Tanah Warga KBB yang Tergusur Proyek Kereta Cepat Belum Dibayar

Jum'at, 25 Oktober 2019 - 16:00 WIB
Tanah Warga KBB yang Tergusur Proyek Kereta Cepat Belum Dibayar
Nunung Saefulloh dan Ani Sriyani menunjukkan peta bidang tanah mereka yang belum dibayar di Kampung Cikamuning, RT 01/20, Desa Ciburuy, Kecamatan Padalarang, KBB, Jumat (25/10/2019). Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
BANDUNG BARAT - Warga Kampung Cikamuning, RT 01/20, Desa Ciburuy, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), menagih janji pembayaran tanah mereka yang terkena proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Pasalnya sudah dua tahun tanah sawah mereka tidak bisa dimanfaatkan karena sudah terkepung mega proyek tersebut. Akibatnya warga kehilangan sumber mata pencarian mereka.

Pasangan suami istri Nunung Saefulloh (59) dan Ani Sriyani (52) menjadi salah satu warga yang merasakan ketidakadilan proses pembebasan tanah yang tergusur oleh proyek nasional tersebut.

Tanah sawah milik Nunung yang awalnya seluas 1.062 meter persegi setelah dilakukan pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) KBB, justru mengalami penyusutan.

Pada pengukuran pertama tanahnya menjadi 900 meter persegi, setelah melayangkan protes dan dilakukan pengukuran ulang justru hanya 854 meter persegi.

"Ini aneh yang mengukur kan BPN. pada saat pertama diukur hanya 900 meter, lalu diukur lagi jadi tinggal 854 meter. Pas saya tanya sisanya ke mana, mereka (BPN) jawabnya tidak tahu. Kan aneh," kata Nunung saat ditemui di rumahnya, Jumat (25/10/2019).

Dia mengemukakan, tanah sawah miliknya yang terkena proyek kereta cepat berada di Kampung Blok Cikalapa, Desa Bojongkoneng, Kecamatan Ngamprah, KBB. Dirinya pun sudah 'mengikhlaskan' ukuran tanahnya berkurang.

Namun yang masih dituntut Nunung kini adalah pembayaran kompensasi dari lahan tersebut. Dari total lahan 854 meter persegi yang sudah dibayar oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) baru di peta bidang 23 senilai Rp223 juta dan peta bidang 24 senilai Rp169 juta.

"Yang baru dibayar itu. Sementara sisa lahan total seluas 465 meter persegi hingga kini belum dibayar. Padahal lahannya sudah dipakai untuk proyek kereta cepat," ujar dia.

Ani Sriyani, istri Nunung menuturkan, dia dan suaminya hanya menuntut apa yang menjadi hak. Lahan itu adalah sumber penghasilan bagi sekolah anak-anaknya dan investasi di hari tua.

Namun demi kepentingan proyek nasional, aset Nunung dan Ani terpaksa harus dilepaskan. Sebagai rakyat kecil dia hanya menuntut keadilan dan pembayaran. Namun hingga kini hal tersebut belum terealisasi padahal berbagai upaya sudah dilakukan termasuk mengadu ke berbagai pihak.

"Yang belum dibayar itu di peta bidang 160 seluas 262 meter per segi plus tanah sisa 4 meter per segi, peta bidang 23 tanah sisa 56 meter persegi, peta bidang 24 tanah sisa 143 meter persegi. Jadi totalnya 465 meter persegi. Itu hak kami yang harus dibayar. Makanya kami akan tuntut terus. Apalagi pemerintah kan gembar-gembornya akan ganti untung," tutur Ani.

Saat persoalan ini coba dikonfirmasi ke pihak Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) KBB di Jalan Ciburuy, Padalarang, tidak ada pejabat berwenang yang bisa ditemui.

Petugas keamanan menyebutkan pejabat ATR/BPN KBB sedang dinas luar. Sementara pesan singkat yang dikirimkan ke Kasi Pengadaan Tanah Kantor ATR/BPN KBB, Dadang Darmawan, juga tidak merespons.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.0800 seconds (0.1#10.140)