Buka Sidang PK Dada, Palu Hakim Copot
A
A
A
BANDUNG - Mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan hakim Pengadilan Tipikor Bandung yang memvonisnya dengan hukuman penjara selama 10 tahun terkait perkara suap hakim.
Dada pun me ngajukan lima no vum dalam memori PK-nya yang dibacakan dalam sidang ter buka di ruang III Pengadilan Ti pikor pada PN Kelas 1A Khu sus Bandung, kemarin. Namun saat membuka per sidangan, palu Majelis Hakim copot dari pegangan. Ketua Majelis Hakim Berton Sihotang seperti biasa menyebut kan perkara yang akan di si dangkan. “De ngan ini si dang dengan pemohon Dada Rosada dibuka untuk umum,” kata Berton.
Palu pun diketok. Tok..tok..tok. Ber ton ka get. Setelah mengetuk palu tiga kali, kepala palu lang sung copot atau lepas dari pe gang an. Peristiwa unik ini sontak membuat pe ngun jung dan majelis tertawa. Berton pun meminta maaf dan me mohon waktu sebentar un tuk memperbaiki palu hakim yang copot itu. Dalam persidangan hadir terpidana Dada Rosada mengenakan kemeja panjang putih garisgaris.
Dada langsung duduk di sam ping kuasa hukumnya Abidin dan kawan-kawannya. Semen tara termohon da lam hal ini jaksa KPK mendengarkan memori PK yang di bacakan kuasa hukum terpidana 10 tahun dalam kasus suap ha kim bansos Pemkot Bandung itu. Memori PK dari pihak pemohon atau Dada Rosada pun kemudian dibacakan oleh tim kuasa hukum yang diketuai Abidin SH secara bergantian.
Alasan diajukannya PK yaitu karena ada kekeliruan yang nyata karena kekhilafan hakim. Di antaranya, unsur-unsur dakwaan yang terpenuhi, padahal tidak berdasarkan dengan fakta. “Putusan majelis hakim seolah-olah pemohon telah memenuhi unsur dakwaan, padahal tidak. Itu seharusnya batal demi hukum karena tidak di penuhinya unsur,” tutur Abidin, kuasa hukum Dada.
Melalui kuasa hukumnya, Dada menyatakan, bahwa putusan yang dijatuhkan ke padanya tak berdasar hukum. Sebab sejak awal dirinya tidak bertang gung jawab atas kasus penyalahgunaan dana bansos tahun anggaran 2009-2010. “Saat Toto menghadap, meminta menyediakan dana untuk hakim Setiabudi dalam pengurusan kasus, Dada tidak mem beri respons. Yang kemudi an Toto menghadap Edi Siswadi selaku KPA (Kuasa Peng - gu na Anggaran),” tutur Abidin.
Saat itu, ujar dia, Edi yang ketika itu masih menjabat sebagai Sekda Kota Bandung, menang gapi positif permintaan Setiabudi melalui Toto. Sementara, Dada tidak merespons karena sejak semula mengetahui dan memahami bahwa yang harus bertanggung jawab dalam kasus tersebut adalah Edi Siswadi dan Herry Nurhayat sebagai KPA.
“Terkait penyimpangan dana bansos yang dikelola oleh SKPD di bawah kepala daerah, maka penyimpangan adalah taggung jawab sekda sebagai pengguna anggaran, bukan wali kota. Perkaranya saat ini, kedudukan wali kota disebut sebagai yang melakukan atau turut serta. Padahal pemohon sebagai wali kota bukan pengguna anggaran sehingga tidak punya motif penyuapan,” terang Abidin.
Dalam PK ini, Dada mengajukan 5 novum yaitu diantaranya surat BPK RI No 24.B/LHP/ XVIII.BDG/07/2011 perihal laporan keuangan Pemkot Bandung tahun 2010 serta berita acara rekonstruksi yang dibuat penyidik KPK. Sidang PK ini bakal dilanjutkan pada Selasa 9 Juni 2015.
