Beras Plastik Beredar di Gunungkidul
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Peredaran beras plastik alias sintetis diduga tidak hanya di Kota Bekasi, tetapi juga sudah meluas di sejumlah daerah di Tanah Air. Kemarin warga di Gunungkidul; Karawang, Jabar; dan Kota Jayapura, Papua melaporkan temuan beras yang diduga sintetis.
Kalangan DPR menuding beras palsu dari luar negeri tersebut masuk lewat Pelabuhan Tanjung Priok. Kecurigaan adanya ber edarnya beras sintetis di Gunungkidul, tepatnya di Dusun Duwet, Desa Karangwuni, Kecamatan Rongkop, bermula saat warga bernama Murdiyah menemui kejanggalan beras yang mereka konsumsi terlalu lengket dan mu dah mengeras.
Beras yang di beli dari toko kelontong di wilayah Kerdonmiri, Rongkop berbeda dengan beras yang biasa dia beli. Murdiyah pun semakin curiga setelah bersama sang suami, Sunarmo, melihat tayangan televisi tentang adanya peredaran beras sintetis. Karena itu, Sunarmo kemudian mencoba mem bakar beras tersebut. Hasilnya, beras tersebut menjadi lengket seperti plastik.
Berbeda dengan beras yang asli, saat dibakar hanya menghitam namun tidak lengket keras. ”Kalau tidak percaya ini saya tunjukkan, saya saja kaget, karena beras yang saya beli ternyata menjadi lengket mengeras. Namun yang beras hasil panen tidak,” ujar Sunarmo. Beberapa petugas dari Polsek Rongkop serta Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Energi dan Sumber Da ya Mineral (Disperindagkop ESDM) Gunungkidul merespons temuan tersebut dengan langsung mendatangi rumah Sunarmo.
”Kita bawa sampel be ras ini untuk dikaji lebih lanjut,” kata Kapolsek Rongkop AKP Sunarto. Seusai melakukan pemeriksaan, rombongan Polsek beserta Disperindagkop ESDM juga mendatangi dua toko kelontong yang diduga menjual beras sintetis tersebut. Namun demikian, pihak Disperindagkop ESDM belum bisa memastikan me ngenai benar tidaknya beras yang beredar merupakan beras sintetis.
Kepala Seksi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Disperindagkop ESDM, Gunung kidul Supriyadi mengaku masih melakukan penelitian untuk memastikan kebenaran beras tersebut. ”Memang beras ini dari Pati, Jawa Tengah, bukan dari Delanggu seperti biasanya. Namun untuk memastikan, butuh penelitian lebih lanjut di laboratorium Dinas Kesehatan,” katanya.
Ditemukan di Beras Raskin
Sementara temuan beras plastik menghebohkan warga Kampung Jatimulya I RT/02 RW 01 Kelurahan Mekarjati, Kecamatan Karawang Barat, Jabar. Warga menemukan beras berciri-cirinya sama dengan informasi yang diterima dari media massa. Hal menghebohkan beras yang diduga sintetis itu ditemukan pada kemasan raskin berasal dari Bulog. Beras plastik diduga dioplos dengan beras asli.
Beras membahayakan ini pertama ditemukan oleh warga bernama Juju saat akan menanak beras raskin. Dia curiga dengan bentuk, warna, dan tekstur beras berbeda dengan yang biasa dikonsumsi. Kemudian dia melaporkan kepada sang suami, Tatang. Ternyata apa yang dialami Juju tidak sendirian. Tetangganya, Yeni, juga menemukan keresahan sama.
Bentuk beras plastik tersebut agak kotak tidak seperti beras alami yang lonjong pipih. Warnanya lebih bening dibandingkan beras alami, sementara aromanya tak ada alias hambar. Padahal beras aromanya khas. Selain itu, beras sintetis saat dibakar menyala serta meleleh seperti plastik. Sementara staf Kelurahan Mekarjati Tanto Gunawan menginformasikan beras raskin yang diduga dioplos beras plastik merupakan jatah beras yang di bagikan untuk bulan Mei.
Total beras Bulog yang dibagikan kepada warga Kelurahan Mekar jati sebanyak 8 ton. Laporan peredaran beras sintetis juga disampaikan sejumlah warga di Kota Jayapura, Papua. Yves Papare, warga Perumnas II, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Kota Jayapura, misalnya, mengaku pernah membeli satu kilogram beras di kios dekat tempat tinggalnya pada Selasa (19/5) sore.
