Gunung Kawi, Pusat Klenik Jawa-China
A
A
A
Pasarean Gunung Kawi di Desa Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur adalah salah satu tempat yang dianggap keramat oleh sebagian orang. Bahkan tempat ini kerap dikunjungi ratusan penziarah keturunan China yang ingin ngalap berkah.
Konon di tempat tersebut Raden Mas Soeryo Koesoemo dimakamkan satu liang dengan Raden Mas Iman Soedjono. Sejarah makam itu dimulai saat Perang Jawa antara Belanda dengan Pangeran Diponegoro.
Di mana Raden Mas Soeryo Koesoemo atau yang lebih dikenal sebagai Kiai Zakaria II ini juga merupakan dari kerabat Keraton Kartosuro.
Semasa hidupnya Zakaria II adalah salah satu ulama dan punggawa Pangeran Diponegoro yang terkenal karena kesaktiannya.
Berdasarkan Buku Misteri-Misteri Terbesar Indonesia 2, ketika Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda, Kiai Zakaria II tidak memilih ikut Belanda tapi juga tidak melakukan perlawanan frontal.
Sang Kiai memilih mengembara ke wilayah Blitar, Jawa Timur. Di Desa Sana Jugo, Kecamatan Kesamben, Blitar, dia mendirikan sebuah padepokan.
Kiai Zakaria II yang telah berganti nama menjadi Sadjoego mulai mendakwahkan Islam. Dia juga mengajak penduduk setempat menghayati ajaran moral kejawen dan melatih kanuragan dan membuka praktik pengobatan disamping bercocok tanam.
Dalam praktiknya Sadjoego dibantu oleh Iman Soedjono yang juga pernah bergabung dengan Pangeran Diponegoro saat perang Jawa.
Bahkan Iman Soedjono juga menikah dengan seorang anggota Laskar Langen Koesoemo pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Ayu Saminah.
Pada Senin 22 Januari 1897, Sadjoego meninggal dunia, namun dia berwasiat agar tidak dimakamkan di dekat padepokannya melainkan di Gunung Kawi, Malang.
Pemakamannya pun di Desa Wonosari, Kabupaten Malang, dipimpin Iman Soedjono dengan adat kejawen.
Setelah itu Iman Soedjono menetap di Desa Wonosari untuk merawat makam Sadjoego. Namun pada 8 Februari 2015 Iman Soedjono menghembuskan napas terakhirnya, kemudian oleh pengikutnya dia dimakamkan satu liang dengan Sadjoego.
Pemakaman satu liang ini punya makna bahwa keduanya adalah sahabat yang tak terpisahkan. Karena kesaktian dua tokoh itu semasa hidupnya, banyak peziarah yang percaya bahwa berziarah di makam ini juga mendatangkan berkah tersendiri.
Di lokasi atau kompleks makam Gunung Kawi memang dibangun beberapa tempat ibadah. Mulai dari masjid, kelenteng atau wihara.
Sehingga semua peziarah, mulai umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, biasanya menyempatkan diri untuk beribadah di tempat ibadah masing-masing itu.
Baik sebelum atau sesudah berziarah mereka biasanya akan beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Pendatang Gunung Kawi juga sangat multi ras. Mulai Ras Jawa, Madura, Bali, sampai keturunan China.
Malah dari dulu hingga sekarang pengunjung keturunan China ini dikenal mendominasi dalam daftar tamu pengunjung.
Sehingga orang sering menyebut bahwa Gunung Kawi adalah tempat favorit, bagi warga keturunan dan kenyataannya memang demikian. Setiap malam Senin Pahing dan Jumat Legi selalu penuh dengan pengunjung dari warga keturunan China.
Malam Senin Pahing dan malam Jumat Legi dipercaya merupakan hari kelahiran dari dua tokoh di makam keramat Gunung Kawi tersebut.
Jadi kedua hari itulah yang dianggap paling penting atau paling sakral bagi pengunjung. Meskipun demikian di hari-hari lain selain kedua hari itu pun, pengunjung tetap berdatangan ke lokasi.
Ini bukti bahwa kehebatan tuah Gunung Kawi memang sangat kesohor dan begitu melegenda dalam masyarakat. Salah satu kisah yang menyebabkan banyaknya warga keturunan yang berziarah ke Gunung Kawi adalah cerita kesuksesan dari pengusaha rokok yang bernama Ong Hok Liong.
Semula usaha rokok Ong Hok Liong sedang terpuruk. Lalu dia pun melakukan tirakat di Gunung Kawi. Pada suatu malam, dirinya bermimpi melihat bentul (talas).
Dia lalu bertanya kepada juru kunci makam yang lalu menganjurkan agar merek rokoknya diberi nama Bentoel (ejaan lama).
Sejak itulah, usaha Ong meningkat drastis hingga menempatkannya menjadi konglomerat negeri ini. Kisah kehidupan Ong Hok Liong yang berkaitan dengan Gunung Kawi ini kemudian diabadikannya dalam salah satu arsip di Museum Bentoel.
