Pemburu Batu Akik Rusak Situs Purbakala Lava Bantal
A
A
A
SLEMAN - Banyak pemburu batu akik yang merusak Situs Purbakala Lava Bantal di Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman. Padahal, selain tidak bagus kualitasnya untuk dijadikan batu akik, situs tersebut merupakan bukti sejarah dan sangat berguna bagi kehidupan manusia ke depannya.
Dosen Geologi UPN Veteran Yogyakarta Bambang Prastistho mengatakan, untuk dijadikan akik, batuan Lava Bantal tidak baik.
“Mungkin ada bagian yang keras, tapi untuk akik tidak bisa. Yang lebih baik, banyak di tempat lain,” ungkap Bambang, Minggu (31/5/2015).
Menurutnya, situs tersebut adalah bukti sejarah. Terbentuknya Pulau Jawa, untuk pembelajaran secara terus-menerus.
“Jangan sampai kehilangan sejarah Bumi Mataram. Situs ini untuk pembelajaran terus-menerus,” katanya.
Diungkapkannya, Situs Lava Bantal tersebut terjadi dari erupsi sekitar 30 juta tahun silam.
“Tidak mudah menentukan tahunnya meletus, perlu sample (batu) yang masih segar. Kita bisa perkirakan itu sekitar 30 juta tahun yang lalu,” kata Bambang.
Situs ini lebih tua dibandingkan gunung api purba lain yang masih berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yaitu Langgeran, di Kabupaten Gunungkidul.
“Tidak ada hubungannya dengan (Gunung) Merapi. Lava bantal berada di dasar samudera, yang memang dulunya itu lautan. Merapi itu masa kini. Setelah lava bantal, kemudian muncul Gunung Semilir, baru Gunung Api Purba Langgeran. Jadi Langgeran itu lebih muda jauh dari lava bantal,” paparnya.
Bambang menegaskan, magma lava bantal tersebut di dalamnya membentuk gelembung-gelembung.
Juga merupakan daerah retasan, yang menjadi tempat bertumbuhnya air. “Itu menjadi tempat bertumbuhnya air, keluar sedikit-sedikit mata airnya,” tukasnya.
Dengan semakin banyak dikenal oleh masyarakat umum, dan dibuka sebagai salah satu objek wisata, dia berharap agar masyarakat setempat bisa menjaganya. Dipelihara dan meningkatkan kesejahteraan mereka. “Harus guyub, rukun. Akan sangat sayang bila tidak dijaga,” tuturnya.
Situs Lava Bantal tersebut, akhir-akhir ini memang diketahui bebatuannya diambil oleh orang tak dikenal.
Menurut salah satu anggota dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, Purnomo, pihaknya sampai harus membuat papan pengumuman agar batuan lava tak dicongkeli. “Banyak diambil orang batunya,” ujar Bambang.
Menurutnya, mereka yang mengambil tersebut biasanya dilakukan pada malam hari. Mencari kelengahan warga setempat yang melakukan penjagaan.
“Warga hanya menjaga dari pagi sampai sore saja. Kalau malam sudah gelap, sulit dipantau. Kalau mengawasi 24 jam, tidak kuat. Ini sudah teejadi sejak sebulan terakhir,” tuturnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Sleman, Ayu Laksmi Dewi mengatakan, untuk itu lah pihaknya terus memberikan sosialisasi.
“Itu lah makanya kita lakukan sosialisasi seperti kemarin (beberapa hari lalu) kepada masyarakat setempat. Kalau memang batu lava bantal itu tidak bagus dibuat akik,” tandasnya.
Dosen Geologi UPN Veteran Yogyakarta Bambang Prastistho mengatakan, untuk dijadikan akik, batuan Lava Bantal tidak baik.
“Mungkin ada bagian yang keras, tapi untuk akik tidak bisa. Yang lebih baik, banyak di tempat lain,” ungkap Bambang, Minggu (31/5/2015).
Menurutnya, situs tersebut adalah bukti sejarah. Terbentuknya Pulau Jawa, untuk pembelajaran secara terus-menerus.
“Jangan sampai kehilangan sejarah Bumi Mataram. Situs ini untuk pembelajaran terus-menerus,” katanya.
Diungkapkannya, Situs Lava Bantal tersebut terjadi dari erupsi sekitar 30 juta tahun silam.
“Tidak mudah menentukan tahunnya meletus, perlu sample (batu) yang masih segar. Kita bisa perkirakan itu sekitar 30 juta tahun yang lalu,” kata Bambang.
Situs ini lebih tua dibandingkan gunung api purba lain yang masih berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yaitu Langgeran, di Kabupaten Gunungkidul.
“Tidak ada hubungannya dengan (Gunung) Merapi. Lava bantal berada di dasar samudera, yang memang dulunya itu lautan. Merapi itu masa kini. Setelah lava bantal, kemudian muncul Gunung Semilir, baru Gunung Api Purba Langgeran. Jadi Langgeran itu lebih muda jauh dari lava bantal,” paparnya.
Bambang menegaskan, magma lava bantal tersebut di dalamnya membentuk gelembung-gelembung.
Juga merupakan daerah retasan, yang menjadi tempat bertumbuhnya air. “Itu menjadi tempat bertumbuhnya air, keluar sedikit-sedikit mata airnya,” tukasnya.
Dengan semakin banyak dikenal oleh masyarakat umum, dan dibuka sebagai salah satu objek wisata, dia berharap agar masyarakat setempat bisa menjaganya. Dipelihara dan meningkatkan kesejahteraan mereka. “Harus guyub, rukun. Akan sangat sayang bila tidak dijaga,” tuturnya.
Situs Lava Bantal tersebut, akhir-akhir ini memang diketahui bebatuannya diambil oleh orang tak dikenal.
Menurut salah satu anggota dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, Purnomo, pihaknya sampai harus membuat papan pengumuman agar batuan lava tak dicongkeli. “Banyak diambil orang batunya,” ujar Bambang.
Menurutnya, mereka yang mengambil tersebut biasanya dilakukan pada malam hari. Mencari kelengahan warga setempat yang melakukan penjagaan.
“Warga hanya menjaga dari pagi sampai sore saja. Kalau malam sudah gelap, sulit dipantau. Kalau mengawasi 24 jam, tidak kuat. Ini sudah teejadi sejak sebulan terakhir,” tuturnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Sleman, Ayu Laksmi Dewi mengatakan, untuk itu lah pihaknya terus memberikan sosialisasi.
“Itu lah makanya kita lakukan sosialisasi seperti kemarin (beberapa hari lalu) kepada masyarakat setempat. Kalau memang batu lava bantal itu tidak bagus dibuat akik,” tandasnya.
(sms)