Munajat Melawan Covid-19 Diusulkan Ramai-ramai dalam Kesendirian

Senin, 06 April 2020 - 08:00 WIB
Munajat Melawan Covid-19...
Seruan bermunajat secara nasional diserukan oleh berbagai tokoh di Tanah Air untuk melawan wabah Covid-19. Salah satunya, Cendekiawan Muslim Komaruddin Hidayat. Foto/SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Seruan bermunajat secara nasional diserukan berbagai tokoh di Tanah Air untuk melawan wabah Covid-19.

Salah satunya, Cendekiawan Muslim Komaruddin Hidayat yang menilai munajat ini upaya manusia beriman dalam menghadapi beragam tantangan dan munajat sebaiknya dilakukan secara beramai-ramai dalam kesendirian masing-masing agar lebih khusyuk (fokus).

“Ini sebuah tradisi keberagamaan yang sudah mapan di Indonesia dan itu bagus, bahwa umat Islam itu dan umat agama yang lain kalau ada musibah nasional itu tidak hanya mengandalkan sains dan politik tapi juga keagamaan. Secara teologis orang beragama pasti yakin bahwa Tuhan mendengarkan hambanya. Dan semua peristiwa-peristiwa besar itu pasti ada campur tangan Tuhan dan itu keyakinan beragama,” ujar pria yang akrab disapa Prof Komar itu saat dihubungi SINDO Media.

Dia menjelaskan saat orang beragama datang dan memohon kepada Tuhan. Tuhan pasti akan mendengarkan doanya dan membantu entah dengan jalan apa. Dia pun mengapresiasi pendekatan sains yang dilakukan sekarang ini dan itu tindakan yang betul. Bahkan, ada banyak tenaga kesehatan yang telah berkorban dalam melawan pandemi ini. Tetapi, sains itu ada batasannya.

“Tapi sains sendiri juga ada batasnya dan orang beragama yakin sekali bahwa sakit, kematian itu kalau disikapi dengan iman itu pasti tidak sia-sia, pasti ada hikmah, ada blessing,” jelasnya.

Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga meminta agar keluarga yang ditinggalkan akibat pandemi itu tidak perlu bersedih karena tidak dapat mengurusi dan mengantar jenazah sebagaimana mestinya. Karena, orang beriman percaya bahwa tubuh ini dari tanah akan kembali ke tanah, rohaninya kembali kepada Tuhan.

“Yang berikutnya jangan memandang orang yang beriman meninggal kemudian dikubur tanpa diantar keluarganya itu, secara lahiriah menyedihkan ya. Tetapi sebagai orang beriman tidak begitu penafsirannya, badan itu dari tanah kemudian kembali ke tanah, kalau sakit ya tubuhnya sakit, tapi rohaninya tidak tersentuh bahkan orang beragama yakin bahwa rohaninya mati syahid, mereka membela sesamanya, mereka kembali ke pangkuan ilahi,” paparnya.

Soal mekanisme munajat, Prof Komar menjelaskan bahwa esensi dari munajat itu adalah melakukannya dengan hati yang khusyuk kepada Allah dan hal ini bisa dilakukan secara beramai-ramai ataupun sendiri. Atau bisa juga beramai-ramai dengan waktu yang berbarengan yakni malam hari tetapi, tidak harus di tempat yang sama. Karena, Nabi Muhammad SAW pun lebih menyukai melakukan solat Tarawih sendiri di malam hari agar lebih khusyuk.

“Nah, jadi munajat ini ada dua cara. Dengan cara ramai-ramai berjamaah. Yang kedua ini, ramai-ramai dalam kesendirian dan mungkin lebih khusyuk,” usulnya.

Menurut Prof Komar, yang terpenting dalam munajat adalah kekhusyukan, kadang ada orang yan bisa khusyuk saat berjamaah atau beramai-ramai tapi ada juga yang tidak khusyuk karena misalnya, berdesakan saat berjaamah dan sendiri itu kadang kala lebih khusyuk. Intinya, memohon keselamatan untuk bangsa dan negara ini.

“Nah situasi yang seperti ini yang ramai-ramai dalam kesendirian, misalnya malam-malam, salat tengah malam, salat Taubat, salat Hajat kepada Allah mohon keselamatan kepada bangsa dan negara,” tandasnya.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.1782 seconds (0.1#10.140)