Ketika di masak untuk santapan malam kurang lebih sejam, beras yang dibeli itu tidak juga menjadi nasi, tetapi hanya berbentuk setengah matang. "Sehingga saya katakan kepada istri untuk menyimpannya, dan besok dimasak jadi bubur saja. Tapi keesokannya, saat dimasak dari pukul 11.00- 14.00 WIT, tidak juga menjadi bubur seperti pada umumnya, nasi kalau dimasak ulang pasti akan hancur dan menjadi bubur," katanya.
Yves pun mengakui sempat memakannya, namun rasanya berbeda jauh dari nasi pada umumnya. Rasanya beda, terasa penuh namun bukan kenyang. Bahkan, istrinya sempat mengeluhkan sakit perut. Milka Papuko, 69, tetangga Yves Papare, juga mengeluhkan hal yang sama. Dia mengaku bulan lalu membeli beras di pasar dengan kemasan 'beras Bulog 50 kilogram’, seperti beras yang diperuntukkan untuk PNS.
Beras yang dibelinya tersebut terlihat bening, bersih, dan tidak ada kotorannya. Setelah dimasak, berasnya ternyata tidak bisa menjadi nasi. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Jayapura Robert Lukas Nadap Awi membenarkan bahwa ada laporan warga mengenai penemuan beras yang diduga demikian. Sayangnya, dia tidak mendapatkan beras dimaksud karena sudah telanjur dibuang.
Kendati demikian, pilihannya sudah mengambil sampel dari kios penjual dan menyerahkan sampel ke BPOM. "Sementara ini kami belum bisa pastikan apakah itu beras plastik atau sintetis atau bukan, sehingga kami tidak bisa membuat pernyataan bahwa beras plastik sampai hari ini beredar di Kota Jayapura, kami masih me nunggu hasilnya dari BPOM," katanya.
Kepala Bulog Divisi Regional (Divre) Papua Arif Mandu yang dikonfirmasi memastikan bahwa beras yang didatangkannya aman. Sebaliknya, dia menga takan bahwa yang harus diwaspadai adalah beras yang berasal dari negara lain. "Tapi yang jelas ka lau beras Bulog tidak ada, nan ti bisa dicek, karena memang itu ditengarai beras berasal dari China, dan ini yang perlu diwaspadai, masuknya beras dari luar yang tidak teridentifikasi," tuturnya.
Merespons beredarnya beras sintetis, kemarin Komisi XI DPR RI langsung melakukan sidak ke Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara. Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal menerangkan, sebagai gerbang masuk importir terbesar dalam per edaran barang di Indonesia, bukan tidak mungkin masuknya beras plastik yang berasal dari China sempat transit di Pelabuhan Tanjung Priok hingga akhirnya menyebar ke seantero Nusantara.
"Banyak yang bertanya kepada kami, kenapa beras plastik bisa masuk. Karena itu, kami datangi Bea Cukai. Menurut me reka (Bea Cukai Priok), untuk importasi beras plastik, bukan dari China," ungkap Jon, Ka mis sore (21/5) lalu. Komisi XI belum puas dengan penjelasan Bea Cukai karena baru sebatas berasumsi tanpa bukti konkret. "Artinya jangan sampai mereka (Bea Cukai Priok) bilang bukan dari Priok, namun nanti malah dari Priok. Karena itu, harus dipastikan lagi," jelas Jon.
Kepala Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok Fajar Donny Cahyadi menjamin bahwa beras plastik sendiri tidak masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Alasannya, untuk proses importasi khu susnya barang konsumsi, seperti beras, dibutuhkan beberapa tahapan izin, seperti adanya surveyor produsen, persetujuan impor, hingga batas waktunya.
"Sejauh ini, di tahun 2015, kami mencatat ada empat negara yang melakukan impor beras, dan semua itu tidak ada da ri China maupun India," tegas Donny. Selain itu, untuk memastikan dugaan itu, Donny menga ku telah melakukan penugasan ke - pada Unit Pengawasan Produk (P2) dan unit Intelijen Bea Cukai untuk melakukan penda laman.
Hasilnya, lanjut Donny, beras yang masuk Indonesia merupakan beras premium yang dikonsumsi kalangan atas dengan harga mencapai di atas Rp10.000 perkilonya. "Jadi secara logika, sangat tidak mungkin beras plastik yang murah bisa masuk ke sini," ujarnya.
