Enam Adik Tiri Sultan Tolak Sabda Raja
A
A
A
YOGYAKARTA - Adik-adik Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang selama ini berdomisili di Jakarta, menolak mengakui sabda raja dan dawuh raja yang dibacakan sang raja beberapa hari lalu .
Mereka merupakan putra-putra dari mendiang Raja Sultan HB IX dari Ibu Kanjeng Raden Ayu (KRAy) Ciptomurti. Adik-adik tiri (satu ayah beda ibu) ini antara lain, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Pakuningrat, GBPH Cakraningrat, GBPH Suryodiningrat, GBPH Suryometaram, GBPH Hadinegoro, dan GBPH Suryonegoro.
Dalam keterangan pers yang ditandatangani oleh GBPH Pakuningrat meminta penyelesaikan polemik dilakukan internal, dengan mengajak semua putra Sri Sultan HB IX untuk bermusyawarah tanpa konflik. "Dengan tetap menggunakan akal sehat dan kepala dingin," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (13/5/2015).
Enam pangeran yang selama ini berdomisili di Jakarta ini juga hanya mengakui Sri Sultan Hamengku Buwono X, tidak mengakui perubahan nama menjadi Sri Sultan Hamengku Bawano beserta gelar barunya. "Karena yang bertakhta di Keraton Yogyakarta adalah Sri Sultan Hamengku Buwono, sehingga tidak dapat diubah," tegasnya.
Sikap lainnya, yakni tidak mengakui adanya putri mahkota maupun sultan perempuan. Dalam hukum adat, keturunan darah dalem hanya dari pihak laki-laki. "Apabila tetap dilakukan, maka kelanjutan kasultanan akan terputus, di mana sang penerus selanjutnya bukan dari darah dalem," jelas GBPH Pakuningrat.
Menurut dia, sikap yang diambil dari keluarga Ibu KRAy Ciptomurti ini merupakan hasil pengumpulan data dari berbagai sumber. Selain itu, juga hasil kajian mendalam usai mendengar penjelasan langsung dari Sultan HB X pada 7 Mei pukul 16.30 WIB- 18.30 WIB di Keraton Kilen.
GBPH Pakuningrat mengingat, jika semua tetap sesuai hukum adat, maka tidak akan ada implikasi terhadap hukum formal seperti Undang-undang Keistimewaan (UUK) DIY. "Kami berharap yang terbaik, khususnya untuk Keraton dan umumnya untuk masyarakat Yogyakarta," pintanya.
Sementara itu, Sultan HB X mengaku sudah malas mengomentari polemik yang terjadi usai sabda raja dan dawuh raja. "Aku wis males njawab pertanyaan ngono kuwi (Aku sudah malas menjawab pertanyaan seperti itu)," kata Sultan di Kepatihan.
Namun, Gubernur DIY ini membantah sekaligus meluruskan informasi yang menyebutkan sudah pernah bertemu langsung dengan salah satu adiknya, GBPH Prabukusumo. "Kalau adik-adik di Jakarta iya (bertemu langsung), tapi yang di sini (adik-adik di Yogyakarta) belum," tegasnya.
Raja yang naik takhta Keraton Yogyakarta sejak 7 Maret 1989 ini justru mempertanyakan, tudingan sabda raja dan dawuh raja yang diucapkannya dianggap banyak pihak sudah cacat dan batal demi hukum. "Aturan hukum ki opo? Ini (sabda raja dan dawuh raja) kan aturan Keraton, bukan aturan konstitusi republik," ungkapnya.
Mereka merupakan putra-putra dari mendiang Raja Sultan HB IX dari Ibu Kanjeng Raden Ayu (KRAy) Ciptomurti. Adik-adik tiri (satu ayah beda ibu) ini antara lain, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Pakuningrat, GBPH Cakraningrat, GBPH Suryodiningrat, GBPH Suryometaram, GBPH Hadinegoro, dan GBPH Suryonegoro.
Dalam keterangan pers yang ditandatangani oleh GBPH Pakuningrat meminta penyelesaikan polemik dilakukan internal, dengan mengajak semua putra Sri Sultan HB IX untuk bermusyawarah tanpa konflik. "Dengan tetap menggunakan akal sehat dan kepala dingin," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (13/5/2015).
Enam pangeran yang selama ini berdomisili di Jakarta ini juga hanya mengakui Sri Sultan Hamengku Buwono X, tidak mengakui perubahan nama menjadi Sri Sultan Hamengku Bawano beserta gelar barunya. "Karena yang bertakhta di Keraton Yogyakarta adalah Sri Sultan Hamengku Buwono, sehingga tidak dapat diubah," tegasnya.
Sikap lainnya, yakni tidak mengakui adanya putri mahkota maupun sultan perempuan. Dalam hukum adat, keturunan darah dalem hanya dari pihak laki-laki. "Apabila tetap dilakukan, maka kelanjutan kasultanan akan terputus, di mana sang penerus selanjutnya bukan dari darah dalem," jelas GBPH Pakuningrat.
Menurut dia, sikap yang diambil dari keluarga Ibu KRAy Ciptomurti ini merupakan hasil pengumpulan data dari berbagai sumber. Selain itu, juga hasil kajian mendalam usai mendengar penjelasan langsung dari Sultan HB X pada 7 Mei pukul 16.30 WIB- 18.30 WIB di Keraton Kilen.
GBPH Pakuningrat mengingat, jika semua tetap sesuai hukum adat, maka tidak akan ada implikasi terhadap hukum formal seperti Undang-undang Keistimewaan (UUK) DIY. "Kami berharap yang terbaik, khususnya untuk Keraton dan umumnya untuk masyarakat Yogyakarta," pintanya.
Sementara itu, Sultan HB X mengaku sudah malas mengomentari polemik yang terjadi usai sabda raja dan dawuh raja. "Aku wis males njawab pertanyaan ngono kuwi (Aku sudah malas menjawab pertanyaan seperti itu)," kata Sultan di Kepatihan.
Namun, Gubernur DIY ini membantah sekaligus meluruskan informasi yang menyebutkan sudah pernah bertemu langsung dengan salah satu adiknya, GBPH Prabukusumo. "Kalau adik-adik di Jakarta iya (bertemu langsung), tapi yang di sini (adik-adik di Yogyakarta) belum," tegasnya.
Raja yang naik takhta Keraton Yogyakarta sejak 7 Maret 1989 ini justru mempertanyakan, tudingan sabda raja dan dawuh raja yang diucapkannya dianggap banyak pihak sudah cacat dan batal demi hukum. "Aturan hukum ki opo? Ini (sabda raja dan dawuh raja) kan aturan Keraton, bukan aturan konstitusi republik," ungkapnya.
(lis)