Tempa Mental, Belajar Teknik Pertahanan Diri

Minggu, 07 Juni 2015 - 11:02 WIB
Tempa Mental, Belajar...
Tempa Mental, Belajar Teknik Pertahanan Diri
A A A
Empat orang saling berhadap-hadapan dengan tangan saling menempel. Mereka bergantian saling mengunci, dengan gerakan memutar mengikuti hitungan gerakan dari pelatih.

Setiap satu hitungan dengan nada pelan, mereka harus melakukan gerakan tertentu. Pemandangan itu terlihat di halaman Sekretariat Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Jateng di Jalan Badak III No 62 Pandean Lamper, Semarang Timur, pagi kemarin. Setiap Sabtu pukul 08.00–09.00, mereka berlatih aikido, yakni bela diri asal Jepang yang mengajarkan self defense atau pertahanan diri. Aikidomerupakan bela diri asal Jepang yang menggabungkan Ai atau harmonisasi; Qyakni tenaga, dan Doyakni jalan.

Cabang bela diri ini bukan untuk memberikan perlawanan jika ada yang menyakiti, tapi sekadar menjaga tubuh. Misalnya ketika ada yang akan berbuat jahat seperti memukul. Aikidomengajarkan cara menepis, bukan menangkis untuk melindungi diri. Setelah ditepis, bisa dilakukan penguncian dengan tangan mulai dari ikyuatau kuncian satu, nikyukuncian dua, dan sankyu kuncian tiga.

Dalam tiga bulan terakhir, bela diri ini ditekuni anggota Pertuni Jateng di bawah arahan seorang sense atau guru di Semarang, Gautama. Dia merupakan pelatih aikido di Dojo Auditorium RRI Semarang dan balai Kelurahan Sambiroto. Gautama bersedia mengajar penyandang tunanetra setelah mantan Ketua Pertuni Jateng Suryandaru berinisiatif datang ke dojo RRI untuk belajar. ”Suryandaru naik taksi. Sopir taksinya bingung, malammalam kokdatang ke RRI, dan saya sendiri juga heran sekaligus kaget,” kata Gautama seusai melatih kemarin.

Menurut Gautama, keterbatasan fisik bukan menjadi kendala untuk berlatih aikido karena bela diri ini lebih mengutamakan penguatan mental. ”Yang dibentuk di sini mental. Tidak soal fisik karena dengan semangat yang tinggi pasti bisa. Meski pesertanya sedikit, kami harap bisa menginspirasi penyandang tunanetra lainnya,” ucapnya. Berkat kerja kerasnya, Suryandaru saat ini sudah mendapatkan sabuk cokelat atau sudah mulai belajar pada teknik bertahan diri yang cukup rumit.

Adapun mereka yang baru belajar di sekretariat Pertuni, baru mencapai sabuk putih atau peringkat 6. Biasanya membutuhkan waktu hingga empat bulan untuk berganti sabuk. ”Dari perkenalan dengan Suryandaru, saya akhirnya sampai ke sini. Jangan terlalu memikirkan berapa biayanya,” ucapnya. Salah satu anggota Pertuni, Eka Pratiwi Taufanti, 23, mengaku sebenarnya sejak awal sudah ingin bergabung untuk berlatih di RRI. Namun, semula masih ragu.

”Awalnya sempat bingung, bisa tidak ya. Apalagi saat itu masih banyak jam kuliah juga,” ujar mahasiswi Universitas Dian Nuswantoro Semarang ini. Saat mencoba pun, Eka juga mengaku masih perlu adaptasi. karena harus memperhatikan antara aba-aba dan gerakan tubuh. Karena tidak bisa melihat, ini tidak mudah. Meski demikian, dia terobsesi ingin belajar sampai tuntas.

”Kan harus disamakan, antara posisi tubuh, tangan, dan aba-abanya. Tapi saya senang bisa untuk olahraga karena tidak harus menggunakan banyak tenaga atau berotot,” ucapnya. Ketua Pertuni Jateng Edy Satyo Juwono senang rekanrekannya diberi pelatihan belajar bela diri aikido. Dia sejak awal juga sangat senang ikut bela diri. ”Saya dengar tadi, aba-abanya juga pelan dan halus. Setahu saya, kalau bela diri aba-abanya sangat lantang,” kata Edy..

Arif Purniawan
Semarang
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0932 seconds (0.1#10.140)