Masih Menelusuri
Kepala Polri Jenderal Pol Bradodin Haiti mengatakan, pihaknya masih melakukan penelu suran terkait pelaku pembuat dan pengedar beras sintetis yang meresahkan masyarakat. "Cara penelusurannya bisa keterangan dari pedagang, dari pedagang itu tentu bisa dite lusu ri beras itu belinya dari mana," kata Bradodin Haiti di Kom pleks Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pengungkapan beras sintetis perlu melibatkan kementerian atau lembaga lain, termasuk ahli untuk melakukan penelitian terhadap beras itu. Salah satunya, melaku kan kerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menganalisis kandungan kimia dalam beras tersebut, termasuk efek atau tingkat bahayanya bagi kesehatan manusia.
Hasil uji laboratorium itu juga akan menjadi salah satu acuan untuk menentukan jenis tindak pidana yang akan dikenakan terhadap pelaku. Kami masih tunggu hasil laboratoriumnya. Jadi belum tahu," katanya. Adapun Kepala BPOM Roy Sparingga menyatakan bahwa pihaknya sudah mendapatkan sampel dari Polres Bekasi pada 19 Mei 2015 malam. Sampel ter sebut merupakan sampel penyidikan dari pihak kepolisian.
"Kami melakukan (uji lab) dengan sangat hati-hati, diperkirakan hari ini (Jumat 22/5) akan selesai," kata Roy. Roy menambahkan, terkait dengan temuan tersebut, pihaknya telah melaporkan kepada World Health Organization (WHO) untuk menanyakan apa kah ada laporan serupa dari negara-negara lainnya.
"Kami mendapatkan informasi, tidak ada laporan di negara mana pun pada saat ini. Namun, tentunya ini akan menjadi perhatian dari WHO," kata Roy. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengharapkan pihak penyidik dari Kepolisian Indonesia menyelesaikan kasus peredaran beras sintetik, setelah uji laboratorium dari BPOM selesai dilakukan.
"Meminta kepada pihak penyidik untuk menelusuri dari hulu hingga hilir untuk memastikan motif, apakah sekadar mencari untung atau tindakan kriminal dengan motif tertentu untuk merugikan pemerintah," kata dia da lam jumpa pers di Jakarta kemarin.
Yan yusuf/ khoirul muzakki/ suharjono/ant
Kalangan DPR menuding beras palsu dari luar negeri tersebut masuk lewat Pelabuhan Tanjung Priok. Kecurigaan adanya ber edarnya beras sintetis di Gunungkidul, tepatnya di Dusun Duwet, Desa Karangwuni, Kecamatan Rongkop, bermula saat warga bernama Murdiyah menemui kejanggalan beras yang mereka konsumsi terlalu lengket dan mu dah mengeras.
Beras yang di beli dari toko kelontong di wilayah Kerdonmiri, Rongkop berbeda dengan beras yang biasa dia beli. Murdiyah pun semakin curiga setelah bersama sang suami, Sunarmo, melihat tayangan televisi tentang adanya peredaran beras sintetis. Karena itu, Sunarmo kemudian mencoba mem bakar beras tersebut. Hasilnya, beras tersebut menjadi lengket seperti plastik.
Berbeda dengan beras yang asli, saat dibakar hanya menghitam namun tidak lengket keras. ”Kalau tidak percaya ini saya tunjukkan, saya saja kaget, karena beras yang saya beli ternyata menjadi lengket mengeras. Namun yang beras hasil panen tidak,” ujar Sunarmo. Beberapa petugas dari Polsek Rongkop serta Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Energi dan Sumber Da ya Mineral (Disperindagkop ESDM) Gunungkidul merespons temuan tersebut dengan langsung mendatangi rumah Sunarmo.
”Kita bawa sampel be ras ini untuk dikaji lebih lanjut,” kata Kapolsek Rongkop AKP Sunarto. Seusai melakukan pemeriksaan, rombongan Polsek beserta Disperindagkop ESDM juga mendatangi dua toko kelontong yang diduga menjual beras sintetis tersebut. Namun demikian, pihak Disperindagkop ESDM belum bisa memastikan me ngenai benar tidaknya beras yang beredar merupakan beras sintetis.
