Dokter Muda yang Aktif Mengurus Masjid
A
A
A
Galdy Wafie, bisa dibilang sosok yang unik. Berstatus sebagai dokter muda, Galdy malah memilih aktif mengelola masjid.
Di usia yang terbilang relatif muda, yakni 20 tahun, Galdy kini mengemban amanah sebagai Ketua Badan Kenaziran Masjid (BKM) Jamik Darul Ikhlas, Jalan Batu, Medan Area. Di luar kesibukannya menjabat sebagai ketua BKM, Galdy saat ini dipercaya sebagai Direktur Pelayanan RSIA Berkah Keluarga di Sei Rampah, Serdangbedagai. Lantas bagaimana Galdy menjalani aktivitasnya itu?
Mendengar nama Ketua BKM, tentu yang terbesit adalah sosok pria dewasa berpeci dan berbaju gamis. Tapi sosok Galdy Wafie meruntuhkan stigma tersebut. Dengan jiwa mudanya, dia menjabat sebagai Ketua BKM Jamik Darul Ikhlas sejak 2012. Galdy pun berupaya mengembangkan dan mengelola masjid sebagai tempat aktivitas keagamaan dan sosial yang dirasakan masyarakat di sekitarnya.
Saat berbincang dengan KORAN SINDO MEDAN belum lama ini, Galdy menceritakan bahwa BKM Jamik Ikhlas sempat vakum beberapa tahun. Pada 2012, ia kemudian dipercaya masyarakat jamaah masjid untuk menjadi Ketua BKM. Lantas apa alasannya menerima tawaran dari jamaah itu? Bagi Galdy, menjadi Ketua BKM bukanlah sebuah pilihan tapi kewajiban yang mesti dijalani dengan kepercayaan yang diamanahkan masyarakat.
“Kepercayaan ini bagi saya anugerah. Tidak gampang mendapatkan kepercayaan orang apalagi untuk mengurus masjid. Jadi saya menganggapnya sebagai amanah. Alhamdulillah masyarakat di sini mendukung aktivitas saya,” kata pria kelahiran 1992 ini. Galdy tidak pernah terpaksa menjadi Ketua BKM. Tugas itu murni datang dari panggilan hatinya.
Padahal, awalnya sang ayah pun tidak begitu setuju, karena masih menganggap Galdy anak-anak dan berprofesi sebagai dokter muda yang membutuhkan waktu, sehingga dikhawatirkan tidak maksimal bertugas sebagai Ketua BKM. “Tapi saya buktikan ke abah (ayah) kalau saya bisa. Apalagi saya juga dibantu oleh jemaah lain, kami sangat kompak di sini,” ungkap anak sulung dari pasangan Bayu Fadlan dan Murniwati Lubis ini.
Hal lain yang membuat ia termotivasi dikarenakan kakeknya, dr Mulkan Yahya Lubis, merupakan mantan Ketua BKM di masjid yang sama. Daerah tempat tinggalnya adalah tempat ibunya lahir dan dibesarkan. “Kakek juga mantan nazir di masjid ini. Itu juga memotivasi saya,” ungkapnya.
Menurut Galdy, masjidmasjid perlu membuat gerakan yang membaur ke masyarakat. Masjid dan organisasinya harus bisa mengajak orang secara luas. Masjid harus dimakmurkan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat pendalaman agama, dan kegiatan sosial, seperti bakti sosial, donor darah, dan sunatan massal. Sehingga kehadiran masjid bisa dirasakan semua masyarakat.
“Mungkin orang tak ke masjid karena keterbatasannya masing-masing. Jadi dengan kegiatan masjid yang berdampak luas, seperti bakti sosial yang digalang BKM, orang-orang terpacu membuang keterbatasan itu dan rutin ke masjid. Karena pada dasarnya, masjid adalah tempat mulia yang bisa meningkatkan kualitas hidup secara vertikal (hablumminallah ) maupun horizontal (hablumminannaas),” bebernya.