Selain itu ada pula kisah mengenai Tan Kie Lam yang disebut sebut sebagai orang yang membangun Klenteng Tan di Gunung Kawi.
Semula Tan Kie Lam adalah salah satu pasien Sadjoego. Lalu kemudian Iman Soedjono menyembuhkan penyakitnya dengan memandikannya dengan air dari guci peninggalan Sadjoego.
Sejak saat itulah Tan menjadi murid padepokan Sadjoego dan tinggal di Gunung Kawi. Sebagai orang China, dia merasa kurang sreg bila harus ikut ritual yang telah ada. Lalu dia membangun klenteng sebagai tempat ibadahnya.
Pengunjung di Gunung Kawi tidak hanya percaya dengan tuah gaib dari makam keramat tersebut. Mereka juga berusaha mencari tuah gaib berkah lain dari komplek makam.
Diantaranya ada sebuah pohon Dewa Daru yang sangat diyakini dengan tuah gaibnya. Yang unik dari pohon ini adalah, baik daun dan buahnya dipercaya mempunyai tuah gaib yang sangat ampuh.
Tuah gaib itu bisa digunakan secara langsung dalam ajian penglaris usaha. Pengunjung hanya cukup memiliki buah atau daun Dewa Daru tersebut.
Lalu menyimpannya dimanapun mereka suka. Biasanya mereka memang banyak menyimpan di dalam dompet ataupun tempat kasir usaha mereka.
Sering pula orang menyimpannya dengan membungkus daun itu dengan uang kertas, setelah itu uang kertas disimpan dalam dompet atau tempat usaha.
Meskipun demikian ada syarat unik agar daun atau buah dari pohon Dewa Daru tersebut mengandung tuah gaib. Konon daun atau buah tidak boleh dipetik, atau dengan sengaja menggoyang-goyang pohon agar daun atau buah berguguran di bawah.
Siapa pun yang menginginkan tuah daun atau buah Dewa Daru harus menunggu agar daun atau buah itu jatuh sendiri.
Dari cerita legenda yang dipercaya masyarakat Gunung Kawi dan sekitarnya, pohon itu dulunya bukanlah pohon sembarangan.
Pohon itu dulu merupakan sebuah tongkat yang sengaja ditancapkan oleh Sadjoego. Tongkat itu dia tancapkan untuk menandai wilayah Gunung Kawi sebagai daerah aman atau bebas dari gangguan siapapun.
Baik dari gangguan orang-orang jahat ataupun makhluk-makhluk halus jahat yang sering mengganggu masyarakat Gunung Kawi di kala itu.
Sumber :
- Buku Misteri-Misteri Terbesar Indonesia 2, Haris Firdaus, Cetakan I November 2009.
- Majalah-misteri.net
- Jejak-bocahilang
Konon di tempat tersebut Raden Mas Soeryo Koesoemo dimakamkan satu liang dengan Raden Mas Iman Soedjono. Sejarah makam itu dimulai saat Perang Jawa antara Belanda dengan Pangeran Diponegoro.
Di mana Raden Mas Soeryo Koesoemo atau yang lebih dikenal sebagai Kiai Zakaria II ini juga merupakan dari kerabat Keraton Kartosuro.
Semasa hidupnya Zakaria II adalah salah satu ulama dan punggawa Pangeran Diponegoro yang terkenal karena kesaktiannya.
Berdasarkan Buku Misteri-Misteri Terbesar Indonesia 2, ketika Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda, Kiai Zakaria II tidak memilih ikut Belanda tapi juga tidak melakukan perlawanan frontal.
Sang Kiai memilih mengembara ke wilayah Blitar, Jawa Timur. Di Desa Sana Jugo, Kecamatan Kesamben, Blitar, dia mendirikan sebuah padepokan.
Kiai Zakaria II yang telah berganti nama menjadi Sadjoego mulai mendakwahkan Islam. Dia juga mengajak penduduk setempat menghayati ajaran moral kejawen dan melatih kanuragan dan membuka praktik pengobatan disamping bercocok tanam.
Dalam praktiknya Sadjoego dibantu oleh Iman Soedjono yang juga pernah bergabung dengan Pangeran Diponegoro saat perang Jawa.
Bahkan Iman Soedjono juga menikah dengan seorang anggota Laskar Langen Koesoemo pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Raden Ayu Saminah.
Pada Senin 22 Januari 1897, Sadjoego meninggal dunia, namun dia berwasiat agar tidak dimakamkan di dekat padepokannya melainkan di Gunung Kawi, Malang.
Pemakamannya pun di Desa Wonosari, Kabupaten Malang, dipimpin Iman Soedjono dengan adat kejawen.
Setelah itu Iman Soedjono menetap di Desa Wonosari untuk merawat makam Sadjoego. Namun pada 8 Februari 2015 Iman Soedjono menghembuskan napas terakhirnya, kemudian oleh pengikutnya dia dimakamkan satu liang dengan Sadjoego.
Pemakaman satu liang ini punya makna bahwa keduanya adalah sahabat yang tak terpisahkan. Karena kesaktian dua tokoh itu semasa hidupnya, banyak peziarah yang percaya bahwa berziarah di makam ini juga mendatangkan berkah tersendiri.
