Hadiwinoto Ajak Selamatkan Keraton
A
A
A
YOGYAKARTA - Polemik di internal Keraton Yogyakarta harus disikapi dengan bijak. Lurah Pangeran Keraton Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto pun mengajak semua anak HB IX untuk menyelamatkan institusi Keraton Yogyakarta.
KGPH Hadiwinoto mengakui, sikap putra-putri HB IX terhadap Raja Keraton Sultan Hamengku Buwono (HB) X sampai saat ini tetap berseberangan. Dia juga mengaku tidak sepakat dengan Sabdaraja dan Dawuhraja yang dikeluarkan sang raja. Adik kandung Sri Sultan HB X ini mengeaskan, meski tetap berseberangan, namun yang perlu diselamatkan adalah lembaga Keraton yang sudah eksis sejak ratusan tahun lalu, bukan orangnya.
“Yang pokok kan lembaganya yang harus diselamatkan. Kalau lembaga Keraton ada, sultannya sudah pasti ada,” kata Hadiwinoto saat ditemui seusai meresmikan Jogja City Mall (JCM) di Jalan Magelang, kemarin. Dia mengungkapkan, untuk menyelamatkan lembaga Keraton, sebagai Lurah Pangeran Keraton, dia segera mengumpulkan semua rayi dalem, setelah 3 Juni mendatang.
Sejumlah rayi dalem sudah menyampaikan pendapatnya seputar Sabdaraja dan Dawuhraja. “Nanti tinggal dikompilasi (masing-masing pendapat rayi dalem) itu,” ujarnya. KGPH Hadiwinoto memastikan, sampai saat ini kondisi di internal Keraton baik-baik saja. Bahkan ia juga mengaku komunikasinya dengan Sultan baik. Secara pribadi, Hadiwinoto sudah menyatakan tidak sepakat dengan Sabdaraja dan Dawuhraja.
“Yang penting lembaganya, tidak terbatas umur orang,” katanya. Sementara itu, kalangan DPRD DIY mengungkapkan tidak akan mengajukan judicial review UU 13/2012 tentang Keistimewaan DIY (UUK DIY). Bahkan, legislator menyayangkan jika UUK DIY sampai direvisi menyusul polemik di internal Keraton Yogyakarta.
Anggota DPRD DIY Suparja mengungkapkan, judicial review UUK bisa diajukan oleh perorangan, Lembaga Kasultanan atau Kadipaten Pakualaman, DPRD, perguruan tinggi, maupun kelompok masyarakat. Namun dia menyayangkan jika UUK buru-buru diubah. Menurut dia, disahkannya UUK merupakan hasil perjuangan panjang seluruh elemen masyarakat DIY.
“Sangat disayangkan kalau UUK buru-buru diubah mengingat keistimewaan ini sudah diperjuangkan sekian lama oleh segenap elemen masyarakat DIY,” katanya saat menjawab pertanyaan Dewan Perwakilan Mahasiswa UNY dalam audiensi umum di DPRD DIY, kemarin. Pada kesempatan itu, mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling FIP UNY, Ari menanyakan sikap DPRD DIY seputar polemik di Keraton Yogyakarta.
“Kalau tidak ada titik temu di internal Keraton, apa dimungkinkan ke depan ada pilkada gubernur di DIY? Apa mungkin nanti undang-undangdirevisi? Bagaimana advokasi Dewan?” ucapnya. Lebih lanjut Suparja mengungkapkan, sejumlah persyaratan di UUK memang mengindikasikan Sultan yang bertahta adalah laki-laki. Namun Dewan tidak mau ikut berpolemik tentang wacana gubernur laki-laki atau perempuan.
“Sultan yang bertahta laki-laki atau perempuan itu urusan sana (Keraton). Jangan sampai urusan internal Keraton ditarik ke Dewan. Ketentuan UUK bisa saja direvisi, untuk mengakomodasi kemungkinan gubernur perempuan, yakni dengan judicial review UUK,” ujarnya.
Mantan Kades Gedangsari, Gunungkidul ini menegaskan, Sabdaraja dan Dhawuhraja merupakan urusan internal Keraton Yogyakarta, tidak ada kaitannya dengan DPRD DIY. Dewan juga tidak berkepentinganatas implikasi Sabdaraja dan Dhawuhraja terhadap suksesi Keraton.
“Sabdaraja itu berlakunya di internal Kasultanan. Dewan berpatokan pada UUK, bahwa Sultan yang bertahta itulah Gubernur DIY. Di UUK dicantumkan banyak persyaratan sebagai gubernur, termasuk menyangkut nama, gelar, dan daftar riwayat hidup,” paparnya.
Anggota Komisi B ini mengungkapkan, sejumlah persyaratan di UUK memang mengindikasikan Sultan yang bertahta adalah laki-laki. Namun Dewan tidak mau ikut berpolemik tentang wacana gubernur laki-laki atau perempuan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPRD DIY Rani Widayati mengungkapkan, implikasi Sabdaraja terhadap paugeran merupakan urusan internal Keraton. Dewan tidak berani keluar dari ketentuan UUK. “Sabdaraja dan paugeran itu bukan kewenangan di luar tembok Keraton,” kata dia.
Politikus Partai Golkar ini mengungkapkan, Dewan tidak berkapasitas untuk mencampuri, siapa sosok yang bertahta di Keraton, baik laki-laki atau perempuan. “Dewan menyerahkan dinamika itu untuk diselesaikan keluarga Keraton Yogyakarta. Dewan tinggal menetapkan sosok yang bertakhta itu sebagai Gubernur DIY,” ungkapnya.
