Pengamat: 2 Intel Kodim Tewas Ditembak Eks GAM

Kamis, 26 Maret 2015 - 11:09 WIB
Pengamat: 2 Intel Kodim Tewas Ditembak Eks GAM
Pengamat: 2 Intel Kodim Tewas Ditembak Eks GAM
A A A
JAKARTA - Ketua Pusat Studi Politik dan Pemerintahan Universitas Padjadjaran Muradi menyatakan, Penculikan dan pembunuhan dua anggota Intel TNI Kodim 0103, Sertu Indra dan Serda Hendrianto, bukan murni pembunuhan biasa.

"Diduga dilakukan oleh kelompok eks GAM di luar faksi Zaini Abdullah (Gubernur NAD), Muzakir Manaf (Wagub NAD), dan faksi Irwandi Yusuf (Mantan Gubernur NAD)," katanya, dalam pesan elektroniknya, Kamis (26/3/2015).

Ditambahkan dia, beberapa faksi di luar faksi eks GAM tersebut merupakan mereka kecewa dengan kebijakan pemerintah, dan mengambil jalan lain di luar tiga faksi politik yang ada.

"Indikasi ini dapat dilihat dari pola penculikan, dan cara mengeksekusi dua anggota intel TNI tersebut. Apalagi, menyasar dan menjadikan target aparat keamanan adalah pola yang selama ini dilakukan GAM sebelum Perjanjian Helsinski," katanya.

Menurutnya, penculikan dan pembunuhan tersebut bukan kriminal murni, tapi manuver untuk menarik perhatian khalayak, bahwa ada faksi lain di luar tiga faksi yang ada selama ini.

"Sebagaimana diketahui, bahwa ada lebih dari 500 eks GAM yang tersebar di NAD, dan masih menunggu janji pemerintah untuk memberikan kemudahan secara ekonomi untuk terintegrasi dengan masyarakat NAD lainnya," jelasnya.

Keberadaan Partai Aceh sendiri sebagai kepanjangan dari perjuangan untuk membawa NAD sejahtera dalam pangkuan NKRI dianggap tidak cukup mampu mengakomodir ratusan mantan kombatan tersebut, untuk dapat hidup layak.

"Konflik elit Partai Aceh dan eks GAM juga makin membuat sejumlah mantan kombatan kembali memilih angkat senjata kembali, dan menjadikan penculikan, serta pembunuhan dua anggota TNI sebagai menegaskan keberadaan mereka," bebernya.

Lebih lanjut, pihaknya mendesak, pemerintah segera melakukan pendekatan yang lebih efektif dengan dialog dan mengedepankan esensi perdamaian, serta menjaga kondusifitas keamanan di NAD.

"Ada tiga hal yang harus diperhatikan pemerintah dalam merespon peristiwa tersebut. Pertama, memastikan bantuan pemerintah pusat untuk mantan kombatan GAM sampai, dan efektif untuk pengalihan menjadi warga biasa NAD," terangnya.

Pemerintah juga diminta untuk mengevaluasi proses pemberian bantuan sebagai salah satu amanat Perjanjian Helsinki. Kedua, melibatkan unsur pemerintah Provinsi NAD dalam mencari solusi agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi.

"Pada titik ini pemerintah pusat harus memastikan elit politik eks GAM yang berada di kekuasaan provinsi paling Barat Indonesia tersebut harus menurunkan ego politiknya demi kondusifitas NAD," sambungnya.

Ketiga, secara khusus pemerintah harus dapat meyakinkan TNI, dan institusi keamanan lainnya agar dapat menahan diri untuk tetap dalam lingkup dan control pemerintah.

"Kondusifitas NAD hanya bisa terjadi manakala semua pihak dapat menahan diri dan tidak terprovokasi dan membiarkan proses pengungkapan peristiwa tersebut sepenuhnya menjadi domain pemerintah," pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8167 seconds (0.1#10.140)