan dan cacat hukum karena tidak memenuhi dua alat bukti sah menurut hukum.
“Penahanan adalah hal yang buruk sebagaimana hukum pidana itu sendiri. Maka sebisa mungkin penahanan harus dihindari sebelum ada putusan pengadilan yang sah. Hal ini juga untuk menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah,” katanya.
Selain penangguhan penahanan ditolak, eksepsi yang dilayangkan terdakwa melalui kuasa hukumnya juga ditolak jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa menilai eksepsi terdakwa tidak bersifat eksepsionir dan sudah memasuki pokok perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan. “Kami meminta hakim menolak eksepsi terdakwa secara keseluruhan dan memerintahkan untuk melanjutkan pemeriksaan dalam putusan selanya,” kata Harwanti.
Dalam tanggapannya, jaksa menanggapi poin-poin eksepsi terdakwa. Di antaranya menanggapi eksepsi yang menyatakan proses penyidikan atas terdakwa tidak sah sehingga proses selanjutnya tidak dapat dilakukan, jaksa mengaku hal itu bukan ranah eksepsi di persidangan.
“Harusnya, terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka dilakukan dalam sidang praperadilan. Diketahui, dalam praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, hakim telah memutuskan menolak upaya praperadilan terdakwa itu,” katanya.
Sementara menanggapi pernyataan bahwa terdakwa bukan orang yang harus dimintai pertanggungjawaban, jaksa menanggapi santai. Bahwa hal itu sudah masuk dalam pokok perkara sehingga harus dibuktikan dalam persidangan. “Jadi, apakah terdakwa bersalah atau tidak, harus dibuktikan dalam persidangan dan menunggu hasil pemeriksaan hingga akhir,” katanya.
Sekadar diketahui, kasus ini bermula saat Kota Semarang mengadakan program Semarang Pesona Asia (SPA) tahun 2007.
Andika prabowo
Dalam persidangan dengan agenda eksepsi, Staf Ahli Wali Kota Semarang itu meminta majelis hakim memberikan penangguhan penahanan terhadap dirinya. Harini mengaku jika kondisi kesehatannya tidak sehat sehingga harus mendapat perawatan dokter.
“Kami mohon majelis hakim mengabulkan penangguhan penahanan kami. Kondisi saya saat ini sakit dan butuh perawatan. Saya ingin kooperatif mengikuti sidang, tapi jika kondisi saya sakit seperti ini, saya tidak yakin dapat mengikuti persidangan terus menerus,” kata dia. Permohonan penangguhan penahanan tersebut langsung dijawab Ketua Majelis Hakim Gatot Susanto.
Dalam jawabannya, Gatot tidak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersebut. “Kami tidak dapat mengabulkan permohonan penangguhan penahanan. Kecuali terdakwa sakit keras dan harus dibantarkan,” kata Gatot. Pernyataan tersebut langsung ditanggapi serius kuasa hukum terdakwa, Joko Suwarno.
Ditemui seusai sidang, Joko mengatakan, jika tidak dikabulkan permohonan penangguhan penahanan kliennya itu melanggar hak asasi manusia (HAM). “Sebagaimana Pasal 20 KUHAP bahwa penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan persidangan. Apabila untuk kepentingan tersebut tidak terganggu, akan tidak ada alasan menahan terdakwa. Melakukan penahanan terhadap terdakwa ini merupakan pelanggaran HAM,” kata dia.
Selain kondisi kliennya yang sedang sakit, pihaknya juga mengomentari proses hukum dalam penyidikan tidak benar. Sebab penahanan terhadap kliennya tidak dapat dibenarkan dan cacat hukum karena tidak memenuhi dua alat bukti sah menurut hukum.
“Penahanan adalah hal yang buruk sebagaimana hukum pidana itu sendiri. Maka sebisa mungkin penahanan harus dihindari sebelum ada putusan pengadilan yang sah. Hal ini juga untuk menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah,” katanya.
Selain penangguhan penahanan ditolak, eksepsi yang dilayangkan terdakwa melalui kuasa hukumnya juga ditolak jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa menilai eksepsi terdakwa tidak bersifat eksepsionir dan sudah memasuki pokok perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan. “Kami meminta hakim menolak eksepsi terdakwa secara keseluruhan dan memerintahkan untuk melanjutkan pemeriksaan dalam putusan selanya,” kata Harwanti.
Dalam tanggapannya, jaksa menanggapi poin-poin eksepsi terdakwa. Di antaranya menanggapi eksepsi yang menyatakan proses penyidikan atas terdakwa tidak sah sehingga proses selanjutnya tidak dapat dilakukan, jaksa mengaku hal itu bukan ranah eksepsi di persidangan.
“Harusnya, terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka dilakukan dalam sidang praperadilan. Diketahui, dalam praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, hakim telah memutuskan menolak upaya praperadilan terdakwa itu,” katanya.
Sementara menanggapi pernyataan bahwa terdakwa bukan orang yang harus dimintai pertanggungjawaban, jaksa menanggapi santai. Bahwa hal itu sudah masuk dalam pokok perkara sehingga harus dibuktikan dalam persidangan. “Jadi, apakah terdakwa bersalah atau tidak, harus dibuktikan dalam persidangan dan menunggu hasil pemeriksaan hingga akhir,” katanya.
Sekadar diketahui, kasus ini bermula saat Kota Semarang mengadakan program Semarang Pesona Asia (SPA) tahun 2007.
Andika prabowo
(ftr)