DPRD Minta Bongkar, Dinas TRTB Tak Setuju
A
A
A
MEDAN - Kepala Dinas (Kadis) Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan, Sampurno Pohan, menolak membongkar bangunan Vihara Dharma Santi Metta yang ambruk pekan lalu hingga membuat belasan pekerja luka-luka. “Untuk apa dibongkar kalau tidak ada yang kerja lagi.
Jadi, distanvaskan saja,” ungkapnya saat ditemui KORAN SINDO MEDAN di gedung DPRD Kota Medan, kemarin. Tapi klaim Sampurno bahwa aktivitas pembangunan sudah tidak ada, ternyata salah. Fakta di lapangan justru berbeda. Sejumlah pekerja masih terlihat melanjutkan penyelesaian wihara tersebut.Tentunya, pengerjaan itu tidak mungkin inisiatif dari pekerja, melainkan perintah dari pengembang.
Padahal, IMB-nya hingga kini belum ada. Bahkan, permohonan perubahan peruntukan lahan bangunan wihara yang diusulkan Yayasan Vihara Dharma Santi Metta, hingga kini belum juga disetujui. Bahkan, anggota Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kota Medan, Rajudin Sagala, sudah meminta permohonan perubahan peruntukan lahan bangunan Vihara Dharma Santi Metta yang akan diparipurnakan DPRD pada 24 Juni mendatang, dibatalkan atau ditolak. Terpisah, Ketua Komisi D DPRD Kota Medan, Ahmad Arif, kembali meminta Dinas TRTB segera membongkar bangunan wihara itu lantaran pengembang terkesan membandel.
“Kami minta itu dibongkar. Tidak ada istilah distanvaskan. Kami sudah tinjau ke lap-angan, bangunannya tetap dikerjakan. Kalau tidak dibongkar, lebih baik Kadis TRTB Kota Medan(SampurnoPohan), mundur dari jabatannya,” ujarnya. Dia meminta pembongkaran dilakukan secara menyeluruh, tidak bisa hanya sekadarnya. Bangunan tersebut harus dibongkar sampai rata dengan tanah.
Jangan sampai ada perlakuan khusus yang diberikan Dinas TRTB kepada bangunan yang berada di Kompleks Pertokoan Central Bisnis District (CBD), Kecamatan Medan Polonia, itu. “Meskipun sudah memakan korban, sepertinya pengembang tidak memedulikan situasi tersebut. Kami sangat kesal dengan kondisi ini. Tidak punya malu, ada apa ini? Padahal sudah di-police line .
Kami minta jangan ada perlakuan khusus dengan CBD. Kami juga minta semua bangunan berdiri di kompleks pertokoan tersebut dikaji ulang. Semua izinnya perlu ditinjau ulang,” ucapnya. Menurut Arif, apabila bangunan wihara itu terus dibiarkan, berarti dugaan adanya permainan sangat kuat. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait diduga menerima gratifikasi dari pihak pengembang, sehingga membiarkan pembangunan berlangsung terus sampai tuntas.
“Kalau tidak dibongkar, berarti ada sesuatu di balik itu. Kami menduga ada gratifikasi,” ucapnya. Sementara anggota Komisi D DPRD Kota Medan lainnya, Parlaungan Simangunsong, menambahkan, Pemko Medan seharusnya mengecek ulang terkait legalitas seluruh perizinan bangunan yang ada di kompleks CBD.
“Ini sangat memalukan. Peletakan batu pertama pembangunan sudah dilakukan. Padahal, belum memiliki IMB dan perubahan peruntukan,” ujarnya.
Reza shahab
Jadi, distanvaskan saja,” ungkapnya saat ditemui KORAN SINDO MEDAN di gedung DPRD Kota Medan, kemarin. Tapi klaim Sampurno bahwa aktivitas pembangunan sudah tidak ada, ternyata salah. Fakta di lapangan justru berbeda. Sejumlah pekerja masih terlihat melanjutkan penyelesaian wihara tersebut.Tentunya, pengerjaan itu tidak mungkin inisiatif dari pekerja, melainkan perintah dari pengembang.
Padahal, IMB-nya hingga kini belum ada. Bahkan, permohonan perubahan peruntukan lahan bangunan wihara yang diusulkan Yayasan Vihara Dharma Santi Metta, hingga kini belum juga disetujui. Bahkan, anggota Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kota Medan, Rajudin Sagala, sudah meminta permohonan perubahan peruntukan lahan bangunan Vihara Dharma Santi Metta yang akan diparipurnakan DPRD pada 24 Juni mendatang, dibatalkan atau ditolak. Terpisah, Ketua Komisi D DPRD Kota Medan, Ahmad Arif, kembali meminta Dinas TRTB segera membongkar bangunan wihara itu lantaran pengembang terkesan membandel.
“Kami minta itu dibongkar. Tidak ada istilah distanvaskan. Kami sudah tinjau ke lap-angan, bangunannya tetap dikerjakan. Kalau tidak dibongkar, lebih baik Kadis TRTB Kota Medan(SampurnoPohan), mundur dari jabatannya,” ujarnya. Dia meminta pembongkaran dilakukan secara menyeluruh, tidak bisa hanya sekadarnya. Bangunan tersebut harus dibongkar sampai rata dengan tanah.
Jangan sampai ada perlakuan khusus yang diberikan Dinas TRTB kepada bangunan yang berada di Kompleks Pertokoan Central Bisnis District (CBD), Kecamatan Medan Polonia, itu. “Meskipun sudah memakan korban, sepertinya pengembang tidak memedulikan situasi tersebut. Kami sangat kesal dengan kondisi ini. Tidak punya malu, ada apa ini? Padahal sudah di-police line .
Kami minta jangan ada perlakuan khusus dengan CBD. Kami juga minta semua bangunan berdiri di kompleks pertokoan tersebut dikaji ulang. Semua izinnya perlu ditinjau ulang,” ucapnya. Menurut Arif, apabila bangunan wihara itu terus dibiarkan, berarti dugaan adanya permainan sangat kuat. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait diduga menerima gratifikasi dari pihak pengembang, sehingga membiarkan pembangunan berlangsung terus sampai tuntas.
“Kalau tidak dibongkar, berarti ada sesuatu di balik itu. Kami menduga ada gratifikasi,” ucapnya. Sementara anggota Komisi D DPRD Kota Medan lainnya, Parlaungan Simangunsong, menambahkan, Pemko Medan seharusnya mengecek ulang terkait legalitas seluruh perizinan bangunan yang ada di kompleks CBD.
“Ini sangat memalukan. Peletakan batu pertama pembangunan sudah dilakukan. Padahal, belum memiliki IMB dan perubahan peruntukan,” ujarnya.
Reza shahab
(ftr)