Tiga Nomor Soal Tanpa Pertanyaan

Selasa, 19 Mei 2015 - 10:46 WIB
Tiga Nomor Soal Tanpa...
Tiga Nomor Soal Tanpa Pertanyaan
A A A
MEDAN - Ujian sekolah (US) atau ujian madrasah (UM) ibtidaiyah hari pertama, kemarin, berjalan lancar, tertib dan aman. Namun, dalam naskah soal yang diterima siswa, terdapat tiga nomor soal tanpa pertanyaan.

Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Prasekolah dan Pendidikan Dasar (PPD), Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan, Masrul Badri, menyebutkan, pada soal Bahasa Indonesia, setidaknya terdapat tiga nomor soal tanpa pertanyaan. “Dari informasi yang saya dapat, ada tiga soal, nomor 21, 23, dan 27 tidak ada pertanyaannya,” ujarnya seusai memantau pelaksanaan US di SD Negeri (SDN) 068009 Lingkungan 12 Kampung Nelayan Belawan 1 Medan.

Namun, hal tersebut dinilai wajar terjadi akibat human error penyusun soal. Siswa boleh mengosongkan jawaban pilihan berganda tersebut. “Tidak apa-apa. Kalau ada naskah ujian, bisa saja ada kesalahan. Ada jawaban tidak ada soal. Itu ditinggalkan saja, tidak usah dijawab. Nanti itu menjadi kebijakan penentu skor,” ucapnya.

Menurut dia, sebagai peserta ujian, siswa kelas VI SD tidak boleh dirugikan atas kejadian tersebut. Kesalahan seperti itu bukan kali ini saja terjadi, dan kalaupun dijawab dengan tanda silang pada a,b, c, dan d pada pilihan ganda, itu dianggap benar atau istilahnya soal nomor itu dianggap batal. Jika menemui hal-hal seperti itu, Masrul sudah mengimbau kepada pengawas untuk membuatnya dalam berita acara.

Berdasarkan pemantauan US/UM di tiap sekolah, umumnya berjalan lancar. DI SDN 060811 Jalan Ismailiyah Medan Area, pelaksanaan US berjalan lancar. Kepala SDN 060811, Lelyana Siregar, mengatakan, jumlah siswa yang mengikuti ujian di sekolah tersebut sebanyak 39 orang. Suasana US di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan di Jalan Adinegoro Medan terlihat berbeda.

Pengawas dan peserta UN terlihat begitu akrab. Pengawas membacakan naskah soal satu-persatu kepada peserta. Tidak hanya sekali, pengawas juga harus berulang kali membacakan naskah soal. Pengawas bahkan memegang jemari peserta untuk membantunya menuliskan mata pensil di atas lembar jawaban.

Dengan tingkah polah beragam, berteriak, mengacuhkan pengawas, berjalan ke sana kemari, dan ada pula yang tertawa- tawa, namun tidak terlontar kata bernada keras dari sang pengawas. Hanya lima peserta saja, empat orang di antaranya merupakan tunagrahita (cacat mental), sedangkan satu orang lagi merupakan tunadaksa (cacat tubuh). Di YPAC, SLBC dipimpin Suratno, sementara SLBD dipimpin Sribudiati. Penyusunan naskah soal US tidak disusun Dinas Provinsi Sumut, melainkan pihak sekolah.

Suratno menjelaskan, sekolah yang dipimpinnya merupakan sekolah berkebutuhan khusus, sehingga ada perlakuan yang berbeda dibanding peserta di sekolah reguler. “Kalau tunadaksa mereka terbatas dalam hal motoriknya, sama seperti tunawicara dan tunarungu,” ucapnya Selain itu, Masrul Badri yang memantau SDN 068009 Lingkungan 12 Kampung Nelayan Belawan 1 bersama anggota Direktorat Pembinaan SD Subdit Pembelajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Agus Mardianto, mengaku mendapat kesan positif atas kunjungan mereka ke sekolah itu.

Betapa tidak, sekolah yang mesti ditempuh dengan kapal boat itu (kira-kira sepuluh menit), berada di dermaga terapung, namun semangat untuk mengikuti US sangat membangga kan. “Ada 44 orang yang mengikuti US di sekolah itu,” kata Masrul. Sementara secara keseluruhan peserta US di Sumut sebanyak 44.372 siswa terbagi dalam SDN 20.853 siswa; SD swasta 21. 133 siswa, madrasah ibtidaiyah negeri (MIN) 940 siswa; swasta 1.394 siswa; SD Luar Biasa 16 siswa; dan swasta 1.394 siswa.

Sementara jumlah sekolah 823 unit, dan 44 sekolah yang bergabung atau menumpang ujian ke sekolah lain. Untuk bahan ujian, 25 % materinya dari pusat dan 75 % dari provinsi. Lalu, untuk sistem penilaian, masih tetap sama dengan cara membaca lembar jawaban ujian nasional (LJUN) lewat pemindaian yang dilakukan Disdik kabupaten/kota termasuk Disdik Kota Medan.

Kemudian hasilnya dikirim ke Disdik provinsi untuk diteruskan ke Jakarta. “Jakarta atau pusat yang membaca hasilnya dengan cara mencocokkan dengan jawaban di sana. Jadi, kami tidak tahu jawaban sebenarnya, semua ada di Jakarta. Jika ada LJUN yang rusak, akan kami ganti. Namun, bukan berarti kami memperbaiki jawaban siswa, kami hanya membantu agar siswa bersangkutan tak dirugikan,” ujarnya.

Terkait pemantauan di sekolah tersebut, Agus merasa miris karena dari 600 KK di sana, hanya 100 anak yang bersekolah. “Seharusnya jumlah anak yang bersekolah lebih dari itu. Untuk itu dibutuhkan peran serta Disdik Kota Medan mendekati tokoh masyarakat sekitar agar memberikan pengertian betapa pentingnya pendidikan,” kata Agus.

Syukri amal
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5048 seconds (0.1#10.140)