Fakhrur Rozi
Medan
Di usia yang terbilang relatif muda, yakni 20 tahun, Galdy kini mengemban amanah sebagai Ketua Badan Kenaziran Masjid (BKM) Jamik Darul Ikhlas, Jalan Batu, Medan Area. Di luar kesibukannya menjabat sebagai ketua BKM, Galdy saat ini dipercaya sebagai Direktur Pelayanan RSIA Berkah Keluarga di Sei Rampah, Serdangbedagai. Lantas bagaimana Galdy menjalani aktivitasnya itu?
Mendengar nama Ketua BKM, tentu yang terbesit adalah sosok pria dewasa berpeci dan berbaju gamis. Tapi sosok Galdy Wafie meruntuhkan stigma tersebut. Dengan jiwa mudanya, dia menjabat sebagai Ketua BKM Jamik Darul Ikhlas sejak 2012. Galdy pun berupaya mengembangkan dan mengelola masjid sebagai tempat aktivitas keagamaan dan sosial yang dirasakan masyarakat di sekitarnya.
Saat berbincang dengan KORAN SINDO MEDAN belum lama ini, Galdy menceritakan bahwa BKM Jamik Ikhlas sempat vakum beberapa tahun. Pada 2012, ia kemudian dipercaya masyarakat jamaah masjid untuk menjadi Ketua BKM. Lantas apa alasannya menerima tawaran dari jamaah itu? Bagi Galdy, menjadi Ketua BKM bukanlah sebuah pilihan tapi kewajiban yang mesti dijalani dengan kepercayaan yang diamanahkan masyarakat.
“Kepercayaan ini bagi saya anugerah. Tidak gampang mendapatkan kepercayaan orang apalagi untuk mengurus masjid. Jadi saya menganggapnya sebagai amanah. Alhamdulillah masyarakat di sini mendukung aktivitas saya,” kata pria kelahiran 1992 ini. Galdy tidak pernah terpaksa menjadi Ketua BKM. Tugas itu murni datang dari panggilan hatinya.
Padahal, awalnya sang ayah pun tidak begitu setuju, karena masih menganggap Galdy anak-anak dan berprofesi sebagai dokter muda yang membutuhkan waktu, sehingga dikhawatirkan tidak maksimal bertugas sebagai Ketua BKM. “Tapi saya buktikan ke abah (ayah) kalau saya bisa. Apalagi saya juga dibantu oleh jemaah lain, kami sangat kompak di sini,” ungkap anak sulung dari pasangan Bayu Fadlan dan Murniwati Lubis ini.
Hal lain yang membuat ia termotivasi dikarenakan kakeknya, dr Mulkan Yahya Lubis, merupakan mantan Ketua BKM di masjid yang sama. Daerah tempat tinggalnya adalah tempat ibunya lahir dan dibesarkan. “Kakek juga mantan nazir di masjid ini. Itu juga memotivasi saya,” ungkapnya.
Menurut Galdy, masjidmasjid perlu membuat gerakan yang membaur ke masyarakat. Masjid dan organisasinya harus bisa mengajak orang secara luas. Masjid harus dimakmurkan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat pendalaman agama, dan kegiatan sosial, seperti bakti sosial, donor darah, dan sunatan massal. Sehingga kehadiran masjid bisa dirasakan semua masyarakat.
“Mungkin orang tak ke masjid karena keterbatasannya masing-masing. Jadi dengan kegiatan masjid yang berdampak luas, seperti bakti sosial yang digalang BKM, orang-orang terpacu membuang keterbatasan itu dan rutin ke masjid. Karena pada dasarnya, masjid adalah tempat mulia yang bisa meningkatkan kualitas hidup secara vertikal (hablumminallah ) maupun horizontal (hablumminannaas),” bebernya.
Fakhrur Rozi
Medan
(ars)