Capek Seberangi JPO

Rabu, 03 Juni 2015 - 11:50 WIB
Capek Seberangi JPO
Capek Seberangi JPO
A A A
SEMARANG - Keberadaan jembatan penyeberangan orang (JPO) di sejumlah jalan di Kota Semarang ternyata belum berfungsi maksimal. Belum semua pejalan kaki memanfaatkan JPO sebagai alat penyeberangan yang aman lantaran dinilai terlalu tinggi.

Berdasarkan pantauan KORAN SINDO di lapangan, meski sudah ada JPO, pejalan kaki lebih memilih menyeberang di jalan raya. Mereka nekat menerobos ramainya kendaraan yang melintas untuk menuju ke seberang jalan. Seperti terlihat di Jalan Pandanaran, Jalan Pemuda, dan Jalan Brigjen Katamso Semarang. Meski sudah ada JPO terpasang di tiga lokasi itu, masyarakat enggan menggunakannya.

“Soalnya terlalu tinggi, malas dan capek kalau harus naik-naik. Mending saya menyeberang di jalanan saja pelan-pelan,” ujar Riska Fatmawati, 26, salah satu pejalan kaki di Pandanaran, kemarin. Disinggung mengenai keselamatannya, Riska mengatakan jika berhati-hati, tidak akan terjadi kecelakaan. Apalagi menggunakan jalan lebih cepat dibanding menyeberang di jembatan penyeberangan.

“Lebih cepat lewat sini (jalan), tidak susah-susah naik ke jembatan yang tinggi itu,” ujarnya. Hal senada juga dikatakan Hermawan, 42, warga Pedurungan Semarang. Saat ditemui seusai menyeberang di Jalan Brigjen Katamso, jembatan penyeberangan tidak nyaman dilintasi. “Saya pernah lewat jembatan penyeberangan ini, tapi capek sekali karena terlalu tinggi. Saya saja kesulitan, apalagi kalau lansia atau difabel,” ungkapnya.

Hermawan berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang segera melakukan perbaikan dan mengevaluasi jembatan penyeberangan. Sebab, hampir keseluruhan JPO yang ada tidak nyaman dilalui karena terlalu tinggi. Pengamat transportasi publik Semarang Djoko Setijowarno membenarkan hampir semua JPO di Kota Semarang memang tidak ramah terhadap penggunanya.

Sudut kemiringan tangga yang terlalu tinggi hingga menyulitkan warga, khususnya lansia dan kaum difabel. “Ini tidak manusiawi, masa ketinggian sudut JPO di berbagai lokasi mencapai 45 derajat. Ini harus segera dibenahi karena akses ke JPO itu harusnya landai dan tidak curam seperti yang sudah ada. Maksimal itu, kemiringan sudut JPO hanya 10 derajat,” papar Djoko.

Pemkot Semarang belum memikirkan fungsi dari pembangunan JPO di berbagai jalanan di Kota Semarang. Yang penting sudah ada dan sekedar menggugurkan kewajiban. “Selama ini JPO hanya untuk memasang iklan, sementara fungsi utama sebagai alat penyeberangan terabaikan.

Lihat saja di negara-negara maju seperti Singapura dan China, hampir semua jembatan penyeberangan orang di sana sangat ramah bagi penggunaannya. Tangga yang ada tidak tinggi dan ada akses untuk manula dan difabel,” ucapnya. Pemerintah Kota Semarang harus serius menangani permasalahan ini. Berbagai upaya harus dilakukan agar keselamatan pejalan kaki dapat terjamin. “Karena itu kewajiban pemerintah untuk melindungi warganya dari kecelakaan lalu lintas,” katanya.

Pemkot Klaim JPO Pemuda Sesuai Aturan

Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mengklaim pembangunan JPO di wilayahnya, termasuk di depan Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah telah sesuai aturan. JPO dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat. “Pemkot telah membuat kajian pembangunan JPO. Dalam pembahasan penentuan titik lokasi, kami juga mengundang pemilik bangunan/kantor yang di depannya akan berdiri JPO, termasuk dari Dinas Pendidikan provinsi,” katanya kemarin.

Menurut Acyani, Kota Semarang masih membutuhkan banyak JPO untuk menjamin keselamatan penyeberang jalan dan mengurai titik kemacetan. Saat ini jumlah JPO milik Pemkot sekitar 25 buah, sedangkan milik pihak ketiga hanya lima. JPO milik swasta itu berada di lokasi Jalan Ahmad Yani (satu buah), Pandanaran (dua buah), Jalan Perintis Kemerdekaan depan BPK (satu buah), dan depan BCA Pemuda (satu buah).

Terkait kekhawatiran reklame yang akan dipasang di JPO, pemkot menjamin sesuai dengan ketentuan. “Pemerintah kota tidak akan gegabah mengizinkan iklan sembarangan mengingat kita ada Perda Nomor 14 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Nomor 13 Tahun 2013,” ujarnya. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Nurhadi Amiyanto tidak setuju pembangunan JPO persis di depan kantornya.

Semula JPO itu rencananya berada di depan Mall Paragon. “Sesuai izin tertulis yang dikeluarkan, lokasi proyek pembangunan JPO seharusnya di depan Mall Paragon, bukan di depan kantor kami,” katanya. Nurhadi tidak menjelaskan lebih rinci alasan ketidaksetujuannya. Meski demikian, pihaknya kembali menegaskan pemkot harus menaati aturan yang ada.

“Saya tidak akan menjelaskan kenapa (tidak setuju), mereka pasti tahu aturannya,” ucapnya. Pemkot menggeser lokasi pembangunan JPO ke depan Dinas Pendidikan provinsi karena sebelumnya di depan Mall Paragon juga mendapat penolakan pengelola mal. Saat ini rangka pembangunan JPO sudah terpasang di ke dua sisi Jalan Pemuda di depan Mall Paragon, tapi pembangunannya mangkrak.

Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Suharsono mengimbau pemkot membangun JPO sesuai dengan Permen PU No 19/ PRT/M/2011 tentang persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalan. Paling tidak lebar jembatan JPO 2 meter dan kelandaian tangga 20 derajat. “Disediakan juga fasilitas untuk pejalan kaki dengan kursi roda atau kaum difabel,” ucapnya.

Andika prabowo / m abduh
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6374 seconds (0.1#10.140)