Kepala Seksi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Disperindagkop ESDM, Gunung kidul Supriyadi mengaku masih melakukan penelitian untuk memastikan kebenaran beras tersebut. ”Memang beras ini dari Pati, Jawa Tengah, bukan dari Delanggu seperti biasanya. Namun untuk memastikan, butuh penelitian lebih lanjut di laboratorium Dinas Kesehatan,” katanya.
Ditemukan di Beras Raskin
Sementara temuan beras plastik menghebohkan warga Kampung Jatimulya I RT/02 RW 01 Kelurahan Mekarjati, Kecamatan Karawang Barat, Jabar. Warga menemukan beras berciri-cirinya sama dengan informasi yang diterima dari media massa. Hal menghebohkan beras yang diduga sintetis itu ditemukan pada kemasan raskin berasal dari Bulog. Beras plastik diduga dioplos dengan beras asli.
Beras membahayakan ini pertama ditemukan oleh warga bernama Juju saat akan menanak beras raskin. Dia curiga dengan bentuk, warna, dan tekstur beras berbeda dengan yang biasa dikonsumsi. Kemudian dia melaporkan kepada sang suami, Tatang. Ternyata apa yang dialami Juju tidak sendirian. Tetangganya, Yeni, juga menemukan keresahan sama.
Bentuk beras plastik tersebut agak kotak tidak seperti beras alami yang lonjong pipih. Warnanya lebih bening dibandingkan beras alami, sementara aromanya tak ada alias hambar. Padahal beras aromanya khas. Selain itu, beras sintetis saat dibakar menyala serta meleleh seperti plastik. Sementara staf Kelurahan Mekarjati Tanto Gunawan menginformasikan beras raskin yang diduga dioplos beras plastik merupakan jatah beras yang di bagikan untuk bulan Mei.
Total beras Bulog yang dibagikan kepada warga Kelurahan Mekar jati sebanyak 8 ton. Laporan peredaran beras sintetis juga disampaikan sejumlah warga di Kota Jayapura, Papua. Yves Papare, warga Perumnas II, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Kota Jayapura, misalnya, mengaku pernah membeli satu kilogram beras di kios dekat tempat tinggalnya pada Selasa (19/5) sore.
Ketika di masak untuk santapan malam kurang lebih sejam, beras yang dibeli itu tidak juga menjadi nasi, tetapi hanya berbentuk setengah matang. "Sehingga saya katakan kepada istri untuk menyimpannya, dan besok dimasak jadi bubur saja. Tapi keesokannya, saat dimasak dari pukul 11.00- 14.00 WIT, tidak juga menjadi bubur seperti pada umumnya, nasi kalau dimasak ulang pasti akan hancur dan menjadi bubur," katanya.
Yves pun mengakui sempat memakannya, namun rasanya berbeda jauh dari nasi pada umumnya. Rasanya beda, terasa penuh namun bukan kenyang. Bahkan, istrinya sempat mengeluhkan sakit perut. Milka Papuko, 69, tetangga Yves Papare, juga mengeluhkan hal yang sama. Dia mengaku bulan lalu membeli beras di pasar dengan kemasan 'beras Bulog 50 kilogram’, seperti beras yang diperuntukkan untuk PNS.
Beras yang dibelinya tersebut terlihat bening, bersih, dan tidak ada kotorannya. Setelah dimasak, berasnya ternyata tidak bisa menjadi nasi. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Jayapura Robert Lukas Nadap Awi membenarkan bahwa ada laporan warga mengenai penemuan beras yang diduga demikian. Sayangnya, dia tidak mendapatkan beras dimaksud karena sudah telanjur dibuang.
Kendati demikian, pilihannya sudah mengambil sampel dari kios penjual dan menyerahkan sampel ke BPOM. "Sementara ini kami belum bisa pastikan apakah itu beras plastik atau sintetis atau bukan, sehingga kami tidak bisa membuat pernyataan bahwa beras plastik sampai hari ini beredar di Kota Jayapura, kami masih me nunggu hasilnya dari BPOM," katanya.
Kepala Bulog Divisi Regional (Divre) Papua Arif Mandu yang dikonfirmasi memastikan bahwa beras yang didatangkannya aman. Sebaliknya, dia menga takan bahwa yang harus diwaspadai adalah beras yang berasal dari negara lain. "Tapi yang jelas ka lau beras Bulog tidak ada, nan ti bisa dicek, karena memang itu ditengarai beras berasal dari China, dan ini yang perlu diwaspadai, masuknya beras dari luar yang tidak teridentifikasi," tuturnya.
