Ini Pesan Film Samin vs Semen
A
A
A
MALANG - Pemutaran film Samin Vs Semen yang sempat dilarang Universitas Brawijaya Malang, bisa terlaksana di kampus Universitas Widya Gama Malang.
Film yang menceritakan perlawanan komunitas sedulur sikep Samin terhadap pembangunan pabrik semen ini diselenggarakan BEM Fakultas Hukum-UWG. Selain nonton film, mahasiswa juga menggelar seminar.
Salah seorang pembicara seminar adalah Gunretno. Tokoh sedulur sikep Samin ini mengajak mengajak mahasiswa hukum agar bisa berbuat lebih baik dengan menjadikan konflik warga melawan perusahaan tambang semen sebagai pelajaran.
"Jangan diamkan jika pengadilan tidak adil, orang yang kuliah hukum harusnya lebih bertanggung jawab," kata Gunretno, di hadapan puluhan mahasiswa saat diskusi berlangsung, Sabtu (23/5/2015).
Menurutnya, sedulur sikep Samin menolak pembangunan pabrik semen, karena bisa merusak sumber kehidupan mereka yang berasal dari tanah leluhur mereka. Mereka hanya hidup dari hasil pertanian.
Selain Gunretno, salah satu ibu-ibu di Rembang yang hingga kini tinggal di tenda tapak pabrik semen sejak 11,5 bulan lalu, Ibu Suminah juga hadir. Dia mengatakan, bumi pertiwi sedang membutuhkan pertolongan.
"Ibu-ibu yang turun untuk menyelamatkannya, sebab ibu pertiwi juga selayaknya ibu-ibu. Kami tidak akan mundur dari tapak pabrik selama alat berat belum ditarik dan aktivitas pabrik tidak berhenti," terangnya.
Selama menggelar tenda, Suminah mengaku kerap mendapatkan celaan, hinaan, bahkan ancaman dan teror. Namun, hal itu tak menyurutkan perlawanan ibu-ibu untuk menyelamatkan alam sekitar dari industri semen.
"Kami yakin, selama membela kebenaran, kemenangan akan tiba. Entah kapan waktunya, tapi kami yakin," pungkasnya.
Film yang menceritakan perlawanan komunitas sedulur sikep Samin terhadap pembangunan pabrik semen ini diselenggarakan BEM Fakultas Hukum-UWG. Selain nonton film, mahasiswa juga menggelar seminar.
Salah seorang pembicara seminar adalah Gunretno. Tokoh sedulur sikep Samin ini mengajak mengajak mahasiswa hukum agar bisa berbuat lebih baik dengan menjadikan konflik warga melawan perusahaan tambang semen sebagai pelajaran.
"Jangan diamkan jika pengadilan tidak adil, orang yang kuliah hukum harusnya lebih bertanggung jawab," kata Gunretno, di hadapan puluhan mahasiswa saat diskusi berlangsung, Sabtu (23/5/2015).
Menurutnya, sedulur sikep Samin menolak pembangunan pabrik semen, karena bisa merusak sumber kehidupan mereka yang berasal dari tanah leluhur mereka. Mereka hanya hidup dari hasil pertanian.
Selain Gunretno, salah satu ibu-ibu di Rembang yang hingga kini tinggal di tenda tapak pabrik semen sejak 11,5 bulan lalu, Ibu Suminah juga hadir. Dia mengatakan, bumi pertiwi sedang membutuhkan pertolongan.
"Ibu-ibu yang turun untuk menyelamatkannya, sebab ibu pertiwi juga selayaknya ibu-ibu. Kami tidak akan mundur dari tapak pabrik selama alat berat belum ditarik dan aktivitas pabrik tidak berhenti," terangnya.
Selama menggelar tenda, Suminah mengaku kerap mendapatkan celaan, hinaan, bahkan ancaman dan teror. Namun, hal itu tak menyurutkan perlawanan ibu-ibu untuk menyelamatkan alam sekitar dari industri semen.
"Kami yakin, selama membela kebenaran, kemenangan akan tiba. Entah kapan waktunya, tapi kami yakin," pungkasnya.
(san)