Pembeli Sepi, Pedagang Pasar Tolak Bayar Tempat
A
A
A
WATAMPONE - Sejumlah pedagang pasar sentral tradisional modern di Kelurahan Bulu Tempe, Kecamatan Tanete Riattang Barat, menolak pembayaran dan perjanjian dengan Pemkab Bone.
Penolakan tersebut mereka buat dalam sebuah spanduk di atas ruas jalan masuk pasar sentral kota Watampone.
Menurut salah seorang pedagang, pemasangan spanduk ini sebagai bentuk protes pedagang setempat terhadap Pemkab Bone, padahal beberapa hari lalu, telah digelar rapat untuk membuat kesepakatan antara pemkab dengan pedagang.
Selain pemasangan spanduk, sejumlah pedagang juga melakukan pertemuan dengan pedagang yang lainnya dan mengagendakan untuk menemui anggota DPRD Bone guna menyampaikan penolakan tersebut hingga tuntutan para pedagang diamini Pemkab Bone.
"Rencananya, Rabu 27 Mei 2015 ini kami akan ke gedung DPRD Bone untuk menyampaikan aspirasi kami. Kalau soal membayar retribusi maupun angsuran itu persoalan mudah, tapi kami menuntut agar pasar sentral ramai, bagaimana ada pembeli kalau pasar ini sepi," ujar Haji Basri, pedagang setempat, Minggu (24/5/2015).
Sementara itu Kepala Bidang Pasar Dispenda Kabupaten Bone Andi Faharuddin membenarkan adanya pemasangan spanduk tersebut dan telah menemui sejumlah pedagang di pasar.
Terkait ikatan perjanjian pembayaran tempat berjualan di pasar sentral tersebut oleh pedagang selaku pengguna, Faharuddin mengatakan pada Senin 25 Mei 2015 akan dibuka kantor administrasinya di dalam kompleks pasar itu.
"Terkait ikatan seperti apa, dan bagaimana sistem pembayarannya, kita akan tahu nanti pada saat pelayanannya dibuka. Disitu nanti juga ada bagian hukum yang memberikan penjelasannya," pungkasnya.
Sebelumnya pemkab Bone menggelar rapat di ruangan Wakil Bupati untuk membahas sistem pembayaran pedagang yang telah membeli tempat berjualan di pasar tersebut.
Pada pertemuan tersebut sejumlah pedagang pembeli Ruko di pasar sentral tersebut diundang dan menyetujui untuk membuat ikatan resmi dengan Pemkab Bone mengenai sisa pembayaran yang tertunggak.
Hanya saja pertemuan tersebut justru menimbulkan 'riak' di kalangan beberapa pedagang lainnya karena merasa pertemuan tersebut tidak mewakili seluruh pedagang.
Penolakan tersebut mereka buat dalam sebuah spanduk di atas ruas jalan masuk pasar sentral kota Watampone.
Menurut salah seorang pedagang, pemasangan spanduk ini sebagai bentuk protes pedagang setempat terhadap Pemkab Bone, padahal beberapa hari lalu, telah digelar rapat untuk membuat kesepakatan antara pemkab dengan pedagang.
Selain pemasangan spanduk, sejumlah pedagang juga melakukan pertemuan dengan pedagang yang lainnya dan mengagendakan untuk menemui anggota DPRD Bone guna menyampaikan penolakan tersebut hingga tuntutan para pedagang diamini Pemkab Bone.
"Rencananya, Rabu 27 Mei 2015 ini kami akan ke gedung DPRD Bone untuk menyampaikan aspirasi kami. Kalau soal membayar retribusi maupun angsuran itu persoalan mudah, tapi kami menuntut agar pasar sentral ramai, bagaimana ada pembeli kalau pasar ini sepi," ujar Haji Basri, pedagang setempat, Minggu (24/5/2015).
Sementara itu Kepala Bidang Pasar Dispenda Kabupaten Bone Andi Faharuddin membenarkan adanya pemasangan spanduk tersebut dan telah menemui sejumlah pedagang di pasar.
Terkait ikatan perjanjian pembayaran tempat berjualan di pasar sentral tersebut oleh pedagang selaku pengguna, Faharuddin mengatakan pada Senin 25 Mei 2015 akan dibuka kantor administrasinya di dalam kompleks pasar itu.
"Terkait ikatan seperti apa, dan bagaimana sistem pembayarannya, kita akan tahu nanti pada saat pelayanannya dibuka. Disitu nanti juga ada bagian hukum yang memberikan penjelasannya," pungkasnya.
Sebelumnya pemkab Bone menggelar rapat di ruangan Wakil Bupati untuk membahas sistem pembayaran pedagang yang telah membeli tempat berjualan di pasar tersebut.
Pada pertemuan tersebut sejumlah pedagang pembeli Ruko di pasar sentral tersebut diundang dan menyetujui untuk membuat ikatan resmi dengan Pemkab Bone mengenai sisa pembayaran yang tertunggak.
Hanya saja pertemuan tersebut justru menimbulkan 'riak' di kalangan beberapa pedagang lainnya karena merasa pertemuan tersebut tidak mewakili seluruh pedagang.
(nag)