Merespons beredarnya beras sintetis, kemarin Komisi XI DPR RI langsung melakukan sidak ke Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara. Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal menerangkan, sebagai gerbang masuk importir terbesar dalam per edaran barang di Indonesia, bukan tidak mungkin masuknya beras plastik yang berasal dari China sempat transit di Pelabuhan Tanjung Priok hingga akhirnya menyebar ke seantero Nusantara.
"Banyak yang bertanya kepada kami, kenapa beras plastik bisa masuk. Karena itu, kami datangi Bea Cukai. Menurut me reka (Bea Cukai Priok), untuk importasi beras plastik, bukan dari China," ungkap Jon, Ka mis sore (21/5) lalu. Komisi XI belum puas dengan penjelasan Bea Cukai karena baru sebatas berasumsi tanpa bukti konkret. "Artinya jangan sampai mereka (Bea Cukai Priok) bilang bukan dari Priok, namun nanti malah dari Priok. Karena itu, harus dipastikan lagi," jelas Jon.
Kepala Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok Fajar Donny Cahyadi menjamin bahwa beras plastik sendiri tidak masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Alasannya, untuk proses importasi khu susnya barang konsumsi, seperti beras, dibutuhkan beberapa tahapan izin, seperti adanya surveyor produsen, persetujuan impor, hingga batas waktunya.
"Sejauh ini, di tahun 2015, kami mencatat ada empat negara yang melakukan impor beras, dan semua itu tidak ada da ri China maupun India," tegas Donny. Selain itu, untuk memastikan dugaan itu, Donny menga ku telah melakukan penugasan ke - pada Unit Pengawasan Produk (P2) dan unit Intelijen Bea Cukai untuk melakukan penda laman.
Hasilnya, lanjut Donny, beras yang masuk Indonesia merupakan beras premium yang dikonsumsi kalangan atas dengan harga mencapai di atas Rp10.000 perkilonya. "Jadi secara logika, sangat tidak mungkin beras plastik yang murah bisa masuk ke sini," ujarnya.
Masih Menelusuri
Kepala Polri Jenderal Pol Bradodin Haiti mengatakan, pihaknya masih melakukan penelu suran terkait pelaku pembuat dan pengedar beras sintetis yang meresahkan masyarakat. "Cara penelusurannya bisa keterangan dari pedagang, dari pedagang itu tentu bisa dite lusu ri beras itu belinya dari mana," kata Bradodin Haiti di Kom pleks Mabes Polri, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pengungkapan beras sintetis perlu melibatkan kementerian atau lembaga lain, termasuk ahli untuk melakukan penelitian terhadap beras itu. Salah satunya, melaku kan kerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menganalisis kandungan kimia dalam beras tersebut, termasuk efek atau tingkat bahayanya bagi kesehatan manusia.
Hasil uji laboratorium itu juga akan menjadi salah satu acuan untuk menentukan jenis tindak pidana yang akan dikenakan terhadap pelaku. Kami masih tunggu hasil laboratoriumnya. Jadi belum tahu," katanya. Adapun Kepala BPOM Roy Sparingga menyatakan bahwa pihaknya sudah mendapatkan sampel dari Polres Bekasi pada 19 Mei 2015 malam. Sampel ter sebut merupakan sampel penyidikan dari pihak kepolisian.
"Kami melakukan (uji lab) dengan sangat hati-hati, diperkirakan hari ini (Jumat 22/5) akan selesai," kata Roy. Roy menambahkan, terkait dengan temuan tersebut, pihaknya telah melaporkan kepada World Health Organization (WHO) untuk menanyakan apa kah ada laporan serupa dari negara-negara lainnya.
"Kami mendapatkan informasi, tidak ada laporan di negara mana pun pada saat ini. Namun, tentunya ini akan menjadi perhatian dari WHO," kata Roy. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengharapkan pihak penyidik dari Kepolisian Indonesia menyelesaikan kasus peredaran beras sintetik, setelah uji laboratorium dari BPOM selesai dilakukan.
"Meminta kepada pihak penyidik untuk menelusuri dari hulu hingga hilir untuk memastikan motif, apakah sekadar mencari untung atau tindakan kriminal dengan motif tertentu untuk merugikan pemerintah," kata dia da lam jumpa pers di Jakarta kemarin.
Yan yusuf/ khoirul muzakki/ suharjono/ant
(bbg)