Ridwan anshori
KGPH Hadiwinoto mengakui, sikap putra-putri HB IX terhadap Raja Keraton Sultan Hamengku Buwono (HB) X sampai saat ini tetap berseberangan. Dia juga mengaku tidak sepakat dengan Sabdaraja dan Dawuhraja yang dikeluarkan sang raja. Adik kandung Sri Sultan HB X ini mengeaskan, meski tetap berseberangan, namun yang perlu diselamatkan adalah lembaga Keraton yang sudah eksis sejak ratusan tahun lalu, bukan orangnya.
“Yang pokok kan lembaganya yang harus diselamatkan. Kalau lembaga Keraton ada, sultannya sudah pasti ada,” kata Hadiwinoto saat ditemui seusai meresmikan Jogja City Mall (JCM) di Jalan Magelang, kemarin. Dia mengungkapkan, untuk menyelamatkan lembaga Keraton, sebagai Lurah Pangeran Keraton, dia segera mengumpulkan semua rayi dalem, setelah 3 Juni mendatang.
Sejumlah rayi dalem sudah menyampaikan pendapatnya seputar Sabdaraja dan Dawuhraja. “Nanti tinggal dikompilasi (masing-masing pendapat rayi dalem) itu,” ujarnya. KGPH Hadiwinoto memastikan, sampai saat ini kondisi di internal Keraton baik-baik saja. Bahkan ia juga mengaku komunikasinya dengan Sultan baik. Secara pribadi, Hadiwinoto sudah menyatakan tidak sepakat dengan Sabdaraja dan Dawuhraja.
“Yang penting lembaganya, tidak terbatas umur orang,” katanya. Sementara itu, kalangan DPRD DIY mengungkapkan tidak akan mengajukan judicial review UU 13/2012 tentang Keistimewaan DIY (UUK DIY). Bahkan, legislator menyayangkan jika UUK DIY sampai direvisi menyusul polemik di internal Keraton Yogyakarta.
Anggota DPRD DIY Suparja mengungkapkan, judicial review UUK bisa diajukan oleh perorangan, Lembaga Kasultanan atau Kadipaten Pakualaman, DPRD, perguruan tinggi, maupun kelompok masyarakat. Namun dia menyayangkan jika UUK buru-buru diubah. Menurut dia, disahkannya UUK merupakan hasil perjuangan panjang seluruh elemen masyarakat DIY.
“Sangat disayangkan kalau UUK buru-buru diubah mengingat keistimewaan ini sudah diperjuangkan sekian lama oleh segenap elemen masyarakat DIY,” katanya saat menjawab pertanyaan Dewan Perwakilan Mahasiswa UNY dalam audiensi umum di DPRD DIY, kemarin. Pada kesempatan itu, mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling FIP UNY, Ari menanyakan sikap DPRD DIY seputar polemik di Keraton Yogyakarta.
“Kalau tidak ada titik temu di internal Keraton, apa dimungkinkan ke depan ada pilkada gubernur di DIY? Apa mungkin nanti undang-undangdirevisi? Bagaimana advokasi Dewan?” ucapnya. Lebih lanjut Suparja mengungkapkan, sejumlah persyaratan di UUK memang mengindikasikan Sultan yang bertahta adalah laki-laki. Namun Dewan tidak mau ikut berpolemik tentang wacana gubernur laki-laki atau perempuan.
“Sultan yang bertahta laki-laki atau perempuan itu urusan sana (Keraton). Jangan sampai urusan internal Keraton ditarik ke Dewan. Ketentuan UUK bisa saja direvisi, untuk mengakomodasi kemungkinan gubernur perempuan, yakni dengan judicial review UUK,” ujarnya.
Mantan Kades Gedangsari, Gunungkidul ini menegaskan, Sabdaraja dan Dhawuhraja merupakan urusan internal Keraton Yogyakarta, tidak ada kaitannya dengan DPRD DIY. Dewan juga tidak berkepentinganatas implikasi Sabdaraja dan Dhawuhraja terhadap suksesi Keraton.
“Sabdaraja itu berlakunya di internal Kasultanan. Dewan berpatokan pada UUK, bahwa Sultan yang bertahta itulah Gubernur DIY. Di UUK dicantumkan banyak persyaratan sebagai gubernur, termasuk menyangkut nama, gelar, dan daftar riwayat hidup,” paparnya.
Anggota Komisi B ini mengungkapkan, sejumlah persyaratan di UUK memang mengindikasikan Sultan yang bertahta adalah laki-laki. Namun Dewan tidak mau ikut berpolemik tentang wacana gubernur laki-laki atau perempuan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPRD DIY Rani Widayati mengungkapkan, implikasi Sabdaraja terhadap paugeran merupakan urusan internal Keraton. Dewan tidak berani keluar dari ketentuan UUK. “Sabdaraja dan paugeran itu bukan kewenangan di luar tembok Keraton,” kata dia.
Politikus Partai Golkar ini mengungkapkan, Dewan tidak berkapasitas untuk mencampuri, siapa sosok yang bertahta di Keraton, baik laki-laki atau perempuan. “Dewan menyerahkan dinamika itu untuk diselesaikan keluarga Keraton Yogyakarta. Dewan tinggal menetapkan sosok yang bertakhta itu sebagai Gubernur DIY,” ungkapnya.
Ridwan anshori
(ftr)