Iwa ahmad sugriwa
Dada pun me ngajukan lima no vum dalam memori PK-nya yang dibacakan dalam sidang ter buka di ruang III Pengadilan Ti pikor pada PN Kelas 1A Khu sus Bandung, kemarin. Namun saat membuka per sidangan, palu Majelis Hakim copot dari pegangan. Ketua Majelis Hakim Berton Sihotang seperti biasa menyebut kan perkara yang akan di si dangkan. “De ngan ini si dang dengan pemohon Dada Rosada dibuka untuk umum,” kata Berton.
Palu pun diketok. Tok..tok..tok. Ber ton ka get. Setelah mengetuk palu tiga kali, kepala palu lang sung copot atau lepas dari pe gang an. Peristiwa unik ini sontak membuat pe ngun jung dan majelis tertawa. Berton pun meminta maaf dan me mohon waktu sebentar un tuk memperbaiki palu hakim yang copot itu. Dalam persidangan hadir terpidana Dada Rosada mengenakan kemeja panjang putih garisgaris.
Dada langsung duduk di sam ping kuasa hukumnya Abidin dan kawan-kawannya. Semen tara termohon da lam hal ini jaksa KPK mendengarkan memori PK yang di bacakan kuasa hukum terpidana 10 tahun dalam kasus suap ha kim bansos Pemkot Bandung itu. Memori PK dari pihak pemohon atau Dada Rosada pun kemudian dibacakan oleh tim kuasa hukum yang diketuai Abidin SH secara bergantian.
Alasan diajukannya PK yaitu karena ada kekeliruan yang nyata karena kekhilafan hakim. Di antaranya, unsur-unsur dakwaan yang terpenuhi, padahal tidak berdasarkan dengan fakta. “Putusan majelis hakim seolah-olah pemohon telah memenuhi unsur dakwaan, padahal tidak. Itu seharusnya batal demi hukum karena tidak di penuhinya unsur,” tutur Abidin, kuasa hukum Dada.
Melalui kuasa hukumnya, Dada menyatakan, bahwa putusan yang dijatuhkan ke padanya tak berdasar hukum. Sebab sejak awal dirinya tidak bertang gung jawab atas kasus penyalahgunaan dana bansos tahun anggaran 2009-2010. “Saat Toto menghadap, meminta menyediakan dana untuk hakim Setiabudi dalam pengurusan kasus, Dada tidak mem beri respons. Yang kemudi an Toto menghadap Edi Siswadi selaku KPA (Kuasa Peng - gu na Anggaran),” tutur Abidin.
Saat itu, ujar dia, Edi yang ketika itu masih menjabat sebagai Sekda Kota Bandung, menang gapi positif permintaan Setiabudi melalui Toto. Sementara, Dada tidak merespons karena sejak semula mengetahui dan memahami bahwa yang harus bertanggung jawab dalam kasus tersebut adalah Edi Siswadi dan Herry Nurhayat sebagai KPA.
“Terkait penyimpangan dana bansos yang dikelola oleh SKPD di bawah kepala daerah, maka penyimpangan adalah taggung jawab sekda sebagai pengguna anggaran, bukan wali kota. Perkaranya saat ini, kedudukan wali kota disebut sebagai yang melakukan atau turut serta. Padahal pemohon sebagai wali kota bukan pengguna anggaran sehingga tidak punya motif penyuapan,” terang Abidin.
Dalam PK ini, Dada mengajukan 5 novum yaitu diantaranya surat BPK RI No 24.B/LHP/ XVIII.BDG/07/2011 perihal laporan keuangan Pemkot Bandung tahun 2010 serta berita acara rekonstruksi yang dibuat penyidik KPK. Sidang PK ini bakal dilanjutkan pada Selasa 9 Juni 2015.
Iwa ahmad sugriwa
(ftr)