Total dalam Bertugas, Abdikan Diri pada Negara dan Agama

Kamis, 28 Mei 2015 - 10:57 WIB
Total dalam Bertugas, Abdikan Diri pada Negara dan Agama
Total dalam Bertugas, Abdikan Diri pada Negara dan Agama
A A A
Menjadi seorang anggota polisi tidak mesti meninggalkan kehidupan dalam bermasyarakat. Justru menjadi seorang anggota polisi harus turut aktif memberikan pendampingan kepada masyarakat, khususnya di sekitar tempat tinggalnya.

Hal itulah yang dilakukan Aiptu Wazir Arwani Malik, anggota polisi di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng. Selain menjadi anggota polisi, Wazir juga dikenal sebagai sosok guru serta kiai oleh masyarakat di sekitarnya.

Ya, Wazir merupakan salah satu sosok polisi yang patut ditiru. Dia mampu mengabdikan dirinya kepada negara, masyarakat, sekaligus agama. Dalam kesehariannya, Wazir dikenal sebagai pengasuh pondok pesantren Al-Hadi Girikusuma, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.

Kepada wartawan, Wazir mengaku sudah menjalani profesi sebagai pengasuh pondok pesantren lebih dari 20 tahun lalu. Profesi itu bahkan dilakukannya sebelum menjadi salah satu anggota polisi. “Saya menjadi pengajar agama di pondok pesantren sebelum menjadi polisi.

Meski saat ini sudah menjadi anggota polisi, mengajar agama tidak dapat lepas dari kehidupan saya,” kata pria kelahiran Demak, 28 Februari 1968 silam itu mengawali obrolan. Ketertarikannya mengabdi di dunia pesantren karena ia besar dan tumbuh di lingkungan keluarga santri, sehingga apa yang dilakukan dalam mendidik santri dan siswa bukanlah pekerjaan, melainkan kewajiban yang sudah dilakukan keluarganya secara turun-temurun.

“Sementara menjadi anggota polisi, awalnya saya tidak tertarik karena dulu bercita-cita menjadi anggota TNI AU. Namun karena terus gagal dan dorongan dari keluarga menjadi anggota polisi, akhirnya saya menyetujuinya,” kata perwira yang memiliki santri sebanyak 980 itu dengan tersenyum.

Pria yang memulai karier sebagai polisi sejak 1992 itu menerangkan, meski sibuk dengan tugas negara sebagai anggota polisi, dia tidak pernah melupakan tanggung jawabnya sebagai pengajar agama di pondoknya. Dalam seminggu, dia mengajar selama tiga hari, yakni Sabtu, Selasa, dan Kamis.

“Saya mengajar saat pulang kerja yakni sore dan malam hari. Soalnya, itu saya sudah lepas dari kedinasan sebagai anggota polisi. Namun kadang saat ada keadaan yang mendesak, mengajar saya wakilkan,” paparnya. Selama mengajar di pondok pesantrennya itu, Wazir tidak pernah mengharapkan imbalan dari para santrinya. Meski kondisi ekonominya dibilang pas-pasan, dia enggan mematok tarif atas ilmu yang diajarkannya itu.

“Sama sekali saya tidak meminta bayaran dan berharap pun saya tidak pernah. Bagi saya ini bukanlah bisnis, melainkan perjuangan dan sebagai upaya melanjutkan cita-cita keluarga saya,” katanya. Salah satu santri Wazir, M Lutfil Hakim, 16, mengaku bangga dengan kiprah sang kiai yang berprofesi sebagai polisi itu. Dalam mengajar, Aiptu Wazir selalu menekankan pada aspek sains agar menjadi inovasi bagi santri. “Bapak kiai (Aiptu Wazir) kalau ngajar sering pakai IT.

Contohnya menerangkan soal bahaya narkoba, biasanya pakai pendekatan agama dan ilmu modern,” ujar siswa kelas 1 Madrasah Aliyah (MA) tersebut. Selain itu, kepribadian Aiptu Wazir yang supel dan sederhana sebagai perwira polisi menurut para santri semakin bangga bahwa polisi sangat dekat dengan masyarakat.

“Kalau di sini bapak jarang pakai seragam dan sederhana hidupnya. Tapi pengetahuan agamanya luas untuk ditularkan kepada kami. Bapak adalah sosok polisi yang diidamkan masyarakat saat ini,” ujarnya.

Andika Prabowo
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6930 seconds (0.1#10.140)
pixels