Menelusuri Praktik Jual Beli Pulau di Kepulauan Karimunjawa

Selasa, 31 Mei 2016 - 15:28 WIB
Menelusuri Praktik Jual Beli Pulau di Kepulauan Karimunjawa
Menelusuri Praktik Jual Beli Pulau di Kepulauan Karimunjawa
A A A
YOGYAKARTA - Suatu Sabtu di akhir bulan Mei ini, sebuah kapal cepat ekspress mulai meluncur dari sebuah dermaga di Pelabuhan Semarang.

Kapal cepat Kartini I membawa rombongan menuju ke Pulau Karimunjawa, yang masuk ke Kabupaten Jepara. Pagi itu, suasana cukup cerah, gelombang di laut utara Pulau Jawa nampak biasa saja.

Dua jam perjalanan, cuaca mulai berubah, mendung dan hujan turun beberapa saat kemudian. Gelombang tinggi mulai mengombang-ambingkan kapal yang mengangkut 60 orang ini.

Kapal yang melaju ini mulai goncang dan mengakibatkan beberapa penumpang pusing. Mereka buru-buru mengambil kantong plastik warnah hitam yang disediakan oleh pengelola kapal untuk menampung air muntah.

Satu setengah jam digoncang gelombang, akhirnya kapal perlahan-lahan merapat di pelabuhan Karimunjawa. Rasa lega menghinggapi sejumlah penumpang yang sebelumnya selalu terguncang akibat gelombang tinggi.

Setelah keluar dari dermaga, rombongan lantas menuju ke sebuah joglo, tempat seorang ibu yang menjajakan makanannya. Makanan serba ikan menyambut penumpang yang masih lemas, karena ombak tersebut.

Setelah menginap di sebuah homestay milik penduduk, tibalah saatnya mengeksplorasi pulau terbesar, pulau yang berada menjadi pulau utama dari Karimunjawa.

Pulau yang berpenghuni sekitar 3.000 orang ini memang menawarkan eksotisme pantai yang luar biasa. Air yang tenang, serta sangat jernih, membuat suasana semakin menenenangkan.

Hanya saja, tak banyak masyarakat ataupun wisatawan yang bermain di pantai nan bersih tersebut. "Biasanya wisatawan pergi ke pulau lain dengan boat untuk bersnokling," tutur Sukmono (52), warga setempat, kemarin.

Sukmono mengungkapkan, meski sudah menjadi daerah wisata, tetapi belum banyak warga pulau utama yang menikmatinya. Sebagian besar warga di pulau tersebut masih setia dengan profesi lama mereka, yaitu menjadi nelayan ataupun petani.

Mereka belum banyak terlibat dalam dunia pariwisata, hanya sebagian kecil yang menjadikan rumah mereka menjadi tempat tinggal atau homestay wisatawan.

Laki-laki yang tinggal di pulau ini sejak kecil itu mengaku, kini ada sebagian kecil nelayan yang mengalihkan perahunya untuk mengantar tamu ke pulau lain.

Sebenarnya menjanjikan, karena hasilnya lebih besar dibanding dengan mencari ikan di laut. Sekali antar, pemilik perahu bisa mendapatkan upah Rp600 ribu hingga Rp900 ribu.

Berbeda dengan mencari ikan yang hasilnya tidak menentu ini. "Anak saya saja, hari Jumat kemarin cari ikan sehari dapat Rp1 juta. Tapi 3 hari ini melaut katanya belum dapat apa-apa," ujarnya.

Wisatawan memang lebih memilih pulau lain dibanding pulau utama untuk melewati liburan mereka. Sebab, pulau-pulau lain di luar pulau utama dikelola dengan baik oleh pemiliknya. Pulau-pulau tersebut sudah bukan lagi milik warga setempat.

Tetapi sudah berpindah tangan kepemilikan alias sudah dijual ke orang lain. Pulau-pulau tersebut ada yang dijual ke pemilik modal dari orang Indonesia, tetapi ada juga yang berasal dari luar negeri.

Dia sendiri tidak menampik jika praktik jual beli pulau di kawasan Karimunjawa ini terjadi. Dari 27 pulau kecil yang berada di seputaran Pulau utama Karimunjawa, belasan pulau sudah dikuasai oleh investor.

Pulau-pulau tersebut lantas didirikan bangunan, dibuat resort yang megah. Dia menilai wajar, karena untuk masyarakat setempat tidaklah mungkin membangun pulau megah, apalagi mereka tidak punya uang.

"Ibarat kata untuk makan saja sulit, masak mau bangun pulau. Ya lebih baik dijual," tambahnya.

Praktik jual beli pulau tersebut memang masih terus berlangsung. Belum lama ini, ada sebuah pulau yang dijual oleh pemiliknya sekitar Rp7 miliar. Pulau tersebut dijual beserta bangunan-bangunan megah di dalamnya.

Warga sendiri tidak merasa risau, karena terkadang pemilik asli lahan di pulau tersebut tidak hanya satu orang. Tetapi karena kebutuhan mendesak, pemilik lahan di sebuah pulau bersama-sama menjual lahan di pulau tersebut.

Meski tidak risau, warga sebenarnya mengeluhkan sikap dari beberapa pemilik pulau yang melarang warga untuk merapat ke pulau tersebut. Warga merasa heran, padahal mereka mendatangi pulau tersebut dengan membawa tamu.

Warga sebenarnya meminta agar pemilik pulau terbuka dan mempersilahkan wisatawan masuk. Warga pasti akan meminta wisatawan untuk menjaga norma dan mematuhi aturan pemilik pulau. "Ndak tahu, mungkin takut merusak atau apa," terangnya.

Kini, geliat wisata di Karimunjawa memang sudah mulai meningkat. Di malam hari, keramaian kecil sudah mulai nampak di pusat kota Karimunjawa yaitu alun-alun.

Sebuah tanah lapang seukuran lapangan sekolah dasar (SD) di Yogyakarta, wisatawan mulai terlihat ramai. Mereka berbondong-bondong mencari makan. Makan malam serba bebakaran menjadi pemandangan umum di alun-alun tersebut.

Cerita jual beli pulau tersebut juga diamini oleh salah seorang pedagang ikan bakar di alun-alun. Dari 27 pulau di seputaran Karimunjawa, ada 14 pulau yang sudah beralih tangan.

"Biasanya, cukong-cukong besar terlibat dalam aksi jual beli pulau tersebut. Mau bagaimana lagi, toh itu hak dari pemiliknya," ujar laki-laki yang enggan disebutkan namanya tersebut.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4801 seconds (0.1#10.140)