PSK Kedung Banteng Berkemas, Mucikari Tunggu Kepastian Nasib
A
A
A
PONOROGO - Sebagian Pekerja Seks Komersial (PSK) eks lokalisasi Kedung Banteng, Ponorogo, mulai mengemasi barang-barangnya. Mereka mulai bersiap untuk pulang ke daerahnya masing-masing pasca penutupan secara resmi pasar prostitusi di perbatasan Ponorogo-Magetan ini.
Desi (37) dan Tika (31) para PSK yang mengaku berasal dari Wonogiri menyatakan, mereka sengaja segera bersiap-siap untuk pulang kampung karena sejak Jumat 5 Juni lalu mereka sudah menerima uang pesangon dari pemerintah.
“Sudah ditransfer kok, kami termasuk yang awal menerima. Makanya langsung pulang saja. Itung-itung turun mesinlah di rumah nanti,” ujar Tika, Selasa (9/6/2015).
Sedangkan menurut Desi, dia ingin segera pulang karena selain dananya sudah memang diterima, dia yakin tidak ada lagi tamu yang datang karena jelas sudah ditutup. Dia sudah tidak bisa berharap ada pendapatan dari pekerjaan yang selama ini dilakoninya.
"Pulang, kembali ke rumah orang tua. Saya juga sudah sangat rindu sama anak semata wayang saya. Kasihan, sampai usia SMP tidak pernah saya asuh sendiri,” ungkap wanita bertubuh subur ini.
Sedangkan Ani (42) PSK asal Tulungagung, mengatakan masih akan bertahan di lokalisasi meski telah resmi ditutup.
Dia menyatakan belum mendapatkan kabar soal transfer dana dari pemerintah ke rekeningnya. Padahal dia sudah menyetorkan nomor rekening dan buku tabungan ke pihak pendamping.
“Ada tamu apa nggak saya masih akan tetap di sini sampai duit ditransfer. Terus terang, saya tidak pegang uang sama sekali. Saya juga masih punya tanggungan utang ke seseorang dan belum saya bayar. Kasihan kalau saya ngemplang (tidak bayar),” ujarnya.
Sementara sejumlah mucikari mengaku masih bimbang dengan nasib mereka. Sejak beberapa waktu lalu mereka mendapat kabar akan diberi pesangon sebesar Rp4,5 juta tiap orang. Namun, hingga lokalisasi resmi ditutup, kabar itu hanya tinggal kabar.
“Lumayan buat nambahi modal. Tapi sebenarnya jumlah itu tidak cukup untuk keluar dari sini. Bagaimana rumah yang kami bangun ini, kan semua dari uang kami sendiri. Di luar kami sudah tidak ada rumah, warisan sudah dijual untuk membangun di sini,” ungkap MM, salah satu mucikari dibenarkan para mucikari lain.
Para mucikari berharap Pemkab Ponorogo tidak mengabaikan nasib mereka. “Artinya ya ada pesangon buat kami begitu lah kira-kira,” ucap TO, mucikari lain.
Kepala Dinsosnakertrans Ponorogo Sumani menyatakan, untuk para PSK, uang pesangon memang diserahkan secara bergiliran. Semua tergantung kecepatan dari masing-masing bank dan juga hal-hal lain yang harus dipenuhi.
Sedangkan terkait uang pesangon bagi mucikari, Sumani mengatakan masih akan dibahas bersama pihak terkait.
“Kalau menurut aturan, mucikari tidak mendapat pesangon atau apapun. Tapi berlandaskan rasa peri kemanusiaan, kami sedang berupaya agar tetap bisa memberikan dana modal untuk mereka. Kami berharap mereka (mucikari) bersabar, tenang. Yakinlah dana itu ada, kami masih pikirkan cara agar tidak menabrak aturan,” ungkap Sumani.
Desi (37) dan Tika (31) para PSK yang mengaku berasal dari Wonogiri menyatakan, mereka sengaja segera bersiap-siap untuk pulang kampung karena sejak Jumat 5 Juni lalu mereka sudah menerima uang pesangon dari pemerintah.
“Sudah ditransfer kok, kami termasuk yang awal menerima. Makanya langsung pulang saja. Itung-itung turun mesinlah di rumah nanti,” ujar Tika, Selasa (9/6/2015).
Sedangkan menurut Desi, dia ingin segera pulang karena selain dananya sudah memang diterima, dia yakin tidak ada lagi tamu yang datang karena jelas sudah ditutup. Dia sudah tidak bisa berharap ada pendapatan dari pekerjaan yang selama ini dilakoninya.
"Pulang, kembali ke rumah orang tua. Saya juga sudah sangat rindu sama anak semata wayang saya. Kasihan, sampai usia SMP tidak pernah saya asuh sendiri,” ungkap wanita bertubuh subur ini.
Sedangkan Ani (42) PSK asal Tulungagung, mengatakan masih akan bertahan di lokalisasi meski telah resmi ditutup.
Dia menyatakan belum mendapatkan kabar soal transfer dana dari pemerintah ke rekeningnya. Padahal dia sudah menyetorkan nomor rekening dan buku tabungan ke pihak pendamping.
“Ada tamu apa nggak saya masih akan tetap di sini sampai duit ditransfer. Terus terang, saya tidak pegang uang sama sekali. Saya juga masih punya tanggungan utang ke seseorang dan belum saya bayar. Kasihan kalau saya ngemplang (tidak bayar),” ujarnya.
Sementara sejumlah mucikari mengaku masih bimbang dengan nasib mereka. Sejak beberapa waktu lalu mereka mendapat kabar akan diberi pesangon sebesar Rp4,5 juta tiap orang. Namun, hingga lokalisasi resmi ditutup, kabar itu hanya tinggal kabar.
“Lumayan buat nambahi modal. Tapi sebenarnya jumlah itu tidak cukup untuk keluar dari sini. Bagaimana rumah yang kami bangun ini, kan semua dari uang kami sendiri. Di luar kami sudah tidak ada rumah, warisan sudah dijual untuk membangun di sini,” ungkap MM, salah satu mucikari dibenarkan para mucikari lain.
Para mucikari berharap Pemkab Ponorogo tidak mengabaikan nasib mereka. “Artinya ya ada pesangon buat kami begitu lah kira-kira,” ucap TO, mucikari lain.
Kepala Dinsosnakertrans Ponorogo Sumani menyatakan, untuk para PSK, uang pesangon memang diserahkan secara bergiliran. Semua tergantung kecepatan dari masing-masing bank dan juga hal-hal lain yang harus dipenuhi.
Sedangkan terkait uang pesangon bagi mucikari, Sumani mengatakan masih akan dibahas bersama pihak terkait.
“Kalau menurut aturan, mucikari tidak mendapat pesangon atau apapun. Tapi berlandaskan rasa peri kemanusiaan, kami sedang berupaya agar tetap bisa memberikan dana modal untuk mereka. Kami berharap mereka (mucikari) bersabar, tenang. Yakinlah dana itu ada, kami masih pikirkan cara agar tidak menabrak aturan,” ungkap Sumani.
(sms)