Polda Jateng Tangkap Tiga Tersangka di NTT

Minggu, 24 Mei 2015 - 10:54 WIB
Polda Jateng Tangkap Tiga Tersangka di NTT
Polda Jateng Tangkap Tiga Tersangka di NTT
A A A
SEMARANG - Polda Jawa Tengah barhasil menangkap tiga pelaku tindak pidana perdagangan manusia asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bertugas menjaring calon tenaga kerja Indonesia.

Ketiganya dibawa langsung dari tempat asalnya di Sumba Barat ke Semarang, Jumat (22/5) malam. Kepala Sub Remaja Anak dan Wanita Direskrimum Polda Jateng AKBP Susilowati kemarin mengatakan, ada ketiga tersangka yang diamankan. Masing-masing Adriana Herlina Mawo, Yuliana Jati, dan Pelipus B Damma Ngaku. Dalam penangkapan tersebut pihaknya dibantu petugas Polda NTT.

“Diintai sekitar tiga hari sebelum akhirnya bisa diamankan,” katanya. Susilowati menjelaskan, ketiga tersangka bertugas mencari warga NTT yang bersedia menjadi calon TKI yang akan bekerja di luar negeri. Praktik perdagangan manusia yang diungkap cukup terorganisasi dengan baik. Pelanggaran pidana yang dilakukan mulai dari pemalsuan surat-surat hingga perlakuan tidak manusia saat berada di penampungan. Ketiga tersangka itu akan segera dilimpahkan ke kejaksaan untuk proses hukum selanjutnya. “Menyusul dua tersangka yang sebelumnya sudah dilimpahkan lebih dulu,” katanya.

Dua tersangka lain itu adalah Sutadie Lie,58, Direktur Utama Perusahaan Jasa Pengiriman TKI, PT Graha Indra Wahana Perkasa (PT GIP) Semarang dan Budianto PA,47, Kepala Cabang PT GIP Kupang warga asli Jalan Bhakti Warga nomor 10 RT25/RW10, Kelurahan Fatulli, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, NTT. Kasus dugaan perdagangan manusia dengan modus rekrutmen calon TKI tersebut terungkap ketiga polisi membongkar sebuah tempat penampungan di daerah Puri Anjasmoro Semarang beberapa waktu lalu. Tempat penampungan tersebut diketahui milik PT GIP Semarang.

Masuk Hutan dan Tak Tidur Tiga Hari

Proses penjemputan tiga tersangka praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan Nusa Tenggara Timur (NTT)-Semarang ternyata cukup sulit dan melelahkan. Petugas harus masuk ke hutan di wilayah Sumba Barat dan terpaksa tidak tidur selama tiga hari untuk menangkap ketiganya.

Penolakan dari keluarga dan saudara-saudara tersangka juga cukup merepotkan. Petugas akhirnya harus di-backup petugas Polda NTT dan Polres Sumba untuk bernegosiasi. “Anggota sampai tiga malam tidak tidur karena nyanggong (menunggui), jangan sampai para tersangka ini kabur. Akses dari bandara di Sumba ke lokasi tempat tinggal itu ada satu jalur utama, itu pun kanan kirinya hutan,” kata Kepala Sub Direktorat IV Renata Dit Reskrimum Polda Jawa Tengah, AKBP Susilowati kepada KORAN SINDOdi Mapolda Jawa Tengah, Jumat (22/5) malam.

Sebelum penjemputan tersangka, para petinggi Polda Jateng telah berkoodinasi dengan Polda NTT. Tidak hanya itu, komunikasi juga dilakukan antargubernur. Langkah ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan adanya penolakan warga kampung terhadap penangkapan itu. Susi menceritakan, untuk masuk ke kampung tersangka tim Polda Jateng didukung oleh petugas Polda NTT dan Polres Sumba Barat.

“Sempat degdegan juga saat membawanya, karena tipikal di sana itu nekatnekat orangnya,” tutur Susi. Beruntung dalam proses penjemputan itu tidak terjadi bentrok dengan warga. Sehingga ketiga tersangka bisa dibawa langsung ke Semarang untuk menjalani proses hukum. PantauanKORAN SINDO di Mapolda Jawa Tengah, tiga tersangka datang dengan pengawalan ketat petugas. Dua tersangka perempuan memakai baju kuning dan pink, dan satu tersangka laki-laki memakai kaus biru.

“Rencana hari Senin (25/5) kami akan melakukan pelimpahan tahap II ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Para tersangka ini perekrut, kami jerat TPPO,” papar Susi. Salah satu sumber KORAN SINDO di Polda Jateng, menyebut rata-rata para tersangka itu berasala dari kalangan ekonomi bawah. “Yuliana itu tensinya 180/130, punya riwayat jantung. Dua tersangka perempuan ini (Adriana) juga masih punya anak kecil-kecil, masih bayi. Yuliana itu yang paling mending kehidupan ekonominya. Yang Adriana dan Pelipus itu minus-minus banget,” tuturnya.

Petugas menghabiskan waktu hampir satu pekan untuk proses penjemputan. Berangkat dari Semarang, transit Surabaya, kemudian ke Kupang, terbang ke Sumba. Untuk kembali, sempat transit di Bali sebelum kembali ke Semarang. “Dari bandara ke rumah-rumah tersangka itu hampir satu jam perjalanan. Kalau melihat keluarganya ya sebetulnya tidak sampai hati, tapi bagaimana lagi, proses hukum harus terus jalan. Dari pada kasusnya nggantung,” ujarnya.

Pada perkara ini para tersangka dijerat pasal berlapis. Mulai Pasal 4, Pasal 6, Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ancaman hukumannya minimal 3 tahun, maksimal 15 tahun penjara dan pidana denda minimal Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta. Kemudian Pasal 88 UU 23/- 2002 tentang Perlindungan Anak, ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp200 juta.

Para tersangka juga dijerat Pasal 103 huruf c UU 39/2009 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Ancamannya maksimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun penjara dan atau denda minimal Rp1miliar dan maksimal Rp5miliar. Tiga koordinator itu merekrut CTKI dengan janji diberangkatkan ke Malaysia. Dokumennya juga disiapkan, mulai KTP, kartu kuning, kartu keterangansehat, suratizinorangtua atau suami. Pada perekrutan 32 CTKI, ternyata ada 6 yang masih di bawah 18 tahun alias anakanak; 6 orang buta huruf dan 2 orang sakit alias unfit.

Salah satu CTKI, Irmayati Ngongo, mengaku lahir pada 11 Juli 1996. Namun, setelah diproses perekrutnya, yakni bernama Sutadie Lie selaku pimpinan PT. GIP, tahun lahirnya di KTP berubah menjadi 1993.

Eka setiawan/ ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7671 seconds (0.1#10.140)