Di lokasi atau kompleks makam Gunung Kawi memang dibangun beberapa tempat ibadah. Mulai dari masjid, kelenteng atau wihara.
Sehingga semua peziarah, mulai umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, biasanya menyempatkan diri untuk beribadah di tempat ibadah masing-masing itu.
Baik sebelum atau sesudah berziarah mereka biasanya akan beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Pendatang Gunung Kawi juga sangat multi ras. Mulai Ras Jawa, Madura, Bali, sampai keturunan China.
Malah dari dulu hingga sekarang pengunjung keturunan China ini dikenal mendominasi dalam daftar tamu pengunjung.
Sehingga orang sering menyebut bahwa Gunung Kawi adalah tempat favorit, bagi warga keturunan dan kenyataannya memang demikian. Setiap malam Senin Pahing dan Jumat Legi selalu penuh dengan pengunjung dari warga keturunan China.
Malam Senin Pahing dan malam Jumat Legi dipercaya merupakan hari kelahiran dari dua tokoh di makam keramat Gunung Kawi tersebut.
Jadi kedua hari itulah yang dianggap paling penting atau paling sakral bagi pengunjung. Meskipun demikian di hari-hari lain selain kedua hari itu pun, pengunjung tetap berdatangan ke lokasi.
Ini bukti bahwa kehebatan tuah Gunung Kawi memang sangat kesohor dan begitu melegenda dalam masyarakat. Salah satu kisah yang menyebabkan banyaknya warga keturunan yang berziarah ke Gunung Kawi adalah cerita kesuksesan dari pengusaha rokok yang bernama Ong Hok Liong.
Semula usaha rokok Ong Hok Liong sedang terpuruk. Lalu dia pun melakukan tirakat di Gunung Kawi. Pada suatu malam, dirinya bermimpi melihat bentul (talas).
Dia lalu bertanya kepada juru kunci makam yang lalu menganjurkan agar merek rokoknya diberi nama Bentoel (ejaan lama).
Sejak itulah, usaha Ong meningkat drastis hingga menempatkannya menjadi konglomerat negeri ini. Kisah kehidupan Ong Hok Liong yang berkaitan dengan Gunung Kawi ini kemudian diabadikannya dalam salah satu arsip di Museum Bentoel.
Selain itu ada pula kisah mengenai Tan Kie Lam yang disebut sebut sebagai orang yang membangun Klenteng Tan di Gunung Kawi.
Semula Tan Kie Lam adalah salah satu pasien Sadjoego. Lalu kemudian Iman Soedjono menyembuhkan penyakitnya dengan memandikannya dengan air dari guci peninggalan Sadjoego.
Sejak saat itulah Tan menjadi murid padepokan Sadjoego dan tinggal di Gunung Kawi. Sebagai orang China, dia merasa kurang sreg bila harus ikut ritual yang telah ada. Lalu dia membangun klenteng sebagai tempat ibadahnya.
Pengunjung di Gunung Kawi tidak hanya percaya dengan tuah gaib dari makam keramat tersebut. Mereka juga berusaha mencari tuah gaib berkah lain dari komplek makam.
Diantaranya ada sebuah pohon Dewa Daru yang sangat diyakini dengan tuah gaibnya. Yang unik dari pohon ini adalah, baik daun dan buahnya dipercaya mempunyai tuah gaib yang sangat ampuh.
Tuah gaib itu bisa digunakan secara langsung dalam ajian penglaris usaha. Pengunjung hanya cukup memiliki buah atau daun Dewa Daru tersebut.
Lalu menyimpannya dimanapun mereka suka. Biasanya mereka memang banyak menyimpan di dalam dompet ataupun tempat kasir usaha mereka.
Sering pula orang menyimpannya dengan membungkus daun itu dengan uang kertas, setelah itu uang kertas disimpan dalam dompet atau tempat usaha.
Meskipun demikian ada syarat unik agar daun atau buah dari pohon Dewa Daru tersebut mengandung tuah gaib. Konon daun atau buah tidak boleh dipetik, atau dengan sengaja menggoyang-goyang pohon agar daun atau buah berguguran di bawah.
Siapa pun yang menginginkan tuah daun atau buah Dewa Daru harus menunggu agar daun atau buah itu jatuh sendiri.
Dari cerita legenda yang dipercaya masyarakat Gunung Kawi dan sekitarnya, pohon itu dulunya bukanlah pohon sembarangan.
Pohon itu dulu merupakan sebuah tongkat yang sengaja ditancapkan oleh Sadjoego. Tongkat itu dia tancapkan untuk menandai wilayah Gunung Kawi sebagai daerah aman atau bebas dari gangguan siapapun.
Baik dari gangguan orang-orang jahat ataupun makhluk-makhluk halus jahat yang sering mengganggu masyarakat Gunung Kawi di kala itu.
Sumber :
- Buku Misteri-Misteri Terbesar Indonesia 2, Haris Firdaus, Cetakan I November 2009.
- Majalah-misteri.net
- Jejak-bocahilang
(sms)