Nasi Buwuhan Khas Bojonegoro Sebagai Buah Tangan Pemanja Lidah

Minggu, 28 Juli 2019 - 11:32 WIB
Nasi Buwuhan Khas Bojonegoro...
Nasi Buwuhan Buah Tangan Pengikat Lidah. Foto/Koran SINDO
A A A
BOJONEGORO - Nasi Buwuhan khas Bojonegoro, Jawa Timur, sebelumnya hanya bisa diperoleh pada saat hajatan sebagai “buah tangan” dari acara pernikahan, sunatan, dan lainnya. Kini bisa dinikmati kapan saja.

Sekarang Nasi Buwuhan sudah menjadi makanan yang merakyat karena bisa disantap setiap hari. Rasanya yang khas dengan bahan-bahan asli Bojonegoro menjadi keunggulan tersendiri.

Baik dari sayur yang dipilih maupun rempah yang dipakai untuk memunculkan aroma khas daerah pesisir utara (Pantura).

Nasi Buwuhan berbentuk seperti lontong yang dibungkus dengan daun jati yang sudah didasari daun pisang.

Dalam penyajiannya, mengandung buah pepaya muda atau blonceng ditambah kacang tolo yang dibumbu kuning tanpa santan, momoh tempe lombok, daging bumbu terik, dan serundeng kering yang ditaburkan di permukaan nasi.

Blonceng yang dipakai harus benar-benar muda sehingga tekstur yang tercipta dalam masakan tidak terlalu lembek.

Kehadiran blonceng menguatkan cita rasa daun pepaya yang menegaskan warga Bojonegoro begitu peduli terhadap olahan sayur yang melimpah di berbagai wilayahnya.

Prapto, 60, warga Desa Sugihwaras, Bojonegoro, menuturkan bahwa Nasi Buwuhan merupakan warisan kuliner dari leluhurnya. Resep yang dipakai sudah menjadi bagian dari kehidupan sederhana masyarakat Bojonegoro.

Citra itulah yang berpengaruh pada sisi rasa, tampilan, serta bahan yang dipakai pada Nasi Buwuhan. “Tak ada bahan baku yang kami beli di luar Bojonegoro. Semua bahan yang dipakai asli dari alam Bojonegoro,” ujar dia, Jumat (26/7).

Prapto melanjutnya, kunci kelezatan Nasi Buwuhan terletak pada kesegaran bahan baku yang dipakai. Blonceng masih segar, diambil dari kebun pepaya warga. Demikian juga dengan daun pepayanya, kacang tolo, sampai kelapa yang digunakan.

“Daun jati juga kami ambil dari hutan jati yang bertebaran di sepanjang kampung di Bojonegoro,” ungkapnya.

Racikan rempah di masing-masing rumah yang membuat nasi buwuhan berbeda. Prapto mengaku, menyukai rasa pedas yang diperoleh dari cabai dan merica tumbuk untuk mengeluarkan cita rasa yang khas. “Di rumah lain yang membuat Nasi Buwuhan ada yang rasanya manis dan tak begitu pedas,” sambungnya.

Bupati Bojonegoro Anna Muawanah menuturkan, Nasi Buwuhan tak hanya menjadi santapan yang dapat dinikmati di berbagai rumah ataupun jalanan di Bojonegoro.

Lebih dari itu, nasi yang dibungkus daun jati ini telah menjadi ikon kebudayaan Bojonegoro, yang ditampilkan sebagai salah satu ikon kuliner Nusantara.

“Nasi Buwuhan mendukung promosi Pinarak Bojonegoro yang sedang kami jalankan,” kata Anna.

Junior Rorimpandey atau yang akrab dipanggil Chef Juna menuturkan, masakan Nusantara selalu memiliki cita rasa tersendiri.

Termasuk juga nasi buwuhan Bojonegoro yang sudah menjadi kuliner lintas generasi. “Rasanya memang khas. Sayur blonceng itu yang membuat perbedaan. Mungkin di daerah lain ada olahan yang serupa, tapi tetap tak bisa disamakan,” ujar Chef Juna.
(boy)
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.0846 seconds (0.1#10.140)